ABC

Selandia Baru Gelar Perkabungan Nasional: “Ko tātou, tātou – Kita Satu”‘

Selandia Baru menggelar perkabungan nasional bagi korban serangan teror di Christchurch, Jumat (29/3/2019), dua pekan setelah peristiwa yang menewaskan 50 orang dan melukai pulahan lainnya. Pesan kuat dalam bahasa setempat “Ko Tatou, Tatou” – yang berarti Kita Satu, sangat terasa mewarnai suasana.

Selandia Baru Berkabung

Selandia Baru Berkabung:

  • Perkabungan digelar dua pekan setelah serangan teror yang menewaskan 50 orang
  • Nama para korban dibacakan satu persatu
  • Saat nama-nama ini dibacakan, sebagian orang tak kuasa menahan air matanya

Puluhan ribu warga berbaur dengan pejabat untuk menunjukkan empati dan solidaritas mereka pada para penyintas dan kerabat keluarga korban di lapangan Hagley Park yang tak jauh dari lokasi Masjid Al Noor.

Walikota Christchurch Lianne Dalziel dengan suara tegar menyampaikan terima kasihnya kepada semua pihak yang turut bersimpati pada kesedihan yang dialami kotanya.

“Terima kasih telah membantu memulihkan keyakinan kita semua pada kemanusiaan,” kata Walikota Dalziel dalam acara yang disiarkan langsung stasiun TV setempat.

Penyanyi asal Inggris Yusuf Islam (Cat Stevens) tampil membawakan lagunya yang terkenal Peace Train.

Selain itu tampil juga penyanyi Selandia Baru Marlon Williams, Maisey Rika, Hollie Smith dan Teeks.

Tatkala Maisey Rika membawakan lagu kebangsaan Tuhan Lindungi Selandia Baru dalam Bahasa Maori dan Inggris, tampak hadirin berdiri dan turut menyanyikannnya dengan mata berkaca-kaca.

Begitu pula saat nama-nama 50 korban dibacakan satu persatu, sebagian orang tak kuasa lagi menahan air mata. Mereka saling menggenggam tangan untuk menguatkan satu sama lain.

Two women cry as they watch on at a remembrance service in Christchurch
Sejumlah warga tak kuasa menahan tangis saat nama-nama korban dibacakan.

Reuters: Edgar Su

Salah satu penyintas serangan teror di Masjid Al Noor, Farid Ahmed, di depan hadirin menyatakan dirinya telah memaafkan pelaku, meski istrinya tewas dalam serangan itu.

“Saya menginginkan hati yang penuh cinta, kasih, dan memaafkan. Hati ini tidak ingin kehilangan nyawa lagi,” katanya seraya meletakkan tangan di dadanya.

“Itulah sebabnya saya memilih damai, saya memilih cinta, dan saya telah memaafkannya,” ujarnya.

Perkabungan yang dipusatkan di Christchurch ini juga ditayangkan langsung melalui layar lebar di berbagai kota lainnya seperti Auckland, Wellington, dan Dunedin.

Di sejumlah kota kecil lainnya, rencana kegiatan serupa telah dibatalkan atas pertimbangan keamanan, seperti di Ngāruawāhia; Gore; Queenstown; Wanaka; dan Far North.

Menurut Walikota Gore, Tracy Hicks, pihak kepolisian menyatakan mereka kekuarangan personal untuk mengamankan acara.

Kehilangan kata-kata

Perdana Menteri Jacinda Ardern kembali menujukkan kualitas kepemimpinannya dalam perkabungan itu.

Dia menyatakan kita semua punya kekuatan, lewat kata-kata, tindakan dan perbuatan sehari-hari untuk memerangi ekstrimisme dan rasisme.

“Kita berkumpul di sini 14 hari setelah hari paling kelam bagi kita dan menemukan diri kehilangan kata-kata,” katanya.

“Kata-kata apa yang bisa mengungkapkan rasa sakit dan penderitaan 50 pria, wanita, dan anak-anak yang tewas? Dan begitu banyak korban luka lainnya,” ujar PM Ardern.

“Kata-kata apa yang bisa mewakili kesedihan masyarakat Muslim yang jadi sasaran kebencian dan kekerasan?”

Jacinda Ardern stands on stage holding speech notes dressed in traditional garb
PM Jacinda Ardern penghadiri perkabungan nasional bagi para serangan teror di Christchurch, Jumat (29/3/2019).

Reuters: Edgar Su

"Kata-kata apa yang bisa mengungkapkan kesedihan sebuah kota yang mengalami duka begitu berat?"

“Saya datang kemari dan disambut dengan salam sederhana: Assalāmu alaikum, damai untukmu,” ujar PM Ardern.

“Itulah kata-kata yang diucapkan oleh masyarakat yang menghadapi kebencian dan kekerasan, masyarakat yang sebenarnya berhak mengekspresikan kemarahan, tapi malah membukakan pintu bagi kita semua untuk berduka bersama mereka.”

Dalam kesempatan itu, PM Ardern juga menyinggung mengenai empati yang ditunjukkan John Sato, kakek berusia 95 tahun, yang harus ganti bus empat kali demi ikut demo antirasis, sebagai bentuk empati bagi para korban.

PM Ardern juga menyerukan negara-negara lain turut mengambil peran untuk mengakhiri ekstremisme.

“Kita tidak bisa menghadapi hal ini sendirian. Jawabannya ada pada jiwa kemanusiaan kita,” katanya.

kabung satu.jpg
Lebih dari 20 ribu warga hadir dalam perkabungan nasional di Christchurch, Jumat (29/3/2019).

Foto: Radio New Zealand

Berikut nama 50 korban tewas serangan teror di Christchurch:

Ahmed Gamal Eldin Mohamed Abdel Ghany, Osama Adnan Yousef Abukwaik, Husna Ahmed, Syed Areeb Ahmed, Farhaj Ahsan, Mohsen Mohammed Al-Harbi, Ashraf Ali, Ashraf Ali, Syed Jahandad Ali, Ansi Karippakulam Alibava.

Hussein Al-Umari, Linda Susan Armstrong, Muse Nur Awale, Zakaria Bhuiya, Kamel Moh’d Kamal Kamel Darwish, Ata Mohammad Ata Elayyan, Ali Mah’d Abdullah Elmadani, Abdukadir Elmi, Mohammad Omar Faruk, Mucaad Ibrahim.

Junaid Ismail, Amjad Kasem Hamid, Lilik Abdul Hamid, MD Mojammel Hoq, Ozair Kadir, Mohammed Imran Khan, Maheboob Allarakha Khokhar, Haroon Mahmood, Sayyad Ahmad Milne, Mohamad Moosid Mohamedhosen.

Muhammad Haziq Mohd-Tarmizi, Hussein, Mohamed Khalil Moustafa, Haji Mohemmed Daoud Nabi, Tariq Rashid Omar, Musa Vali Suleman Patel, Abdelfattah Qasem, Ashraf El-Moursy Ragheb, Matiullah Safi, Muhammad Abdus Samad, Muhammad Suhail Shahid.

Mounir Soliman, Khaled Mwafak Alhaj-Mustafa, Hamza Khaled Alhaj-Mustafa, Ghulam Hussain, KaramBibi, Mohammad Zeshan Raza, Naeem Rashid, Talha Naeem, Arif Mohamedali Vohra, Ramiz Arifbhai Vohra.

Ikuti berita menarik lainnya dari ABC Indonesia.