Sebagian Warga Bali Masih Enggan Mengungsi
Puluhan ribu warga yang tinggal di dekat Gunung Agung Bali sejauh ini tidak mengikuti peringatan resmi untuk pindah ke pos-pos penampungan pengungsi.
Tempat penampungan pengungsi di Bali seharusnya telah penuh dalam waktu 48 jam setelah pihak berwenang memperpanjang zona terlarang di sekitar gunung berapi tersebut.
Pihak berwenang mengatakan lebih dari 150.000 orang harus meninggalkan rumah mereka untuk mengantisipasi letusan yang lebih kuat.
Tapi pos penampungan sementara tersebut tidak mendekati jumlah perkiraan ini. Hitungan terakhir hanya mencatat lebih dari 30.000 orang.
Di pos pengungsian terbesar di Klungkung, sekitar 20 kilometer dari Gunung Agung, hanya ada lebih dari 1.000 pengungsi – sebagian kecil dari jumlah tersebut adalah pengungsi yang sudah berada di sana sejak delapan minggu lalu.
Sejumlah warga di tempat pengungsian itu sudah pernah mengungsi ke sini pada bulan September. Kemudian mereka pulang ke rumah – lalu kembali ke pengungsian awal minggu ini ketika Gunung Agung mulai meletus.
Ketut Kembar, seorang petani, mengaku ketakutan ketika meninggalkan desanya di kaki Gunung Agung setelah pihak berwenang meningkatkan status kewaspadaan ke level tertinggi.
“Saya panik,. Saya hanya punya satu sepeda motor dan banyak anggota keluarga yang perlu dievakuasi. Saya panik dan bingung,” katanya.
Dia mengaku senang ada sesuatu yang terjadi di Gunung Agung.
“Saya merasa lega karena apa yang telah kami tunggu akhirnya terjadi. Setelah ini berakhir saya tidak perlu takut pulang lagi,” katanya.
Keluarganya membuat perlengkapan persembahan menurut agama Hindu untuk dijual, mencoba menghasilkan pendapatan.
“Saya meminta kepada Tuhan bahwa apapun keinginannya, itu bisa terjadi dengan cepat sehingga kami bisa merasa lega,” katanya.
Seorang pekerja konstruksi, Mayan Masta datang ke pos pengungsian bersama istri dan dua anaknya.
Ini adalah kedatangan kedua bagi mereka. Dia juga pernah datang mengungsi pada bulan September dan tinggal di sana selama 40 hari.
“Sekarang, setelah melihat adanya letusan, saya merasa lega. Saya berharap semoga ini cepat selesai, sehingga saya bisa pulang,” katanya.
Penumpang meninggalkan bandara
Di Klungkung, para pengungsi memasak makanan untuk sesama pengungsi.
Nengah Runiasaih dan anak perempuannya yang berusia lima tahun, Melani, mengiris tomat untuk makanan sehari-hari.
“Dia sering membantu,” kata Nengah sambil mengamati saat Melani mengiris sayuran.
“Kami merasa sedih – mudah-mudahan kami bisa pulang cepat,” ujarnya.
Letusan Gunung Agung semakin kuat, dan para ahli vulkanologi mengatakan erupsi itu disertai dengan gempa bumi yang kuat, ini mengindikasikan letusan yang lebih besar dimungkinkan terjadi setiap saat.
Pada hari Selasa (28/11/2017), gempa bumi yang konsisten terjadi dengan rentang 30 menit. Hal ini menunjukan adanya sesuatu yang mendidih dalam perut gunung. Para ahli vulkanologi mengatakan staf yang tidak penting dan para wartawan harus meninggalkan pos pemantauan gunung berapi di Rendang. Jaraknya sekitar 12 kilometer dari kawah gunung.
Awan abu yang jatuh di atas Denpasar semakin bertambah – begitu juga antrian penumpang maskapai yang ingin keluar dari Bali.
Beberapa dari mereka tidak peduli untuk menunggu bandara dibuka kembali. Mereka keluar dari Bali menggunakan bus dan feri ke kota seperti Surabaya, di mana mereka dapat mengambil penerbangan ke kota terdekat seperti Jakarta atau Singapura.