ABC

‘Saya Tidak Mau dari Negatif Jadi Positif’: Pengalaman Karantina di Wisma Atlet

Gilang Lazuardi merasa lega bisa menginjakkan kakinya kembali di Tanah Air pekan lalu. Tapi persyaratan yang sudah ia coba penuhi belum cukup untuk mengantarkannya langsung pulang ke rumah.

Sebelum terbang dari Thailand, Gilang sudah menjalani pemeriksaan kesehatan di salah satu rumah sakit di Bangkok dan dinyatakan sehat.

Saat terbang ke Indonesia Selasa pekan lalu (22/09), ia sudah mengantongi sertifikat kesehatan dan surat jalan dari otoritas kesehatan Thailand, sesuai persyaratan dari Kedutaan Besar RI di Bangkok.

Tetapi sampai di Indonesia, ia baru tahu jika selain surat keterangan sehat, ia juga harus menyertakan surat yang menunjukkan hasil negatif dari ‘swab test’, jika ingin bisa langsung pulang.

“Padahal menurut info dari Kedutaan kasih saja surat ini, nanti setelah itu bisa karantina 14 hari di rumah masing-masing, saya nggak tahu soal PCR atau swab,” tutur pria yang lima tahun terakhir bekerja di bidang properti di Bangkok, Thailand tersebut.

Situasi Bandara
WNI dan WNA yang tiba di Indonesia wajib memperlihatkanĀ hasil tes negatif swab PCR corona saat mendarat jika ingin melakukan karantina mandiri.

Ilustrasi: ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL

Karena belum menjalankan tes PCR di Thailand, Gilang akhirnya ditawari dua pilihan: dites PCR dan menunggu hasilnya di hotel atau menunggu hasilnya di Wisma Atlet Pademangan.

“Awalnya saya pilih hotel, karena lebih terisolasi dari orang lain dan saya ingat cerita teman-teman saya yang pulang ke Thailand juga disiapkan isolasi di hotel oleh Pemerintah Thailand,” kata Gilang.

Namun ia terkejut setelah disodori pilihan hotel beserta biaya yang harus dibayarnya sendiri alias tidak gratis.

“Yang paling murah tarifnya Rp2,8 juta untuk tiga hari. Petugasnya juga menjelaskan kalau di hotel, hasil tes akan selesai dalam dua hari, sedangkan di wisma yang gratis, hasilnya baru keluar selama tujuh hari.”

Satu unit bertiga dengan orang lain yang terus berganti

Foto Wisma
WNI yang baru tiba dari luar negeri menjalani karantina di Wisma Atlet Pademangan (26/09).

Liputan6.com/Johan Tallo

Selama tinggal di Tower 9 Wisma Atlet Pademangan, kekhawatiran terbesar yang dirasakan Gilang adalah kenyataan ia harus berbagi dengan dua orang lainnya yang tidak ia kenal di dalam satu unit yang sama.

Di hari ketiga, saat dua orang rekan satu unitnya sudah diperbolehkan pulang karena hasil tesnya sudah keluar, Gilang menyampaikan keberatannya tinggal satu unit dengan orang lain.

“Tadinya sudah ada orang baru yang mau masuk, tapi saya complaint [mengeluh], saya nggak mau nanti dari negatif jadi positif gara-gara ada orang-orang baru yang ditempatkan di unit saya,” tutur Gilang.

Ia kemudian mengatakan permintaannya untuk tidak disatukan dengan orang lain itu akhirnya dikabulkan oleh pengelola Wisma Atlet.

‘Banyak yang enggak kebagian makanan’

Selain harus berbagi ruangan dengan orang yang tidak ia kenal, Gilang juga menceritakan keluhannya yang tidak setiap hari mendapat jatah makanan lengkap.

“Makanan tidak diantar ke unit. Jika sudah tersedia, petugas mengumumkan dengan pengeras suara dan kita harus mengambil sendiri di depan lift.”

“Nah, itu nggak ada yang mengawasi. Suka ada yang mengambil lebih dari jatahnya. Jadi banyak juga yang enggak kebagian,” kata Gilang yang mengaku masih bisa memakan buah atau kudapan saat tidak kebagian jatah makan.

Skema
Gambar skema atau alur masuk WNI dan WNA ke Indonesia.

Foto: Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura

Setelah lima hari menunggu, hasil tes Gilang negatif dan ia diperbolehkan pulang dan meneruskan isolasi di rumah.

Ia merasa lega karena menurutnya di Wisma Atlet isolasi yang dijalankan tidak maksimal.

“Masih banyak yang enggak diam di dalam kamar, ada yang beli rokok dan nongkrong di lantai satu, enggak ditindak juga. Menurut satpam, banyak yang susah dikasih tahu, tapi kan harusnya tegas ya,” pungkas Gilang.

Prosedur masuk ke Indonesia bagi pendatang mancanegara

Pengalaman Gilang Lazuardi adalah contoh prosedur yang dijalankan saat WNI atau WNA dari luar negeri tiba di Indonesia saat masa pandemi ini.

Berdasarkan skema alur prosedur yang disiapkan, isolasi mandiri di rumah memang diperbolehkan jika WNI atau WNA memegang surat hasil tes PCR yang negatif.

Sementara mereka yang tidak membawa surat keterangan negatif corona berdasarkan hasil tes PCR, harus menjalankan tes di Indonesia.

Skema karantina bagi pendatang mancanegara juga dilakukan berbagai negara, termasuk Australia.

Di masa awal pandemi, Pemerintah Australia menanggung biaya karantina selama 14 hari di hotel-hotel yang telah ditunjuk bagi mereka yang datang dari luar negeri.

Tapi sejak pertengahan Juli lalu, biaya karantina tidak lagi ditanggung oleh pemerintah, namun tidak ada yang berubah dari sisi prosedur dan aturan yang ketat.

Shaffira Gayatri, asal Surabaya tiba di Australia awal September dan menjalani karantina hotel di Sydney dengan membayar ongkos karantina sebesar A$3.000, atau lebih dari Rp30 juta untuk biaya penginapan dan makanan tiga kali sehari yang diantar ke kamar selama dua minggu.

Ia juga merasa aman karena semua proses karantina dijelaskan secara transparan dan informatif, meski mendapat pengawalan ketat dari tentara dan Kepolisian New South Wales.

Ikuti berita seputar pandemi COVID-19 di dunia di ABC Indonesia.