ABC

‘Saya Merasa Tidak Bersalah’: Tujuh Warga Papua Divonis dengan Tuduhan Makar

Pengadilan Negeri Balikpapan hari ini menggelar sidang putusan terhadap tujuh aktivis Papua dengan dakwaan makar. Mereka ditangkap usai aksi unjuk rasa terkait serangan rasisme terhadap mahasiswa Papua

KP Papua

  • Tujuh warga Papua mendapat hukuman karena dianggap telah melakukan tindakan makar
  • Vonis pengadilan lebih rendah dari tuntutan sebelumnya
  • Tuduhan makar berawal dari aksi unjuk rasa yang dipicu aksi rasisme terhadap mahasiswa Papua

Dalam persidangan tersebut, salah satu pimpinan ‘United Liberation Movement West Papua (ULMWP) dan aktivis kemerdekaan Papua, Buchtar Tabuni, divonis 11 bulan penjara.

Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang sebelumnya menuntut Buchtar dihukum 17 tahun penjara karena makar.

“Saya mau pikir-pikir dulu, Yang Mulia, karena saya tidak tahu itu barang bukti berupa parang dan lain-lain itu didapat dari mana,” kata Buchtar menanggapi vonis Hakim.

Sidang putusan PN Balikpapan
Sidang Putusan Tujuh Tapol Papua di PN Balikpapan, Rabu 17 Juni 2020.

Supplied

Selain Buchtar Tabuni, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pusat, Agus Kossay dan Ketua KPNB Mimika Steven Itlay, yang masing-masing dituntut 15 tahun penjara, mendapat ivonis 11 bulan penjara dipotong masa tahanan meskipun terbukti melakukan tindak pidana makar.

Sementara itu, mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih, Ferry Kombo divonis bersalah dengan hukuman 10 bulan, setelah sebelumnya dituntut 10 tahun penjara.

Vonis 10 bulan penjara juga dijatuhkan untuk Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi (USTJ) Jayapura, Alex Gobay yang dituntut 10 tahun penjara, Hengky Hilapok yang dituntut 5 tahun penjara, dan mahasiswa USTJ, Irwanus Urobmabim yang dituntut 5 tahun penjara.

Agus Kossay
Terdakwa Ketua KNPB Agus Kossay yang dituntut 10 tahun penjara oleh JPU divonis Hakim 11 bulan penjara.

Supplied

Menurut Majelis Hakim, Irwanus dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana makar, sebagaimana diatur dalam Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dalam surat dakwaan kesatu.

Dalam sidang sebelumnya, Pengadilan Negeri Balikpapan menolak keseluruhan eksepsi yang disampaikan pembela hukum.

Berawal dari serangan bernada rasis

A Papuan student holds a poster saying 'I'm Not Monkey' during a protest in Jakarta.
Demonstrasi tahun lalu dipicu oleh serangan yang bernada rasis kepada mahasiswa Papua.

AP: Tatan Syuflana

Tujuh orang tahanan politik Papua ini ditangkap pada kesempatan yang berbeda usai aksi protes yang berujung kerusuhan di Jayapura dan sejumlah kota lain di Papua pada Agustus 2019.

Aksi protes tersebut dipicu oleh aksi rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Saat itu sejumlah mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi damai di kota Malang dengan mengangkat isu soal sejarah penguasaan Papua oleh Indonesia.

Namun mahasiswa Papua tersebut mendapat serangan, termasuk penyebutan “monyet” yang dianggap rasis.

aksi unjuk rasa di Papua
Massa aksi membentangkan spanduk berisi tulisan"Stop intimidasi dan rasisme terhadap warga Papua" selama aksi unjuk rasa.

AP: Safwan Ashari Raharusun

Sehari sebelum 17 Agustus 2019, mahasiswa Papua yang berada di asrama Kamasan Papua, Surabaya dikepung oleh oknum TNI dan polisi, dengan tuduhan membuang bendera Merah Putih ke selokan.

Menanggapi sejumlah insiden tersebut, warga di Papua turun ke jalan dan berakhir dengan kerusuhan.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI pernah memperlambat akses internet di Papua dan Papua Barat, terutama di kota sorong.

Saat itu Menkominfo menyebut alasannya untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah, meski membuat warga, aktivis, dan media kesulitan mendapat informasi apa yang terjadi di sana.

Awal bulan Juni lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan Pemerintah Indonesia bersalah dalam kasus pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

‘Membatasi kebebasan berpendapat’

Aksi Papuan Lives Matter
Sejumlah aksi unjuk rasa mengalir sejak Senin (15/06) sebagai dukungan terhadap tahanan politik Papua yang akan menjalani sidang vonis di PN Balikpapan hari ini (17/06).

Supplied: Twitter @friwp

Sedianya sidang kasus ini digelar di Papua, tetapi polisi memindahkan persidangan ke Balikpapan karena alasan keamanan.

Tujuh tahanan politik yang ditahan di Polda Papua pun turut dipindahkan ke Polda Kalimantan Timur.

Menjelang vonis hari ini, sejak Senin (15/06) sejumlah dukungan mengalir kepada para terdakwa lewat aksi unjuk rasa di sejumlah daerah.

Selain tujuh tapol Papua yang hari ini menerima vonis, menurut LSM ‘Papua Behind Bars’ saat ini ada setidaknya 30 orang Papua yang dipenjara karena dakwaan makar berdasarkan pasal 106 dan 110 KUHP Indonesia.

Sebuah kelompok kerja PBB pernah mengkritik dua pasal tersebut karena “dirancang dalam ketentuan umum dan tidak jelas sehingga dapat digunakan secara sewenang-wenang untuk membatasi kebebasan berpendapat, berekspresi, berkumpul dan berserikat”.

Sebelum digelar pengadilan telah terjadi sejumlah aksi unjuk rasa sebagai bentuk dukungan terhadap tujuh tahanan politik Papua.