ABC

“Saya Merasa Lebih Bebas di Korea Utara”

Kwon Chol Nam melarikan diri dari Korea Utara ke China dengan mengarungi sungai perbatasan di malam hari dan harus merangkak di bawah pagar kawat berduri.

Ia harus melakukan perjalanan yang panjang dan berbahaya di China, dengan melewati belantara hutan di Laos untuk sampai ke Thailand, sebelum akhirnya terbang ke Korea Selatan untuk memulai kehidupan baru.

Itulah yang ia alami tiga tahun lalu. Tapi setelah melewati banyak bahaya, resiko, dan kesulitan, ia kini ingin kembali ke Korea Utara.

Korea Selatan ternyata tidaklah seperti yang ia harapkan dan ia sangat rindu keluarganya.

“Korea Utara adalah rumah saya, disitulah anak saya hidup dan orang tua saya meninggal,” katanya.

“Tak ada harapan untuk tinggal di sini. Saya telah mengalami begitu banyak pelecehan dan diperlakukan seperti warga kelas dua.”

Selama beberapa dekade terakhir ribuan warga Korea Utara telah mempertaruhkan tubuh dan nyawa mereka untuk melarikan diri dari penindasan di tanah kelahiran mereka, dan mencari perlindungan di Korea Selatan.

Tapi sekarang tanpa diduga, jumlah yang ingin kembali ke tanah air mereka terus bertambah. Mereka mengatakan Korea Selatan bukanlah tanah yang menawarkan kebebasan dan kemakmuran yang dijanjikan.

Kwon hidup dalam kemiskinan dan terisolasi dalam sebuah ruangan kecil di pinggiran kota Seoul. Pembayaran uang sewa tempat tinggalnya tergantung sumbangan.

Ia menganggur dan mengaku saat bekerja sebagai buruh mendapat bayaran jauh lebih sedikit daripada rekan-rekan kerjanya, atau bahkan tidak dibayar sama sekali.

Ia mengaku menderita stigma sebagai orang yang datang dari Korea Utara, dengan mengatakan sebagian besar warga Korea Selatan melihatnya terbelakang atau bodoh.

“Saya kesepian dan sebagian besar pendatang dari Korea Utara berpikir yang sama,” katanya.

“Orang Korea Selatan tidak mau bersosialisasi dengan kita, mereka tidak memperlakukan kita seperti manusia.”

“Hidup lebih sederhana di sana dan di sini [Korea Selatan] mereka hanya diperbudak uang.”

Perbatasan yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan.
Perbatasan yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan.

ABC: Brant Cumming

Pendatang berjuang di Selatan

Kwon telah mencoba untuk kembali secara ilegal melalui China, namun saat hendak pergi pemerintah Korea Selatan menangkapnya dan dia mendekam beberapa bulan di penjara.

Pendatang Korea Utara dengan segera mendapat kewarganegaraan, dan sebagai warga negara mereka dilarang secara hukum untuk memiliki kontak atau mengunjungi Korea Utara.

Tapi sekarang dia memimpin sebuah kampanye agar pemerintah Korea Selatan dapat mengubah undang-undang yang mengizinkan pendatang asal Korea Utara pulang ke tanah kelahirannya.

Diketahui ada sekitar 80 pendatang Korea Utara yang secara aktif berusaha untuk kembali.

Kwon telah menghabiskan beberapa bulan terakhir untuk melakukan protes dan melobi PBB serta parlemen Korea Selatan.

“Saya telah menyatakan diri sebagai warga Korea Utara,” katanya.

“Meskipun tubuh saya ada di sini, pikiran saya berada di rumah saya, Korea Utara.”

Para pendatang asal Korea Utara pernah disambut di Korea Selatan dengan diberikan rumah baru dan tunjangan hidup yang mencukupi, tapi hal ini tidak lagi diberikan.

Ada sekitar 25.000 orang yang tinggal di Korea Selatan dan mereka berjuang untuk menyesuaikan diri dengan kapitalis yang sangat kompetitif dan kehidupan yang lebih cepat di Korea Selatan.

Studi memperkirakan lebih dari setengah warga tersebut mengalami diskriminasi dan depresi, serta pengangguran di antara mereka enam kali lebih tinggi dari rata-rata warga Korea Selatan.

Diperkirakan 25 persen dari semua pendatang sudah serius mempertimbangkan untuk kembali ke rumah.

Kim Hyung Doek sudah tinggal di Korea Selatan selama 20 tahun dan merasa ingin kembali ke Korea Utara.
Kim Hyung Doek sudah tinggal di Korea Selatan selama 20 tahun dan merasa ingin kembali ke Korea Utara.

ABC: Brant Cumming

Bahkan pendatang seperti Kim Hyung Doek, yang telah berada di Korea Selatan selama 20 tahun dan telah berhasil meniti karir yang sukses, menghasilkan uang dan membesarkan keluarganya, ia pun ingin kembali.

“Ada perasaan kuat untuk benar-benar kembali dan tinggal bersama keluarga saya karena di situlah saya dilahirkan dan dibesarkan,” katanya.

“Ada perbedaan sekitar 40 tahun antara Korea Utara dan Selatan.”

Beberapa tahun yang lalu, Kim pergi ke kedutaan Korea Utara di China dan meminta visa pengunjung, namun ditolak dengan tegas.

Ia berharap hubungan antara Korea Utara dan Selatan akan membaik sehingga suatu saat nanti ia bisa kembali menemui keluarganya.

Jumlah pendatang mencapai ratusan

Ada jalan yang sulit bagi para pendatang asal Korea Utara.

Mereka hidup tak menentu, dikucilkan di Korea Selatan, tapi juga tidak diterima kembali di tanah air mereka, di mana mereka digunakan sebagai propaganda dan dihukum.

Tidak mungkin untuk mengetahui berapa banyak pendatang yang telah kembali ke Korea Utara.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan jumlahnya ada 13, namun bukti lain menunjukkan angka sebenarnya lebih tinggi.

Yang belum diketahui pasti termasuk delapan ratus pendatang yang tiba di Korea Selatan.

Mereka menjadi tanda bahwa rezim di Korea Utara telah melakukan kampanye di bawah Kim Jong-un untuk merayu mereka kembali ke Korea Utara, dilaporkan mendapat tawaran uang tunai, pekerjaan dan rumah.

Sesampainya di sana, mereka memakai media negara Korea Utara untuk mengklaim jika mereka telah “diculik” dan “hidup bagaikan di neraka” di Korea Selatan.

Kwon Chol Nam North asal Korea Utara yang tinggal di Seoul, Korea Selatan.
Kwon Chol Nam North asal Korea Utara yang tinggal di Seoul, Korea Selatan.

ABC: Brant Cumming

Apapun alasannya, Kwon menyatakan keinginannya untuk pulang lebih kuat dari sebelumnya.

“Tentu saja saya akan dihukum tapi saya siap menerimanya,” katanya.

“Di DPRK [Korea Utara] ada satu orang dan satu peraturan dan pemimpin besar kami mengatakan dia akan memaafkan orang-orang yang meninggalkan Korea Utara.”

Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.