ABC

Sambal pun Perlu Inovasi

Siapa yang tidak kenal sambal, menu pelengkap makanan yang satu ini sangat popular bahkan bagi sebagian orang Indonesia telah menjadi menu wajib sehari-hari. ABC International mampir menengok kompetisi inovasi sambal nusantara di Jakarta (11/2013) dan berbincang dengan para inovator bisnis sambal.

Kegemaran orang terhadap sambal inilah yang kemudian dimanfaatkan sejumlah pebisnis untuk mendulang rupiah dari pedasnya sambal, khususnya sambel kemasan.

Bisnis sambal kemasan ternyata menggiurkan, karena meski mudah membuatnya, tapi tidak semua orang mampu meracik sambal dengan cita rasa yang mantap dan tentu saja punya waktu untuk membuatnya.

Indah Roesdiatmoko salah seorang yang mengambil peluang di Semarang Jawa Tengah untuk berjualan sambel kemasan sejak setahun terakhir.

"Orang sekarang milih praktiskan, ibu-ibu yang kerja,sampe rumah dia musti ngulek sambal lagi, pasti males kan?,” katanya.

Indah memulai bisnis sambalnya pada 2012 lalu, diawal usahanya dalam sebulan dia berhasil menjual 700 botol sambel dengan harga sekitar Rp 20 ribu. 

Kini omsetnya naik hampir empat kali lipat perbulan.

Indah mengaku daya tarik utama sambel hasil racikannya yang diberi label ‘Lombok Oedel’ terletak pada cita rasa sambel rumahan dan serba guna.

“Makanya kita jual yang citarasa rumahan apalagi kalo sambal itu bisa multi bisa untuk cocolan,  bisa untuk bumbu dasar, nah itu nilai plusnya lagi. Bisa untuk cireng, cumi oseng teri macem-macem,” lanjut Indah.

Salah satu faktor yang juga penting dalam memasarkan sambel kemasan adalah kestabilan rasa.

Untuk menjaga hal itu, Indah mengandalkan bahan baku yang segar untuk membuat sambalnya..

Dengan modal yang kerap terbatas, pelaku bisnis yang satu ini harus pandai-pandai melakukan strategi pemasaran. 

Media online, dan promosi dikomunitas dan lingkungan menjadi salah satu strategi pemasaran yang bisa dimanfaatkan untuk menggenjot penjualan.

Salah satu cara lainnya adalah dengan menyajikan varian rasa yang beragam.

Cara inilah yang dilakukan Mujiati pemilik label sambel ‘Cuk’ dari Surabaya Jawa Timur yang sudah berjualan sambel kemasan sejak 3 tahun belakangan.

Perempuan ini mengaku setiap bulan mampu menjual hampir 4 ribu botol sambel dengan omset lebih sekitar 40 juta rupiah. Mujiati berniat terus memperkaya varian rasa sambel racikannya.  

“Saya jual lima varian, sambel klotok, sambel bawang, sambel bajak terasi tomat, sambel ijo teri medan, sambel rujak cingur,” tutur Mujiati.

Varian rasa ini bagi Mujiati sangat penting, karenanya dia sampai mengikuti kursus masak khusus sambal nusantara untuk memperkaya wawasannya mengenai sambal dari berbagai kota di Indonesia.

Selain varian rasa, saat ini sambal kemasan juga dijual dalam bentuk berbeda. Jika kebanyakan sambal  berbentuk sambal basah, Frida dari Jakarta lebih memilih sambal dalam bentuk kering atau dikenal dengan sebutan abon cabe.

Karena bentuknya yang kering, Abon Cabe Ninoy racikan UKM Frida banyak digandrungi para pelancong maupun dijadikan oleh-oleh ke luar negeri.

“Kalau bepergian bawa sambal biasa kan bisa tumpah repot, apalagi ke luar negeri, makanya kita bikin sambal kering  tapi cita rasa tetap Indonesia,” tambah Mujiati.

Kemasan perlu diperbaiki

Usaha sambal kemasan terhitung baru di Indonesia, padahal di beberapa negara, usaha sambal kemasan sudah cukup populer. 

Meski baru, namun Nungky Nur Adiningsih dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menilai industri sambal kemasan Indonesia tidak kalah bersaing dari segi kreatifitas maupun inovasi produk.

Namun kondisi positif ini menurutnya perlu ditingkatkan terutama kesadaran memproduksi produk agar sesuai standar produk makanan baik nasional maupun internasional. Pekerjaan rumah terbesar menurut nungki adalah memperbaiki kemasan.

“Kemasannya, wadahnya masih terlalu sederhana apa adanya..kalo sambal ya gambarnya cabe tok’   padahal kan bisa divariasikan apa mimpinya produk sambalnya ke depan akan seperti apa..kan itu bisa juga dibuat gambar,” harap Nungky.

Salah satu tantangan terbesar industri sambal kemasan adalah ketersediaan bahan baku yakni cabe. Karenanya kestabilan harga menjadi hal penting dalam usaha mereka. 

Belum lama iini harga cabe sempat melambung yang tentu saja berdampak langsung pada usaha mereka.

Untuk menghindari  gejolak harga, pelaku sambal kemasan didorong melakukan kerjasama dengan supplier atau petani cabai langsung untuk mendapatkan harga beli cabai yang menguntungkan.

Kehadiran sambel kemasan dipasaran juga  bisa dilihat sebagai upaya mengurangi ketergantungan warga terhadap komoditas cabe segar.

Sehingga jika terjadi keterbatasan pasokan dapat  mengurangi inflasi akibat harga cabe yang melonjak.