ABC

Sama-Sama Berusia 25 Tahun, Gaji Tukang di Australia Lebih Besar Daripada Sarjana

Menjadi sarjana merupakan pilihan populer bagi banyak lulusan SMA di Australia dan mungkin juga di berbagai belahan dunia lainnya. Namun, penelitian terbaru menunjukkan para lulusan universitas kurang puas pada pencapaiannya dan mendapat penghasilan lebih rendah dibanding pekerja kasar, pada usia 20-an tahun.

Hampir tiga ribu anak muda menjadi bagian dari survei yang dilakukan Australian Industry (Ai) Group's yang mengadakan penelitian mengenai "awal jenjang karir dan kemungkinannya" bagi mereka yang berusia 25 tahun.

Mereka yang disurvei tersebut hampir 50 persen adalah lulusan S1 atau lulusan S2.

Kesimpulan survei mengatakan bahwa mereka yang memilih sekolah kejuruan dan menjadi pekerja kasar atau tukang mendapat penghasilan lebih baik dari lulusan universitas, dengan perbedaan pendapatan di usia tersebut sebanyak 16 persen.

Hal itulah yang dialami dan dilakukan oleh Braidan Quinlan ketika dia memutuskan berhenti dari kuliah di universitas dan belajar untuk menjadi tukang kayu.

Jalur menjadi tukang itu tidak pernah dipikirkan sebelumnya oleh Braidan karena tingginya tekanan saat SMA agar dia melanjutkan ke perguruan tinggi.

"

"Ketika saya di kelas 12, tidak ada sama sekali diskusi mengenai pertukangan atau sekolah kejuruan (di Australia dikenal dengan istilah TAFE) – lebih banyak dorongan untuk ke universitas," kata Braidan.

"

"Semua orang ingin ke universitas, pikiran semua orang itu adalah jalan yang benar, tetapi kalau saya bisa memutar waktu saya ingin memulai magang menjadi tukang ketika saya masih remaja.

"[Jika itu saya lakukan] kemungkinan besar saya akan sudah jauh lebih berpengalaman dari sekarang."

Braidan yang sekarang berada di tahun ketiga sekolah kejuruan menolak pendapat bahwa dia harus memiliki gelar sarjana untuk "maju dalam kehidupan."

"

"Saya menjalani kuliah selama beberapa tahun di universitas, namun merasa itu tidak cocok untuk saya," kata Braidan.

"

"Saya mendapat tawaran magang di HNT Builders dan sangat menikmati apa yang saya lakukan."

Belajar dari dunia nyata

Salah satu temuan kunci dalam laporan Ai Group adalah manfaat dari "belajar di dalam dunia nyata", setelah hampir semua tamatan S2 dan sekolah kejuruan mendapatkan kerja penuh waktu di usia 25 tahun, sementara hanya 92 persen dari lulusan S1 yang memiliki pekerjaan di usia tersebut.

Lulusan S2 dan mereka yang lulusan sekolah kejuruan memiliki tingkat kepuasan kerja paling tinggi, secara khusus terkait kemungkinan pelatihan tambahan, selain kesempatan menggunakan keterampilan dan pengalaman dalam pekerjaan.

"Saya senang sekali," kata Braidan.

"Keterampilan yang saya kembangkan, baik saat bersekolah dan dalam pekerjaan, luar biasa berguna."

Meski mengakui bahwa gaji menjadi guru bila dia tamat universitas lebih tinggi dari pendapatan awal ketika dia memulai magang jadi tukang, Braidan mengatakan masih banyak kesempatan bagi dirinya untuk berkembang di dunia pertukangan tersebut.

"

"Secara jangka panjang saya merasa ada begitu banyak peluang yang bisa saya manfaatkan untuk mendapatkan lebih banyak uang sebagai tukang," katanya.

"

"Saya bisa mulai usaha sendiri atau bergabung dengan sektor komersial.

Jam kerja lebih panjang

Data menunjukkan bahwa meski lulusan sekolah pertukangan ini digaji lebih besar, mereka juga memiliki jam kerja lebih lama.

Mereka yang magang rata-rata bekerja tambahan selama tujuh jam, sehingga jam kerja seminggu menjadi 42 jam.

"Penemuan kami ini memberikan dorongan kuat bagi jalur sekolah kejuruan dengan banyaknya manfaat yang bisa didapat termasuk pendapatan lebih tinggi," kata Ai Group.

Namun Ai Group juga memberi catatan atas hasil penelitian mereka.

"Kita harus juga berhati-hati mengambil kesimpulan mengenai pendapatan seseorang di usia 25 tahun karena bukti lain menunjukkan pekerja dengan kualifikasi lebih tinggi kemungkinan mendapatkan pertumbuhan gaji yang tinggi sepanjang karier mereka."

Namun yang jelas, di usia-usia awal karier mereka, kepuasaan kerja lulusan universitas lebih rendah karena mereka merasa kualifikasi mereka lebih tinggi dari pekerjaan yang dilakukan.

"

"Total 36 persen lulusan S1 bekerja di bidang di mana keterampilan yang dibutuhkan lebih rendah dari kesarjanaan mereka," kata Ai Group,.

"

"Besar kemungkinan, mahasiswa perlu mengkombinasikan pengetahuan dari jurusan yang mereka pilih dengan pengalaman dan pengetahuan lain untuk membina karier.

"Ini menunjukkan bahwa kita perlu pendidikan dan sistem pelatihan yang lebih fleksibel yang memungkinkan anak-anak muda mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan ketika mereka "belajar" dan terus berlanjut ketika mereka "menghasilkan dan belajar."


Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.