ABC

Saat Warga Aborigin Tasmania Memaknai Sejarah Kelam Kolonialisme

Pemerintah Negara  Bagian Tasmania, Australia, berencana membuat UU yang akan mengubah cara warga setempat mengidentifikasikan diri sebagai orang aborigin.

Rencana ini disambut beragam, termasuk yang khawatir bahwa nantinya akan muncul orang yang mengaku-ngaku sebagai keturunan aborigin demi keuntungan pribadi.

Dalam diskusi bersama Louise Saunders di radio ABC Hobart, empat warga berbagi cerita mengenai apa maknanya menjadi orang aborigin.

"Identitas diri itu sangat personal," ujar Fiona Hamilton, seniman aborigin dari suku Trawlwulwuy.

Hamilton mengaku ada lapisan-lapisan, mulai dari kehidupan organisasi, keluarga, hingga kelompok olahraga yang membentuk identitas seseorang.

"Yang kita lihat saat ini adalah kecenderungan untuk mencari hubungan kekeluargaan mereka," katanya.

Emma Lee, peneliti pada University of Tasmania yang juga berasal dari suku Trawlwulwuy, mengaku menemukan suku asalnya telah membantunya dalam membentuk identitas dirinya.

"Menjadi pribumi dan belajar kebudayaan kita adalah proses seumur hidup," kata Emma Lee. (Foto: ABC/Carol Raabus)
"Menjadi pribumi dan belajar kebudayaan kita adalah proses seumur hidup," kata Emma Lee. (Foto: ABC/Carol Raabus)

Meskipun dia mengidentifikasikan diri sebagai pribumi Tasmania, Lee mengaku dengan belajar mengenai asal-usulnya dia sekaligus bisa mengenali sukunya sendiri.

"Ketika saya banyak belajar dari tetua suku saya pun semakin banyak mengadopsi bahasa kami," katanya.

"Saya orang Trawlulwuy dan kampung Tebrakunna," tambahnya.

Tidak seperti Lee dan Hamilton, ada juga warga Tasmania yang sama sekali tidak mengenal lagi asal-usulnya.

"Saya ingin menyuarakan penderitaan LGBTIQ di kalangan warga aborigin," kata Nichols Mansell (Foto: ABC/Rick Eaves)
"Saya ingin menyuarakan penderitaan LGBTIQ di kalangan warga aborigin," kata Nichols Mansell (Foto: ABC/Rick Eaves)

Caleb Nichols Mansell, misalnya. Dia mengaku sebagai pegiat LGBTIQ dan bangga sebagai warga aborigin Tasmania. Namun dia tidak tahu banyak mengenai asal-usulnya.

"Saya tidak tahu latar-belakang saya dan masih terus mencari tahu," katanya.

Mansell adalah salah satu dari begitu banyak warga Tasmania yang asal-usul aboriginnya disembunyikan bertahun-tahun.

Dalam sejumlah rumahtangga, garis keturunan aborigin dihapus dalam daftar catatan keluarga.

Hal ini terjadi dalam keluarga Kate Williams, seorang guru yang keluarganya menutupi asal-usul aboriginnya selama beberapa generasi.

"Jika kita tidak mencari tahu mengenai identitas kita, bagaimana kita bisa membagi kisah dengan orang lain?" kata Kate Williams. (Foto: ABC/Carol Raabus)
"Jika kita tidak mencari tahu mengenai identitas kita, bagaimana kita bisa membagi kisah dengan orang lain?" kata Kate Williams. (Foto: ABC/Carol Raabus)

"Sebagian anggota keluarga saya mengakuinya. Bahkan saya kira ada rasa bangga. Namun karena lama sekali disembunyikan jadinya tidak dinyatakan terbuka," katanya mengenai garis keturunan aboriginnya.

Williams tahu bahwa kake buyutnya adalah orang aborigin dari Victoria, namun yang dia tahu tidak lebih itu.

"Kadang saya merasa semua ini sia-sia, namun semoga tidak. Saya benar-benar ingin kembali ke akar saya, inilah semangat terbesar hidup saya," katanya.

Sementara Nichols Mansell mengatakan, ada ketakutan mengenai punahnya akar budaya mereka untuk selama-lamanya.

"Tak seperti kebiasaan orang kulit putih, kami tidak mencatat asal-usul ini yang bisa dilacak jauh ke belakang. Kebanyakan hanya berupa cerita turun temurun," katanya.

Hamilton mengakui kebiasaan tertentu telah hilang dalam sebagian keluarga aborigin.

"Banyak keluarga aborigin di Tasmania telah melewati masa pahit dengan menyembunyikan identitas mereka," ujarnya.

"Ini merupakan dampak buruk dari kolonialisme, membuat orang menyembunyikan identitas aslinya terutama mereka yang di daerah pedalaman," tambah Hamilton.

"Kita harus beranjak dari identitas yang ditentukan oleh organisasi," kata Fiona Hamilton. (Foto: ABC/Carol Raabus)
"Kita harus beranjak dari identitas yang ditentukan oleh organisasi," kata Fiona Hamilton. (Foto: ABC/Carol Raabus)

 

Berdamai dengan sejarah kelam 

Sejarah hubungan warga aborigin dengan pendatang Eropa di Pulau Tasmania sangat berdarah dan membuat banyak warga setempat mengalami kesulitan dengan sejarah kelam tersebut.

Lee mengatakan sejarah inilah yang turut membentuk identitas kebanyakan penduduk pribumi Tasmania.

"Ada dua hal dalam identitas itu. Pertama, rasa bangga. Kedua, kami menjadi contoh kisah kolonialisasi yang penuh kebiadaban," jelasnya.

"Jadi, menjadi pribumi Tasmania adalah dengan berdiri tegak sebagai survivor genosida," tambah Lee lagi.

Dia mengatakan warga pribumi perlu berdamai dengan sejarah kelam ini agar bisa melangkah maju.

Sementara menurut Hamilton keadaan bisa berubah jika di lingkungan keluarga mulai terbuka membicarakan sejarah mereka.

Namun ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab. "Misalnya, apa yang menjadi dasar hubungan kita? Bagaimana memulai percakapan mengenai pengalaman kita bersama," katanya.