ABC

Saat Caleg-caleg Anti Muslim dan Anti LGBT Berguguran di Australia

Para politisi di negara maju seperti Australia, kini dihantui oleh jejak digital mereka sendiri. Sejumlah calon anggota legislatif (caleg) DPR telah jadi korban sebelum bertanding pada Pemilu 18 Mei mendatang.

  • Caleg terbaru yang mundur adalah Jessica Whelan untuk Partai Liberal
  • Whelan sebelumnya mengeluarkan pernyataan mengenai Islam
  • Jejak digital sekarang menghantui para caleg yang akan bertarung di pemilu 18 Mei

Yang terbaru dialami oleh Jessica Whelan, caleg Partai Liberal yang kini memerintah. Dia terpaksa mundur karena komentar-komentar miringnya di dunia online mengenai penganut agama Islam.

Kemarin, Jessica masih berkampanye di daerah pemilihannya di Tasmania bersama PM Scott Morrison. Saat dicecar wartawan soal komentar bernada kebenciannya terhadap orang Islam, Jessica hanya bungkam.

Jejak digital Jessica berupa komentar miring ini mulai muncul hari Kamis (2/5/2019). Dalam komentar yang kini telah dihapus itu, akun medsos atas namanya menyebutkan wanita-wanita AS yang mendukung orang Islam agar “disunat” oleh Donald Trump.

Jessica membantah bertanggung jawab atas komentar tersebut. Dia bersikukuh hal itu bisa saja dimanipulasi secara digital.

facebook-post-about-sharia-law-purportedly-commented-on-by-jess-data.jpg
Komentar yang dilontarkan akun atas nama politisi Australia, meminta Donal Trump menangkap wanita AS dan menyunat mereka.

Namun beberapa jam setelah kasus ini jadi heboh, mulai bermunculan komentar lainnya dari akun medsos atas namanya. Nada komentar itu semuanya sama, berisi kebencian kepada orang Islam.

Dihantui oleh jejak digitalnya sendiri, pada hari Jumat (3/4/2019) caleg di Dapil Lyons yang disebut-sebut berpeluang lolos ke DPR Australia ini, menyatakan mundur sebagai caleg.

Partai Liberal menyatakan telah menerima pengunduran diri Jessica, yang katanya mengakui sebagian komentar itu berasal darinya.

Jessica secara terpisah menyatakan dirinya benar melontarkan “sejumlah komentar yang kurang tepat” namun bertekad menggugat tuduhan mengenai komentar yang bukan berasal darinya.

Sebelumnya, caleg Partai Liberal lainnya di negara bagian Victoria, Jeremy Hearn, juga dicoret dari daftar caleg gara-gara rekam jejak digitalnya.

Jeremy tahun lalu pernah melontarkan komentar di media sosial bahwa umat Islam di Australia itu “orang jahat” karena selama ini menyembunyikan niat mereka yang sebenarnya.

Niat umat Islam itu, kata Jeremy, yaitu ingin menggulingkan Pemerintah Australia dan memberlakukan hukum Syariah.

Jeremy Hearn smiles into the camera against a blue background. He wears a dark suit and tie, with a white shirt.
Jeremy Hearn dicoret dari daftar caleg karena komentar miring mengenai agenda tersembunyi orang Islam di Australia.

Supplied: Liberal Victoria

Menurut laporan ABC, sosok Jeremy Hearn disebut-sebut terkait dengan faksi agama dalam Partai Liberal, yang dituding menyeret partai ini dengan kelompok Mormon dan Kristen konservatif.

Padahal, sumber ABC menyebutkan, posisi Partai Liberal di Dapil Isaac tempat Jeremy sedianya bertarung, sebenarnya cukup kuat.

Selisih dengan caleg petahana dari Partai Buruh yang beroposisi hanya sekitar 3 persen. Namun, dengan pencoretan nama Jeremy di sana, praktis dapil ini akan dimenangkan kembali Partai Buruh.

Caleg lainnya yang terpental dari arena termasuk Steve Dickson dari Partai One Nation yang platformnya politiknya memang anti pendatang Muslim.

Namun, Steve mengundurkan diri gara-gara rekaman videonya yang menunjukkan kata-kata tak senonoh dan menggerayangi penari telanjang di AS.

Dickson telah mengakui perbuatannya dan meminta maaf.

Tak berselang lama setelah itu, muncul satu lagi caleg Partai Liberal yang menjadi sorotan. Caleg di Victoria bernama Steve Killin mundur gara-gara komentar yang bernada homofobia, dan menuding betapa berbahayanya kaum gay bagi masyarakat.

Di kubu oposisi Partai Buruh, pada hari Jumat (3/5/2019), seorang calegnya juga dicoret karena rekam jejak digital.

Bill Shorten stands in front of a crowd of Labor supporters including a young man, Luke Creasey, the candidate for Melbourne.
Pemimpin oposisi Bill Shorten (kiri) bersama caleg Luke Creasey (kanan).

ABC News: Nick Haggarty

Politisi bernama Luke Creasey yang maju di Dapil Melbourne untuk DPR Australia, pernah melontarkan komentar tak pantas mengenai pemerkosaan, lesbian dan orang Katolik.

Partai Buruh dalam pernyataannya menyebutkan Luke bersikukuh komentar online itu tidak mencerminkan siapa dirinya.

Namun, katanya, Luke mengakui kasusnya ini sebagai “pelajaran penting bagi generasi muda bahwa rekam jejak digital akan membayangi dirinya selamanya”.

“Saya melontarkan komentar buruk itu beberapa tahun silam, dan tidak mencerminkan pandangan saya saat ini,” ujarnya.

Luke pernah bekerja sebagai guru SMA di Melbourne sebelum dipilih untuk maju jadi caleg di dapil yang kini dipegang politisi Partai Hijau.

Dapil Melbourne dikenal sebagai salah satu dapil paling progresif di Australia, termasuk yang tertinggi persentasenya mendukung hak-hak kaum minoritas termasuk LGBT.

Caleg Partai Buruh lainnya yang “kena masalah” gara-gara jejak digital yaitu Wayne Kurnorth. Dia caleg untuk Senat, bukan DPR.

Masih ada beberapa caleg lainnya yang juga mengalami masalah, namun sudah diketahui sebelum nama mereka masuk dalam daftar caleg, sehingga tidak jadi caleg.

Tapi ada juga caleg dari partai kecil, yang masih tetap jadi caleg, meski saat ini menjadi sorotan gara-gara rekam jejak digital.

Di antaranya Tony Hanley dari United Australia Party, yang menyebut anak-anak supir taksi di Australia akan menjadi teroris di masa depan.

Kemudian Ross MacDonald dari Partai One Nation yang beredar fotonya bersama wanita telanjang di Thailand, namun sampai kini tetap jadi caleg.

Ada juga politisi Partai Liberal lainnya yaitu Andrew Hastie dan Ian Goddenough yang bertemu dengan tokoh supremasi kulit putih Neil Erikson.

Lalu, caleg Partai Liberal bernama Kate Ashmor dari dapil dengan jumlah pemilih Yahudi yang besar, dan menuduh rivalnya dari oposisi “Kurang Yahudi” serta menyebut istri pemimpin oposisi sebagai “babi”.

Tampaknya, para pengurus partai politik saat ini harus disibukkan untuk menelusuri lebih teliti lagi rekam jejak digital seseorang sebelum ditetapkan sebagai caleg.

Ikuti berita lainnya dari ABC Indonesia.