ABC

Romantisme Melbourne di Film ‘Melbourne Rewind’

Film ‘Melbourne Rewind’ yang diputar di bioskop Indonesia sejak 17 November mengangkat kisah cinta berlatar kota Melbourne. Diangkat dari novel berjudul sama karya Winna Efendi, yang merupakan lulusan Australia, benarkah ‘Melbourne Rewind’ hanya menampilkan sisi romantis dari kota paling layak huni di dunia ini?

“Bagi gue, cahaya adalah hal terindah di dunia, setiap kali gue melihat cahaya, gue akan mengingat Laura,” itulah sepenggal ucapan Max kepada Laura dalam ‘Melbourne Rewind’.

Max (Morgan Oey) dan Laura (Pamela Bowie) dulunya sepasang kekasih namun terpisah karena mengejar impian masing-masing. Laura memilih untuk melanjutkan hidup ke Australia dan bekerja sebagai penyiar radio, sementara Max memilih untuk berkarir sebagai desainer ‘lighting’ (pencahayaan) di Amerika Serikat.

Perjalanan cinta keduanya dikisahkan dalam ‘Melbourne Rewind’ dengan latar kota Melbourne sendiri. Film ini diangkat dari sebuah novel berjudul sama karya Winna Efendi yang diterbitkan pada tahun 2013.

Menurut Winna sang penulis, ketertarikannya pada Melbourne mendasari penulisan ‘Melbourne Rewind’, di samping kisah cinta ‘gagal move on’ (susah melupakan mantan) yang juga menginspirasinya.

“Saya menyukai Melbourne yang eklektik dari segi budaya, musik, seni, makanan, dan masih banyak lagi. Saat meriset, ada begitu banyak hal seru yang saya temukan dan menginspirasi untuk mengeksplorasinya lebih lanjut, terutama dari segi musik yang begitu dekat dengan karakternya,” tutur Winna kepada Nurina Savitri dari ABC Australia Plus Indonesia.

Melbourne Rewind
Melbourne Rewind 90% berlokasi syuting di Melbourne.

Supplied

Winna sempat berkuliah di Universitas Teknologi Queensland jurusan Perbankan dan Keuangan. Pengalaman tinggal di Australia inilah yang turut membekalinya dalam penulisan ‘Melbourne Rewind’.

“Sebelumnya saya kuliah dan tinggal selama dua tahun di Brisbane. Saya mengambil rujukan dari masa-masa saya di sana,” ungkapnya.

Uniknya, walau pernah bersekolah di Australia, Winna sendiri belum pernah mengunjungi Melbourne secara langsung.

“Meskipun belum pernah langsung mengunjungi Melbourne, saya rasa Queen Victoria Market dan Prudence amat menarik. Semoga suatu hari berkesempatan berkunjung ke sana,” harapnya.

Proses pengambilan gambar ‘Melbourne Rewind’, kata sang produser film Sunil Samtani, sebagian besar dilakukan di Melbourne.

“Kira-kira 90% syuting dilakukan di Melbourne selama hampir 12 hari. Kami bekerja sama dengan sejumlah agensi dan perusahaan di sana untuk mengatur lokasi,” jelas Sunil ketika berbicara dengan Australia Plus melalui sambungan telepon.

Winna dan Teman-Temannya
Winna Efendi (tengah, atasan biru muda) dan teman-temannya saat berkuliah di Australia.

Supplied

Ia mengatakan, lanskap populer dari Melbourne seperti Federation Square dan Stasiun Kereta Flinders St turut masuk dalam adegan film, di samping sejumlah titik lainnya seperti kampus Universitas Melbourne dan Pantai Brighton di pinggiran kota.

Ketika ditanya kapan film produksinya diputar di Australia, Sunil menuturkan, ia tengah menunggu pihak yang mau diajak bekerja sama.

“Sementara, ini (Melbourne Rewind) hanya diputar di Indonesia. Tapi kenapa tidak (diputar di Australia?). Kalau memang ada yang tertarik dan ada kesempatannya, kami siap menayangkan di sana, tapi terlebih dahulu kami dilibatkan dalam diskusi,” paparnya.

Bagi Winna Efendi, karya seni dan sastra seperti ‘Melbourne Rewind’ tak hanya mengumbar romantisme. Lebih dari itu, goresan pena dan tontonan visual bisa menjadi jembatan budaya dan memberi pemahaman di tengah masyarakat yang beragam. 

“Saya pribadi senang membaca karya Nigel Gray dan Melina Marchetta yang merupakan pengarang Australia, lalu mengenal sedikit kebudayaan dan gaya hidup di sana lewat buku mereka,” ujarnya.

Dia pun bermimpi, “Alangkah menarik jika warga Australia atau orang Indonesia yang tinggal di sana juga berkesempatan menikmati sastra dan seni Indonesia dari kacamata lokal.”