ABC

Revisi UU Warisan Aborigin Ancam Perlindungan Situs Suci

Partai Hijau mengemukakan kekhawatirannya terhadap usulan pemerintah negara bagian Australia Barat untuk mengubah UU Warisan Aborigin yang menetapkan mekanisme menentukan situs suci dan benda-benda yang harus dipertahankan.

Undang-undang ini tidak banyak diubah sejak pertama kali diperkenalkan 42 tahun yang lalu.

Salah satu perubahan yang diusulkan adalah adanya kontrol atas keputusan penting mengenai potensi dan situs warisan yang diserahkan dari komite untuk seorang CEO tunggal.

Dewan Mineral dan Energi (CME) mengatakan usulan perubahan ini akan memperbaiki efektivitas di sektor pertambangan dan energi.

Anggota parlemen dari Partai Hijau, Robin Chapple mengatakan perubahan ini akan membantu perusahaan pertambangan, namun akan sangat menodai tujuan awal dari penerbitan undang-undang tersebut sejak awal.

Dalam pengajuan revisi UU itu pada tahun 2012, CME mengaku industri pertambangan dan energi sangat frustasi dengan apa yang disebut sebagai pita merah yang menghambat sektor sumber daya energi dan mineral, padahal UU itu dinilai tidak mampu meningkatkan perlindungan terhadap warisan Aborigin sepenuhnya.

Direktur CME, Nicole Roocke mengatakan, dia yakin perubahan ini akan merampingkan proses tersebut.

"Saya pikir itu akan memudahkan semua pihak, dan saya pikir itu akan memberikan kejelasan dalam proses juga," katanya.

Menteri Urusan Aborigin Peter Collier mengatakan UU tersebut hanya membutuhkan perubahan kecil untuk memastikan warisan Aborigin di wilayahnya dapat terus dilindungi.

"Apa yang sebenarnya hendak kita lakukan adalah merampingkan proses penetapan warisan Aborigin tanpa menghapus ketegasan  yang berfungsi untuk melindungi situs tersebut," katanya.

Rancangan revisi UU itu telah dipublikasikan untuk menjaring pendapat masyarakat, namun Chapple mengatakan periode konsultasi publik yang disediakan pemerintah terlalu singkat.

"Butuh waktu beberapa pekan bagi masyarakat Aborigin untuk mendapatkan draft revisi itu, mempelajarinya, hingga akhirnya paham atas perubahan yang akan dilakukan,” ujar Chapple.

"Jadi saya melihat masyarakat tidak bisa  mempelajari banyak hal jika konsultasi publik ini digelar secara terburu-buru, apalagi  banyak komunitas aborigin tinggal di wilayah terpencil,” katanya.

"Delapan pekan waktu yang diberikan untuk konsultasi publik ini sangat tidak cukup, untuk isu seperti ini setidaknya anda memberi waktu enam bulan,” tegasnya.