ABC

Rencana Australia Cabut Kewarganegaraan Teroris Dipertanyakan

Kalangan pakar dan praktisi hukum mempertanyakan langkah Pemerintah Australia yang berencana mencabut status kewarganegaraan terpidana teroris. Langkah tersebut dipandang sebagai tergesa-gesa.

Berdasarkan aturan UU saat ini, Pemerintah Australia hanya diperbolehkan mencabut kewarganegaraan terpidana yang dijatuhi hukuman minimal enam tahun penjara.

“Kami akan menghapus persyaratan tersebut,” kata Perdana Menerti Scott Morrison, hari Kamis (22/11/2018).

Kalangan profesi hukum mempertanyakan apakah langkah tersebut penting atau proporsional.

“Hilangnya status kewarganegaraan seseorang berpotensi pada hilangnya penyelesaian administratif,” kata Ketua Dewan Hukum Australia Morry Bailes kepada ABC.

“Itu masalah serius dalam negara demokrasi seperti kita dan berpotensi mengabaikan aturan hukum,” tambahnya.

Pemerintah Australia juga ingin mengikuti jejak Inggris untuk mencegah warganya yang terlibat terorisme di luar negeri kembali ke negara itu.

Namun Dewan Hukum menilai hal itu kemungkinan melanggar kewajiban internasional Australia dengan membiarkan seseorang tanpa status kewarganegaraan.

“Kami meminta Pemerintah Federal untuk menjelaskan mengapa, tanpa perubahan apa-apa pada tingkat ancaman keamanan nasional kita, harus ada perubahan radikal seperti pencabutan kewarganegaraan seseorang,” kata Bailes.

Komite keamanan nasional parlemen saat ini juga tidak bersedia mempercepat pembahasan RUU terkait akses terhadap pesan elektronik yang terenkripsi.

Secara terpisah, kalangan jaksa negara bagian memperingatkan rencana mendeportasi warga asing yang dituduh melakukan kejahatan sebelum diadili di pengadilan, jelas tidak adil bagi yang mereka.

Mendagri minta dipercepat

Menteri Dalam Negeri Peter Dutton menyebut serangan teror Bourke Street di Melbourne dan terbongkarnya rencana penembakan massal oleh tiga terduga teroris, sebagai pertimbangan mempercepat pembahasan RUU keamanan nasional.

RUU yang akan memudahkan pihak berwajib mengakses pesan-pesan eletronik saat ini masih dibahas di komite parlemen.

Kemarin, PM Morrison menyatakan pihaknya juga akan mengajukan RUU terkait keamanan nasional lainnya yang akan memudahkan pemerintah mencabut kewarganegaraan seseorang.

Namun komite parlemen tersebut saat ini masih menjalani proses mencari masukan dan dengar pendapat publik, yang dijadwalkan berlanjut selama dua minggu ke depan.

Namun Menteri Dutton bersikukuh agara komite tersebut segera menyetujui RUU dalam dua minggu ini.

“Kita baru saja mengalami dua peristiwa penting. Mengerikan melihat situasi di Bourke Street,” kata Dutton kepada ABC.

“Saya kira prosesnya terlalu lama. Saya ingin ditangani lebih cepat. RUU kita itu sudah memadai. Kami akan mengajukannya ke parlemen,” ujarnya.

Pimpinan komite parlemen dari faksi pemerintah dan wakilnya dari faksi oposisi mengeluarkan pernyataan bersama menolak desakan Mendagri tersebut.

Dorongan untuk mendeportasi orang asing yang dihukum karena kejahatan serius juga ditanggapi kritis oleh kalangan praktisi hukum.

Departemen Dalam Negeri menyatakan semua orang asing yang sedang ditahan dan ingin pulang ke negaranya, mereka akan dideportasi meskipun belum menghadapi persidangan di Australia.

Menanggapi hal itu, para jaksa negara bagian menyatakan keprihatinan mereka melalui surat yang ditujukan ke Depdagri.

“Seorang non-warga negara akan bisa menghindari peradilan pidana – pada setiap tahapan proses itu – hanya dengan meminta dideportasi…” demikian isi surat tersebut.

“Non-warga negara bisa saja ke Australia untuk tujuan khusus melakukan tindak pidana, sadar bahwa mereka akan kebal dari penuntutan dan konsekuensinya, dengan cara membuat permintaan deportasi,” katanya.

“Hal ini jelas berpotensi menimbulkan penderitaan yang signifikan bagi korban kekerasan serius dan atau pelanggaran seksual, serta keprihatinan serius bagi warga masyarakat yang lebih luas,” demikian ditambahkan.

Kalangan Jaksa Agung negara bagian dijadwalkan bertemu dengan Jaksa Agung Australia dan diperkirakan akan membahas permasalahan ini.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.