ABC

Rayakan Ultah ke-104, Professor Ini Menyesali Usia Panjang

Akademisi dari Perth, Australia Barat, Professor Dr David Goodall mencapai usia 104 tahun hari ini. Namun dia justru tidak menyukai usianya yang panjang.

Jika bisa meminta hadiah ultah, dia justru menginginkan kematian sebagai hadiah.

“Saya sangat menyesali telah mencapai usia ini,” kata Prof Goodall. “Saya lebih suka 20 atau 30 tahun lebih muda.”

Dr Goodall menjadi perhatian internasional pada 2016 ketika, pada usia 102 tahun saat itu, universitas tempatnya bekerja memerintahkan dia mengosongkan kantornya karena dianggap menjadi risiko keamanan bagi dirinya sendiri.

Dia menentang keputusan tersebut dan setelah mendapat reaksi publik, pihak universitas membatalkannya.

Dalam beberapa tahun terakhir kondisi fisik akademisi ini terus memburuk. Demikian pula kualitas hidupnya.

David Goodall sits at an office desk behind a computer.
David Goodall di tahun 2016 saat dia berusia 102, masih bekerja di Edith Cowan University.

ABC News: Charlotte Hamlyn

Dia bermain tenis sampai usia 90 tahun. Saat itu dia memutuskan tidak bisa lagi ikut main tenis.

Dr Goodall juga bermain dalam grup teater amatiran di Perth. Namun kegiatan itu juga terpaksa dihentikan ketika penglihatannya memburuk sehingga tak bisa lagi mengemudi sendiri ke tempat latihan di malam hari.

Penglihatannya yang memburuk juga menghentikannya melakukan berbagai tugas ekerjaan akademisnya saat ini karena dia tidak bisa membaca email.

Sebagian besar koleganya sudah lama meninggal dunia.

Terjatuh

Dr Goodall masih menggunakan transportasi umum pulang-pergi ke kantornya hingga beberapa bulan yang lalu ketika dia terjatuh di apartemennya.

“Saya terjatuh ke sudut apartemen dan tidak ada yang bisa saya pegangi. Jadi saya terhuyung-huyung ke lantai,” katanya. “Saya berteriak tapi tidak ada yang bisa mendengar.”

Dia terkapar di lantai selama dua hari sampai ditemukan oleh petugas kebersihan dan dibawa ke rumah sakit. Dokter mengobatinya dan melarangnya naik transportasi umum atau bahkan menyeberang jalan sendirian.

“Saya sangat kecewa karena dibatasi, karena terkendala,” ujar Dr Goodall. “Jelas tak ada rasa hormat, sama sekali tidak ada rasa hormat.”

David Goodall is also a keen theatre actor
David Goodall suka bermain teater, namun kini tak bisa lagi.

News Video

Pekan ini Dr Goodall merayakan ultahnya yang ke-104 bersama keluarga dan teman-teman di rumah putrinya.

ABC Australia diundang untuk mengabadikan perayaan itu.

Tetapi Dr Goodall ingin menggunakan kesempatan itu untuk menyampaikan sesuatu yang lebih penting baginya daripada usianya.

Kampanye euthanasia

Dia menjadi anggota kelompok advokasi, Exit International, selama 20 tahun dan berencana menghabiskan sisa hidupnya berkampanye untuk pengesahan euthanasia sukarela di Australia Barat.

“Perasaan saya adalah bahwa orang tua seperti saya harus memiliki hak kewarganegaraan penuh termasuk hak melakukan bunuh diri dengan mendapat bantuan,” kata Dr Goodall.

“Begitu seseorang melewati tahap kehidupan usia pertengahan, dia telah membayar kembali utangnya kepada masyarakat,” katanya.

“Seseorang harus bebas menggunakan sisa hidupnya sesuai pilihannya,” jelasnya.

“Jika seseorang memilih membunuh dirinya sendiri maka itu cukup adil. Saya pikir orang lain tidak harus ikut campur,” tambah Dr Goodall.

A black-and-white archive shot of David Goodall sitting in a chair reading a book.
David Goodall di kantornya di tahun 1950-an.

Supplied: Karen Goodall-Smith

Data menunjukkan setidaknya satu warga Australia Barat penderita penyakit yang tak bisa disembuhkan atau sedang sekarat, melakukan bunuh diri setiap dua minggu.

Lebih dari separuh kasus bunuh diri dilakukan mereka yang berusia di atas 60 tahun, kebanyakan laki-laki.

Komite Parlemen Australia Barat sedang memeriksa permasalahan ini dan akan melaporkan hasilnya Agustus mendatang.

Akhir tahun lalu, Victoria menjadi negara bagian pertama di Australia yang melegalkan kematian secara sukarela dengan dibantu orang lain.

Tapi di bawah UU itu, Dr Goodall tidak akan memenuhi syarat, karena dia tidak menderita penyakit mematikan dan meskipun lemah dan hampir buta, kesehatannya sebenarnya cukup baik.

Tak takut kematian

Menyinggung masalah ini, Dr Goodall mengatakan tidak takut atau bersedih dengan kemungkinan kematiannya.

“Kenapa harus membuatku sedih?” katanya.

“Saya tidak menganggapnya suram, saya menganggapnya sebagai hal alamiah,” tambahnya.

“Seseorang hidup beberapa dekade kemudian meninggal. Itu tidak menyedihkan. Yang menyedihkan adalah jika seseorang dicegah (untuk memilih mati),” katanya.

An elderly man sits on a chair in his home with a distant expression.
Professor David Goodall mengaku memikirkan kematian tak membuatnya sedih.

ABC News: Marcus Alborn

Putri Dr Goodall, Karen Goodall-Smith, merupakan psikolog klinis yang telah membahas isu hidup dan mati ini dengan ayahnya.

“Saya dekat dengan David dan tidak menginginkan hal ini,” kata Karen.

“Tetapi pahami juga bahwa sedikit tak berharga (baginya) jika sangat bergantung pada orang lain,” katanya.

“Sejumlah pintu secara bertahap tertutup baginya kepadanya karena kondisi fisiknya,” ujar Karen.

“Dia terjebak, tidak memiliki kendali atas hidupnya sendiri, atas tubuhnya, atas penglihatannya,” ujarnya.

“Dia hidup selama 104 tahun. Apa pun yang terjadi, pilihan apa pun yang dibuat, semuanya terserah padanya,” tambahnya.

Karena bersama saudara dan anaknya bergantian merawat Dr Goodall dengan harapan bahwa dia tidak perlu masuk panti jompo.

Ketika ditanya apakah dia merayakan ultahnya dengan bahagia, Dr Goodall menjawab singkat.

“Tidak,” katanya. “Saya tak bahagia. Saya ingin mati.”

David Goodall makes a cup of tea at his flat
David Goodall hidup sendiri di apartemennya di tahun 2016.

ABC News: Laura Gartry

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.