ABC

‘Rasanya Saya Tidak Diterima’: Masalah yang Dihadapi Anak Blasteran

Di Indonesia, anak-anak dari perkawinan campur ras sering kali dianggap menguntungkan, misalnya dengan memiliki wajah unik maka memperoleh kesempatan untuk tampil di layar televisi atau film.

Namun dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga menghadapi berbagai masalah, mulai dari dianggap menipu atau mengada-ada mengenai latar belakang keluarga.

Luana 31 tahun yang tinggal di Perth, Australia Barat, memiliki ibu yang merupakan campuran Indonesia dan Belanda, sementara ayahnya campuran antara Portugal dan Timor.

Ketika orang menanyakan latar belakang etnisnya, Luana biasanya mengatakan dirinya adalah ‘Eurasian’, sebutan campuran Eropa Asia, untuk memudahkan.

“Saya merasakan campuran dalam diri saya unik dan saya belajar untuk menerimanya.”

Namun ketika masih di sekolah, Luana tidak merasa jika ia adalah bagian dari kehidupan di Australia.

“Berasal dari keluarga campuran, rasanya saya tidak diterima walau saya lahir dan dibesarkan di negeri ini, orang tidak melihat saya sebagai orang Australia.”

“Ketika saya mengunjungi keluarga di Indonesia, saya tidak dianggap sebagai orang Asia karena saya tampak berbeda dengan mereka dan saya hanya bisa tidak terlalu lancar berbahasa Indonesia.”

Barulah ketika di usia 16 tahun di kelas 10, Luana pindah ke sekolah yang lebih beragam muridnya, keadaan mulai berubah.

“Saya baru merasa seperti yang lain dan tumbuh dari keluarga campuran Eropa-Asia.”

“Saya mulai bisa mengerti dan memahami budaya lain yang ada di sekeliling saya. Saya akhirnya merasa diterima sebagai seseorang yang memiliki ras campuran.”

Dianggap berbohong atau mengada-ada

Masalah yang dihadapi anak-anak dari keluarga campuran adalah kadang mereka tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan salah satu orang tua mereka.

Salah seorang yang mengalami masalah tersebut adalah Winston yang berusia 13 tahun.

Menurut ibunya, Nama, ketika Winston pindah sekolah tahun lalu, putranya tidak mau menceritakan kepada teman-temannya bahwa ibunya berasal dari India.

Sebagai anak dari pernikahan campur budaya, Winston sama sekali tidak memiliki penampakan seperti berasal dari India.

Nama mengatakan mereka kadang dianggap tidak memiliki hubungan keluarga sama sekali.

Kadang putranya Winston dituduh berbohong atau mengada-ada, ketika dia mengatakan bangga dengan budaya India dalam keluarganya.

Dengan semakin banyak keluarga yang melakukan pernikahan antar etnis, bagaimana membantu anak-anak untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalma kehidupan sehari-hari?

1. Ajari anak-anak untuk bangga dengan latar belakang mereka

Emmy yang berlatar belakang budaya Belanda dan suaminya Sabir asal India sangat bangga dengan istilah buat mereka yaitu ‘Windians’, berasal dari kata White (kulit putih) dan India, istilah yang mereka gunakan untuk menjelaskan latar belakang pernikahan mereka.

Mereka berharap istilah itu akan membuat anak-anak mereka bangga dan menjelaskan kepada siapa saja bila mereka menghadapi pertanyaan.

“Kami selalu mengajari anak-anak kami jika mereka berasal dari Australia, namun Papa mereka berasal dari India, jadi mereka setengah India. Mereka senang mengulang-ulang hal tersebut kepada siapa saja.”

Emmy berharap anak-anak dari pernikahan campur etnis akan bangga dengan diri mereka sendiri.

“Keinginan terbesar saya adalah mengajari anak-anak saya bertahan diri, jadi ketika mereka menghadapi situasi yang tidak mengenakkan, mereka bisa berdiri teguh dan menjelaskan kepada orang-orang di sekeliling siapa mereka.”

Emmy, suaminya Sabir dan ketiga anak mereka.
Emmy, suaminya Sabir dan ketiga anak mereka.

Foto: Supplied

2. Jelaskan jika orang lain mungkin akan menduga-duga

Emmy mengatakan penting sekali mempersiapkan sejak dini jika orang lain akan membuat asumsi dan menduga-duga mereka berasal dari satu etnis saja.

“Orang bisa saja menduga, namun saya ingin mengajari anak-anak saya jika jangan sampai dugaan itu mempengaruhi mereka,” katanya.

3. Mereka tidak harus memilih salah satu etnis saja

Menurut Nama ia mengatakan kepada putranya Winston jika tak ada masalah terlahir dari orangtua berbeda etnis.

Dia tidak harus memilih dan kalaupun dia memilih bukan berarti ia mengkhianati salah satu orang tua.

Luana yang berketurunan Indonesia-Belanda juga mengatakan kita tidaklah perlu membuat pernyataan terbuka untuk “meresmikan” latar belakang kita, meski kadang masyarakat memberi tekanan.

“Australia begitu beragam sekarang ini, jadi mereka yang memiliki budaya campuran ada dimana-mana,” katanya.

“Anda bisa menjadi diri Anda sendiri, tanpa perlu penjelasan kepada siapa pun, atau pengakuan dari orang lain soal Anda.”

4. Mereka tidak harus melakukan apa yang diharapkan orang lain

Menurut Nama, dia mengatakan kepada putranya bahwa apapun latar belakang etnis mereka, dia tidak harus merasa kurang diterima dibandingkan yang lain.

Jadi kalau ada yang tidak menerima soal identitas mereka itu salah mereka.

Oleh karena itu, menurut Nama, putranya Winston sekarang tidak lagi berusaha “menyembunyikan” fakta bahwa ibunya adalah berasal dari India.

Nama juga menganjurkan Winston untuk menggunakan istilah ‘Windian’ untuk menjelaskan latar belakang keluarga dan itu sekarang membuatnya bangga.

Luana setuju menyiapkan jawaban saat ditanya orang lain akan bisa membantu semua pihak mengerti.

“Sering kali timbul suasana kikuk, kalau kita harus memperbaiki kesalahan pendapat orang lain, jadi penting sekali berani berbicara, dan tidak harus merasa kita harus dianggap sebagai orang lain hanya berdasarkan penampakkan kita.” kata Luana.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dan lihat artikelnya dalam bahasa Inggris di sini

Achamd Andika