ABC

Rasa Cemas Ganggu Hubungan Emosi Ibu dan Bayi

Wanita yang menderita kecemasan dan merasa tidak aman dalam hubungan dekat mereka lebih berpotensi memiliki masalah hubungan emosi atau ikatan batin dengan anak-anak mereka.

Kesimpulan ini terkuak dalam penelitian yang dilakukan oleh Profesor Valsamma Eapen dari Fakultas Psikologi Universitas New South Wales yang dimuat dalam jurnal PLos ONE.
 
Menurut Eapen temuan ini bermanfaat untuk mengidentifikasi calon ibu yang bisa terbantu dengan mengikuti terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan hubungan dengan bayinya.
 
"Kecemasan akibat pemisahan bayi dengan ibunya bisa menjadi gejala klinis penting untuk melihat lebih dekat dan melakukan intervensi yang tepat," kata Eapen.
 
Umum diketahui kalau hubungan seorang manusia dengan orang tuanya dapat mempengaruhi hubungan dengan anak-anak mereka sendiri di kemudian hari.
 
Misalnya, wanita yang gagal memiliki hubungan yang  baik dengan ibu mereka sendiri, akan melahirkan perasaan tidak aman dalam hubungannya dengan ibunya dan mereka lebih cenderung memiliki masalah ihubungan emosional dengan anak-anaknya sendiri.
 
Eapen menyakini kalau  "hormon cinta" oksitosin berperan penting dalam siklus sebuah generasi.
 
“Ketika seorang ibu memeluk bayinya sambil bermain atau mendekapnya dalam kenyamanan, maka tingkat oksitosin keduanya akan meningkat dan itu akan memicu sistem penghargaan pada bagian otaknya. 
 
"Anda bisa menjadi  sangat senang dan tergelitik,” katanya.
 
Kondisi ini akan melahirkan dorongan bagi ibu untuk semakin banyak mencurahkan perhatian dan kasih saying kepada anak dan itu membantu meningkatkan ikatan batin yang positif dan mengamankan keterikatan antara bayi dan ibunya.
 
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pengalaman semacam itu pada usia dini anak sangat berperan penting dalam mengaktifkan pengembangan sistem oksitosin anak.
 
Sehingga tanpa sistem oksitosin yang bekerja dengan baik, maka tidak akan muncul kesenangan dan sistem penghargaan yang mendorong  seseorang ingin memeluk dan menciptakan ikatan yang baik, dan dengan kondisi ini maka kurangnya ikatan kedekatan antara ibu dan akan akan  ditransmisikan dari generasi ke generasi.
 
Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan orang yang tidak memiliki ikatan baik dengan orang tua mereka pada anak usia dini cenderung memiliki tingkat hormone oksitosin lebih rendah, begitu juga dengan orang-orang yang tidak punya ikatan baik dengan anak-anak mereka juga cenderung memiliki tingkat  oksitosi yang rendah.
 
Dan faktanya banyak ibu yang beresiko memiliki ikatan batin yang buruk dengan anak-anak mereka tetapi sulit untuk mengidentifikasi gejalanya.
 
Eapen tertarik meneliti apakah ada gejala tertentu yang bisa mengingatkan pakar kilnis mengenai resiko tersebut.
 
Dikatakannya sejumlah bukti menunjukan seorang wanita yang memiliki hubungan yang tidak aman dengan ibunya tampaknya memiliki gejala kecemasan pemisahan, dengan kondisi dimana orang menjadi cemas dan tidak merasa aman ketika berada jauh dari orang-orang dekatnya.
 
Eapen dan koleganya tengah melakukan studi yang hendak meneliti kaitan antara oksitosin, ikatan batin dan kecemasan pemisahan.
 
Studi ibu dan anak
 
Eapen dan koleganya juga meneliti 100 ibu yangt tengah menanti kelahiran anaknya – setengah dari mereka memiliki gejala kecemasan karena pemisahan – yang level oksitosinya diukur sebelum dan sesudah 3 bulan melahirkan.
 
Eapen and colleagues menemukan kalau wanita yang memiliki kadar oksitosin tinggi memiliki angka tertinggi untuk kecemasan pemisahan dan tampaknya memiliki hubungan yang tidak aman dengan orang tua mereka sendiri. 
 
Wanita tersebut cenderung tidak merasa percaya terhadap hubungannya dengan orang lain, dan tidak juga memiliki ikatan batin yang bagus dengan anaknya yang baru dilahirkan.
Mereka  juga kurang percaya diri dalam hubungan mereka dengan orang lain, tidak memiliki ikatan emosi dengan bayi mereka, dan terkadang lebih membenci bayi yang dilahirkannya.
Eapen menekankan ada banyak faktor yang berbeda yang mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain. 
"Hanya karena Anda memiliki ibu yang mengalami kesulitan, bukan berarti 100 persen Anda akan memiliki masalah ikatan dengan anak Anda sendiri."