ABC

Raja William IV Sebenarnya Inginkan Perjanjian dengan Aborijin

Negosiasi perjanjian antara negara bagian Australia Selatan dengan masyarakat aborijin merupakan perintah Raja Inggris William IV yang belum terlaksana.

Demikian disampaikan Daryle Rigney, pakar isu-isu pribumi pada Flinders University, dalam wawancara dengan ABC.

Perintah raja Inggris tahun 1830 hingga 1837 ini terkait pembentukan Australia Selatan dan mencakup “perintah tegas mengenai perlunya perjanjian dan negosisasi di dalamnya”.

“Namun hal itu tidak dimasukkan,” katanya Rigney.

Pakar yang keturunan aborijin suku Ngarrindjeri ini mengatakan perjanjian tersebut akan mengatur hubungan orang aborigin dan Pemerintah Negara Bagian.

“Ini urusan yang belum selesai bagi Ngarrindjeri dan masyarakat Australia Selatan lainnya,” tambahnya.

Menteri Utama Australia Selatan Steven Marshall membatalkan upaya yang pernah dilakukan pemerintahan sebelumnya untuk merundingkan perjanjian ini.

Padahal pemerintahan Partai Buruh di negara bagian itu sebelumnya telah menandatangani perjanjian dengan penduduk Narungga di Semenanjung York sebagai langkah awal.

Sebaliknya Marshall malah menjanjikan kerjasama dengan masyarakat untuk hal-hal praktis di bidang ekonomi, keadilan, kesehatan dan pendidikan.

“Saya percaya bahwa kita harus menemukan cara praktis untuk mendukung masyarakat aborigin,” kata Marshall.

Diblokir pada tahun 1840

Surat Perintah Raja bertahun 1836 mengenai pembentukan Australia Selatan di antaranya berbunyi:

“Harus selalu dipastikan bahwa isi yang terkandung dalam Surat Perintah kami, tidak ada yang akan mempengaruhi atau ditafsirkan mempengaruhi hak-hak setiap penduduk asli Aborijin dari provinsi tersebut, baik untuk pekerjaan atau kesenangan mereka sendiri atau keturunan mereka atau tanah yang sekarang mereka tempati atau nikmati.”

Letters Patent for establishing the province of South Australia
Surat Raja William IV yang memerintahkan pembentukan Propinsi Australia Selatan.

Website: State Government, via State Records of SA, GRG2/6

Dr Robert Foster, kepala unit sejarah di University of Adelaide, mengatakan bahwa Surat Perintah ini mengakui hak orang aborijin atas kepemilikan tanah meski tidak dengan sendirinya mengingat sebagai sebuah perjanjian.

Di era kolonial, katanya, negosiasi dilakukan antara komisioner kolonial dan kantor kolonial.

“Hal itu tidak diselesaikan sampai tahun 1840, ketika Gubernur George Gawler menyatakannya tidak bisa dimasukkan dalam negosiasi atau perjanjian dengan orang aborijin meski mereka akan menguasai tanah yang dipercayakan pada mereka,” jelasnya.

“Model memberikan kepercayaan menguasai tanah ini yang kemudian menjadi kebijakan koloni di seluruh Australia,” tambah Dr Foster.

Menurut Rigney, perjanjian dengam masyarakat aborijin bermakna sebagai upaya membangun hubungan baru dengan negara bagian.

“Saya kira perlu adanya perjanjian di tingkatan berbeda, karena setiap tingkatan pemerintahan memiliki kewenangan yang berbeda pula,” jelasnya.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.