Raja Thailand Bhumibol Adulyadej Wafat di Usia 88 Tahun
Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, meninggal dunia di usia 88 tahun pada hari Kamis (13/10). Ia telah menduduki tahta selama lebih dari 70 tahun dan merupakan raja yang paling lama berkuasa di dunia. “Yang Mulia, meninggal dunia dengan tenang di Rumah Sakit Siriaj,” kata pihak Istana seraya menyebut bahwa Raja Bhumibol wafat tepat sebelum pukul 19.00 WIB.
Pihak Istana Kerajaan Thailand tak menjelaskan alasan kematian Raja Bhumibol.
Saat masih kanak-kanak, Bhumibol Adulyadej tak diharapkan menjadi seorang raja.
Ayahnya berada di luar garis suksesi [penerus] dan keluarga mereka tinggal di luar negeri. Bhumibol lahir di Amerika Serikat pada tahun 1927 saat ayahnya belajar di Harvard.
Mereka kembali ke Thailand ketika ia belum genap berusia dua tahun. Tapi setelah kematian mendadak ayahnya karena gagal ginjal pada tahun 1929, ibu Pangeran Bhumibol membawa keluarga mereka untuk tinggal di Swiss.
Ketika itu, paman dari Pangeran Bhumibol, yakni Prajadhipok, menjadi raja. Tapi revolusi pada tahun 1932 mengakhiri sistem pemerintahan monarki absolut di Thailand dan menurunkan Prajadhipok dari kekuasaan tertingginya.
Dia turun tahta pada tahun 1935 dan melarikan diri ke pengasingan. Tanpa pewaris, mahkota kerajaan kemudian jatuh ke kakak Pangeran Bhumibol yaitu Ananda Mahidol. Saat itu, Thailand sudah menerapkan sistem monarki konstitusional.
Pangeran Ananda baru berusia 9 tahun ketika dia mengambil alih tahta kerajaan dan masih tinggal di Swiss.
Sejumlah wali kepala negara memerintah di masa ketidakhadirannya sampai akhirnya dia kembali pulang ke Thailand setelah perang.
Tapi pada Juni 1946, dia ditemukan tewas tertembak di kamar tidurnya di Istana Kerajaan di Bangkok. Adik laki-lakinya, Pangeran Bhumibol, menjadi raja pada usia 18 tahun.
Penyebab pasti dari kematian Ananda Mahidol tidak pernah berhasil terungkap dan masih tetap menjadi sumber kontroversi.
Tiga orang pelayan Kerajaan kemudian dieksekusi atas kasus pembunuhannya. Tapi dalam wawancara dengan BBC, Raja Bhumibol mengatakan kematian [kakaknya] masih tetap menjadi misteri.
“Penyelidikan memberikan sejumlah fakta kalau dia tewas karena luka tembak di kepalanya,” katanya.
“Memang terbukti kalau itu bukan kecelakaan dan bukan juga bunuh diri, tapi tidak ada seorang pun yang tahu.”
“Apa yang terjadi masih tetap misterius karena…. tiba-tiba banyak bukti-berubah … semua orang menjadi politis. Bahkan polisi-pun turut menjadi politis.
Ketika peristiwa ini terjadi, Pangeran Bhumibol tengah berada di istana.
“Ketika saya tiba dia sudah tewas,” katanya.
“Banyak orang ingin memperbaiki, bukan teori, tapi fakta untuk menjernihkan masalah ini. Mereka tertekan. Dan mereka tertekan oleh orang-orang berpengaruh di negara ini atau dalam politik internasional.”
‘Kebencian pada pandangan pertama’ berubah jadi cinta
Kematian seorang raja menimbulkan awal kekuasaan bagi raja lainnya.
Raja Bhumibol mengambil alih tahta Kerajaan Thailand pada Juni 1946, tapi kembali ke Swiss untuk menyelesaikan studinya.
Pada tahun 1948, dia menabrakan mobilnya pada sebuah truk di Lausanne, dan kehilangan indera penglihatannya yang sebelah kanan. Dalam perjalanan menuju Paris dia bertemu dengan perempuan yang kemudian menjadi permaisurinya, Sirikit Kitiyakara, puteri dari Duta Besar Thailand di Perancis. Meski demikian hubungan mereka tidak berawal dengan mulus.
“Awalnya bagi saya, itu adalah kebencian pada pandangan pertama,” katanya kepada BBC.
“Karena dia mengatakan dia akan tiba pukul 4:00 sore. Tapi dia tiba pukul 7:00 malam, membuat saya menunggu, mempraktekan cara membungkuk kepada raja berulang-ulang. Jadi awalnya ini merupakan benci pada pandangan pertama.”
Namun kebencian berubah menjadi cinta dan bulan April 1950, di Bangkok, seminggu sebelum King Bhumibol diangkat menjadi raja, Sirikit diangkat menjadi Ratu.
Ini juga menjadi awal dari kecintaan panjang mereka dengan warga Thailand dan yang lainnya.
Di tahun 1960, mereka melakukan perjalanan keliling dunia selama enam bulan. Raja dan Ratu adalah pasangan yang serasi yang suka bepergian.
Raja Bhumibol juga adalah penggemar musik jazz dikenal dengan sebutan “Swinging King of Siam”.
Di masa mudanya, Ratu Sirikit pernah masuk sebagai salah satu dari 10 wanita di dunia yang memakai busana terbaik. Dia tidak pernah mengenakan baju yang sama dua kali dalam acara kerajaan, menurut majalah Australian Women’s Weekly di tahun 1962.
Di tahun itu, mereka melakukan perjalanan di Australia selama 19 hari, mengunjungi seluruh ibukota negara bagian, dan mendapat penggemar baru termasuk Perdana Menteri Australia ketika itu Robert Menzies.
"Senang sekali, sebuah kesempatan yang baik selama dua atau tiga hari di Canberra, untuk mendapatkan pesona anda yang berpindah ke kami, yang akan kami bawa sebagai kenangan yang indah." kata Menzies ketika itu.
Sejak awal kekuasaannya, Raja Bhumibol sudah dilihat sebagai tokoh setengah dewa, yang mewarisi nilai-nilai Buddha.
Dia dipuja sebagai tokoh yang memperjuangkan orang miskin, dan dilihat sebagai tokoh yang bisa membawa kestabilan dan persatuan, di sebuah tengah yang selama berpuluh tahun dilanda banyak perubahan.
Sejak tahun 1932, Thailand sudah mengalami 20 kudeta, percobaan kudeta, pemberontakan, dan krisis konstitusional lainnya.
Di tengah semua itu, Raja Bhumibol tetap menjadi tokoh yang dicintai rakyat Thailand, karena memodernkan kerajaan dan menghidupkan kembali tradisi lama.
Mungkin karena dilahirkan bukan sebagai raja, dia harus berusaha mendapatkan rasa hormat dari rakyat.
"Ini bukan hak yang diwariskan." kata mantan Perdana Menteri Thailand, Anand Panyarachun.
“Ini bukan sesuatu yang diberikan kepadanya oleh ayahnya atau kakeknya. Karena itu, dia tidak dilahirkan sebagai raja. jadi dia harus bekerja untuk mendapatkan penghormatan dan dia sangat berhasil.”
Selama hampir 70 tahun, Raja Bhumibol mendapatkan penghormatan dan kecintaan mendalam dari rakyatnya.
Kebanyakan warga Thailand tidak pernah hidup di bawah kekuasaan raja yang lain. Wajahnya terpampang di mata uang kertas dan juga koin Thailand.
Gambarnya dipasang di kantor dan sekolah di seluruh negeri. Banyak warga Thailand memasang foto raja di rumah atau di mobil mereka.
Lagu resmi kerajaan masih dimainkan di bioskop sebelum pemutaran sebuah film.
Kekuasaan yang bukannya tanpa kontroversi.
Sebagai balasannya, Raja Bhumibol menunjukkan kecintaan yang sama kepada rakyatnya. Dia sering melakukan perjalanan keliling Thailand, melihat berbagai proyek pertanian dan masalah pedesaan lainnya.
Dia mendapatkan rasa hormat baru di awal tahun 1990-an, ketika terjadi kudeta lagi yang menyebabkan pertikaian mematikan antara militer dan pegiat pro demokrasi.
Sama seperti krisis lainnya, dia memiliki kekuasaan untuk memanggil pihak yang bertikai dan memberikan wejangan dan menghentikan pertumpahan darah.
Namun masa kekuasaannya bukan tanpa kontroversi. Di tahun 2003, Raja Bhumibol mendukung perang melawan narkoba yang menyebabkan kematian sekitar 2000 orang.
Kelompok hak asasi manusia menyerang kampanye kekerasan yang didukung negara itu dan meminta PBB melakukan penyelidikan. Namun masalah itu tidak mengurangi rasa cinta rakyat terhadap raja.
Di tahun 2006 di peringatan 60 tahun dia bertahta, dan di tahun berikutnya ketika raja merayakan ulang tahun ke80, rakyat dengan jelas menunjukkan rasa hormat mereka di depan umum.
Massa rakyat mengenakan baju berwarna kuning yang terinspirasi oleh warga di Thailand untuk hari Senin, hari dimana raja dilahirkan. Ini kemudian menjadi simbol protes pendukung kerajaan terhadap perdana menteri ketika itu Thaksin Shinawatra dan pendukungnya yang memakai baju merah.
Ketika Thaksin digulingkan di tahun 2006 lewat kudeta militer, banyak yang beranggapan kudeta itu mendapat restu raja.
Bahkan kudeta terbaru – yang membuat militer kembali berkuasa di bulan Mei 2014 dilihat banyak orang sebagai usaha mengontrol kerajaan dan penerusnya, dan juga kekayaan mereka, di saat Thailand mungkin akan mengalami kekosongan kekuasaan.
“Ini adalah masalah siapa yang berkuasa ketika pergantian raja terjadi.” kata Ernest Bower, penasehat senior di Pusat Kajian Strategis dan Internasional Amerika Serikat.
"Ini seperti permainan yang disebut musical chair. Ketika musik berhenti – ketika raja meninggal – siapa yang berkuasa akan bisa menentukan langkah berikutnya." katanya kepada CNBC News beberapa bulan setelah kudeta terjadi.
Kudeta itu menggeser sisa terakhir dari pemerintahan Yingluck Shinawatra – adik perempuan dari PM yang juga sebelumnya digulingkan Thaksin – yang banyak dilihat sebagai perpanjangan tangan dari kakaknya yang memerintah dari pengasingan di luar negeri.
Salah seorang pengamat Thailand yang sudah lama, wartawan Andrew Macgregor Marshall, menulsi di harian Australian Financial Review di tahun 2014 bahwa Thaksin dilihat sebagai ancaman bagi para elit Thailand – para birokrat kerajaan, para taipan dan jenderal yang memiliki pengaruh besar di belakang layar.
“Thailand berulang kali menulis kembali konstitusi yang secara khusus menyebut bahwa ketika raja yang sekarang meninggal, penggantinya harus secara resmi diangkat oleh parlemen.” tulisnya.
"Untuk memiliki kesempatan menyabotase pergantian raja, para elit mapan di Thailand harus bisa memastikan bahwa mereka menguasai parlemen ketika kekuasaan Bhumibol berakhir."
Wafatnya meninggalkan kekosongan mendalam, masa depan tidak menentu
Raja Bhumibol sebelumnya sudah mengangkat putra satu-satunya Vajiralongkorn sebagai pewarris tahta.
Namun putra mahkota ini tidak populer ataupun dihormati seperti ayahnya dan banyak warga Thailand menghendaki putri kedua kerajaan Sirindhorn — yang menurut beberapa orang memiliki wajah seperti raja – untuk mengganti ayahnya.
Marshall mengatakan Pangeran Vajiralongkorn sudah lama tidak disukai oleh para elit kerajaan, yang takut dia nantinya akan menjadi raja. Dia juga dilihat sebagai sekutu dekat Thaksin.
"Thaksin mendekatkan diri ke putra mahkota, dan berencana menjadi penentu siapa yang akan menjadi raja ketika Bhumibol meninggal." tulis Marshall.
“Sebuah elit baru tampaknya akan menggantikan elit lama dengan Thaksin dan Vajiralongkorn mendapatkan supremasi keuangan dan politik karena dukungan dari kelas bawah dan juga elit kerajaan.
Perbincangan mengenai keluarga kerajaan sangat tabu untuk dilakukan. Thailand memiliki salah satu hukuman terberat mengenai hal ini yang disebut sebagai lese mejeste.
Di bawah UU Pidana Thailand, mereka yang ditemukan bersalah memburukkan nama, mencaci atau mengancam raja atau pewaris tahta bisa dikenai hukuman sampai 15 tahun penjara.
Banyak yang sudah menjadi korban termasuk warga Australia. Hanya mereka yang berani atau yang bodoh saja yang berani membicarakan masalah pewarisan tahta, bahkan sekarang setelah raja meninggal.
Satu hal yang jelas, siapapun yang menjadi Raja Thailand berikutnya akan mewarisi kekayaan besar yang diperkirakan antara 30 sampai 40 miliar dolar, dan dipandang sebagai salah satu keluarga kerajaan terkaya di dunia.
Raja Bhumibol sudha menghabiskan sebagian besar waktunya selama dua tahun terakhir di rumah sakit karena berbagai penyakit termasuk masalah jantung, pernapasan yang tidak teratur, dan tekanan darah tinggi.
Dalam tahun-tahun terakhir, Raja sudah jarang muncul di depan publik, ataupun memberikan pidato, karena kesehatannya memburuk. Dia muncul di Istana Kerajaan 11 Januari lalu, namun sudah tidak berbicara di hadapan publik selama beberapa bulan.
Rasa hormat kepada raja ini tidak menunjukkan tanda-tanda berkurang, bahkan setelah wafatnya raja.
Ratusan ribu orang diperkirakan akan mengikuti upacara pemakaman dengan masa perkabungan nasional diperkirakan berlangsung selama beberapa bulan.
Meninggalnya raja meninggalkan kekosongan yang mendalam dan masa depan yang tidak menentu.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterjemahkan dan diterbitkan: 20:00 WIB 13/10/2016 oleh Iffah Nur Arifah dan Sastra Wijaya.