ABC

Puasa Tapi Tambah Gemuk, Minuman Manis Rusak Kesehatan Biksu

Pakar gizi di Thailand memperingatkan puasa harian para biksu di negara itu justru membuat mereka tambah gemuk terutama karena minuman manis modern.

Angka terbaru menunjukkan 48 persen dari biksu itu mengalami obesitas dan lebih dari 10 persen menderita diabetes.

“Banyak dari mereka yang mengalami obesitas atau memiliki masalah dengan lutut atau kaki mereka,” kata Phra Sajjayanoe (34 tahun) yang cuti dari bisnis perbaikan sepedanya untuk menjadi seorang biarawan selama beberapa minggu.

“Beberapa biarawan menderita diabetes dan kakinya diamputasi. Jadi mereka tidak bisa berjalan.”

Seorang pria berambut pendek dan kacamata dalam jubah safron mengepit mangkuk besi besar dengan kedua tangannya.
Prah Sajjayanoe, 34 tahun, cuti dari bisnis perbaikan sepeda untuk menjadi biarawan selama dua minggu.

ABC: Liam Cochrane

Ketika para peneliti mendalami kebiasaan diet para biksu, mereka awalnya bingung.

Mereka menemukan total asupan kalori para biarawan (1.350) hampir sama dengan populasi umum laki-laki Thailand di Bangkok (1.500).

“Ketika kami lebih mendalami penelitian tentang ini, kami kaget. Masalahnya justru ada pada minumannya,” kata ahli nutrisi Jongjit Angkatavanich, dari Departemen Nutrisi dan Diet Universitas Chulalongkorn.

Para biksu dilarang makan setelah tengah hari, tetapi banyak yang menyesap minuman manis untuk menjaga energi mereka.

“Dalam agama Buddha kita menyebutnya panna, terminologi pali untuk minuman yang diizinkan bagi para biksu untuk dikonsumsi setelah tengah hari,” kata Jongjit.

“Tapi sekarang ini jenis minuman yang ditawarkan kepada para biarawan sudah berubah, mulai dari soda, minuman manis.”

Dia membandingkan masalah obesitas para biarawan Thailand dengan remaja Amerika yang dibesarkan dengan makanan cepat saji dan minuman ringan.

Seorang perempuan berjas tersenyum sambil memegang pita pengukur.
Jongjit Angkatavanich, dari Chulalongkorn University memegang pita pengukur yang dirancang bagi para biksu untuk memeriksa lingkar pinggang mereka.

ABC: Liam Cochrane

Nasi merah dan ikat pinggang khusus

Masalah lain, kata Jongit, adalah kualitas makanan yang disumbangkan kepada para biarawan.

Secara tradisional, para biksu dan samanera meninggalkan kuil mereka menjelang fajar dan menyusuri jalanan menerima makanan dengan mangkuk khusus.

Dukungan masyarakat terhadap kuil lokal mereka tumbuh subur, bahkan di ibukota.

“Saya biasanya memberi saus pedas dan sayuran, tapi bukan kari atau makanan berminyak,” kata Somwong Palakawong sambil mengaduk sendok kembang kol dan brokoli ke dalam kantong plastik kecil dan menuangnya ke dalam mangkuk para biarawan.

“Saya tidak akan memberi pencuci mulut yang manis karena itu akan membuat mereka gemuk,” kata Somwong.

Sekelompok kecil biarawan berkumpul di sekitarnya dan mengucapkan berkat singkat.

Ini adalah adegan yang lumrah terlihat di seluruh negeri, memberi makan lebih dari 120.000 biarawan di seluruh Thailand.

Sejumlah orang duduk sambil memilah beragam makanan yang dikemas dalam kantong plastik.
Pendeta dan biksu pemula memilah makanan sumbangan, menyimpan makanan untuk makan siang yang agak pagi dan minuman untuk puasa sore.

ABC: Liam Cochrane

Tetapi tidak semua penyumbang makanan sama telitinya dengan Somwong.

“Beberapa makanan terlalu banyak MSG yang menyebabkan penyakit dan kegemukan,” kata biarawan Phra Sajjayanoe.

"Kadang-kadang nasi dan kari sudah basi … atau ada jamur di makanan penutup."

Salah satu penjelasan untuk makanan busuk adalah kelebihan sumbangan kadang-kadang dijual kembali ke toko-toko lokal, yang mungkin menjualnya kembali keesokan harinya, dan berikutnya.

“Mereka yang menjual makanan untuk tujuan khusus ini harus menyadari bahwa mereka adalah penyumbang utama kesehatan biarawan itu,” kata Jongjit.

Timnya telah menerbitkan resep sehat yang mudah disiapkan umat Buddha di rumah untuk diberi di jalan.

Dia menyarankan menu nasi merah, sayuran dan protein.

Seorang biksu tua berjubah safron di ruangan dengan bunga dan patung Buddha kecil.
Biksu berusia 90 tahun Prah Samusupan mengatakan pengaturan adalah kunci untuk makan sehat.

ABC: Liam Cochrane

Para biksu mengatakan pada para peneliti bahwa mereka sering tidak menyadari bertambah gemuk karena jubah mereka yang longgar.

Jadi sabuk tradisional biksu diadaptasi dengan simpul untuk mengingatkan para biksu garis pinggang mereka harus – diatur 85 cm (ukuran 33).

Beberapa biksu telah berhasil menghindari perangkap modern kehidupan biara, tetap ramping dan hidup jauh di atas rata-rata harapan hidup orang Thailand.

“Para biksu harus makan dalam jumlah yang tepat, tidak terlalu banyak,” kata Phra Samusupan, 90 tahun, yang menghindari makanan pedas.

“Makan makanan yang mudah dicerna dan olahraga sangat penting … [dan] jangan stres.”

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.