ABC

PSI dan PDIP Bersaing Ketat Raih Suara Terbanyak di Australia

PPLN Sydney telah mengumumkan hasil perolehan suara sementara untuk pemilihan legistlatif, Kamis siang (18/04). Hasilnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendapat perolehan suara paling banyak.

PSI mendapat 4.204 suara dan bersaing ketat dengan Partai Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI-P), yang memperoleh 3.821 suara.

Dari 22 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada di Sydney, keduanya saling bergantian mendapat perolehan suara terbanyak.

PSI juga masuk dalam tiga besar partai dengan perolehan suara terbanyak di kota-kota besar lainnya di Australia, seperti di Melbourne.

Sementara suara Joko Widodo dan Ma’ruf Amin yang didukung PSI menyapu bersih hampir seluruh TPS di Australia dan unggul telak dari pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Namun di Jakarta, beberapa saat setelah quick count dilakukan, PSI mengakui kekalahannya dalam pemilu 2019 lewat Ketua Umumnya.

“PSI mendapat 2%, dengan itu PSI tidak akan berada di Senayan lima tahun ke depan,” ujar Grace yang juga diunggah di situs resmi PSI.

Di jejaring sosial, pengakuan kekalahan PSI mendapatkan banyak pujian dari berbagai pihak, termasuk dari sejumlah pengamat di Australia.

Tetap perjuangkan suara rakyat

Norman Lianto
Norman Lianto, Kader PSI yang pernah kuliah dan bekerja di Melbourne

Foto: Koleksi pribadi

Menanggapi hasil yang unggul di Australia namun kalah memperoleh kursi di Senayan, PSI mengatakan kepada ABC jika mereka tidak merasa sedih, karena menang dan kalah sebenarnya bukan menjadi tujuan.

“Yang penting 01 menang dan kita semua sudah dewasa, tidak marah, dan menerima kekalahan,” ujar Norman Lianto, kader PSI yang pernah kuliah dan bekerja di Melbourne.

PSI juga menjadi salah satu partai yang cukup aktif di jejaring sosial media, seperti Facebook yang hingga kini pengikutnya mencapai 3,1 juta orang.

Norman menegaskan bahwa dalam berpolitik harus memiliki sikap kedewasaan dan inilah yang mereka ingin ajarkan kepada pada calon legislatif dan kader lainnya.

Lulusan Monash University dan Holmes Institute Melbourne ini mengaku jika ia meninggalkan pekerjaan dan kehidupannya di Australia hanya untuk membantu PSI.

“Partai ini adalah partai yang benar-benar tidak pernah menanyakan agama dan ras saya apa,” ujarnya saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.

Ia mengaku perjuangan akan terus dilanjutkan karena ada beberapa anggota PSI yang bisa mewakili rakyat di daerah lewat DPRD.

“Ini akan kami buktikan bahwa kami memiliki pengawasan yang ketat kepada anggota kami yang duduk disana.”

Saat ditanya apakah partainya langsung mempersiapkan strategi untuk pemilu 2024 mendatang, Norman mengatakan akan tetap mendukung putra-putra terbaik Indonesia.

“Jokowi dan Ahok menjadi inspirasi berdirinya partai kami dan kami dibentuk karena sama-sama menentang intoleransi dan korupsi.”

Di Indonesia, PSI dilaporkan pernah menuai beberapa kontroversi, seperti menolak perda berlandaskan agama, menolak praktik poligami, serta anjuran mengucapkan Natal kepada seluruh anggota, kader, pengurus, dan caleg PSI.

Ikuti berita-berita lainnya dari seputar pemilu Indonesia di Australia hanya di ABC Indonesia.