ABC

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang Didanai China Dilanda Masalah Baru

Kementerian Perhubungan Indonesia dan tiga konsultan yang terlibat dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dibiayai oleh konsorsium dari China mengatakan operasi kereta tersebut yang dijadwalkan bulan Agustus mungkin tidak akan bisa dilakukan.

Demikian isi dari dari dokumen internal yang dilihat wartawan kantor berita Reuters.

Proyek prestisius yang didukung oleh Presiden Joko Widodo dan merupakan bagian dari Inisiatif Belt dan Road (BRI) dari China adalah proyek pembangunan jalur kereta api sepanjang 142 km yang menghubungkan ibu kota Jakarta dengan ibu kota provinsi Jawa Barat senilai US$7,3 miliar.

Sejauh ini proyek tersebut sudah terlambat empat tahun dari jadwal semula dan terjadi pembengkakan anggaran sebesar US$1,2 milar dari dan awal.

Semula proyek ini akan diresmikan sebagai bagian dari perayaan Ulang Tahun Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus.

Menurut para pengamat politik bila terjadi penundaan peresmian proyek yang merupakan bagian penting dari proyek BRI yang didanai China di kawasan Asia Tenggara akan berdampak pada partai pemerintah saat ini Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P) menjelang pemilu tahun 2024.

"

"Penundaan lebih jauh hanya akan menjadi amunisi bagi pihak oposisi untuk menyerang," kata Teuku Rezasyah pengamat masalah hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran sambil menambahkan juga akan memperburuk citra China dalam soal kemampuan membangun dan menyelesaikan proyek di kawasan.

"

Sebuah dokumen setebal 48 halaman yang dilihat Reuters menunjukkan bahwa beberapa bulan sebelum peresmian proyek di bulan Agustus, proyek ini dilanda masalah baru, dengan mereka yang terlibat dalam proyek tersebut menginginkan adanya sertifikat kelayakan beroperasi didapatkan terlebih dahulu meski pembangunan stasiun ada yang belum selesai.

Dalam laporan tanggal 14 Mei berjudul "Progres Update", Kementerian Perhubungan Indonesia, dan lembaga konsultan Mott MacDonald, PwC dan  perusahaan firma hukum lokal Umbra mengusulkan agar operasi komersial kereta dimulai bulan Januari 2024.

"Ada kemungkinan target operasi komersial di bulan Agustus tertunda menunggu penyelesaian seluruh pembangunan sampai 31 Desember," kata laporan yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Perombakan keuangan di perusahaan BUMN PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) – yang terlibat dalam pembangunan proyek tersebut juga menimbulkan masalah dengan perusahaan tersebut belum menerima pembayaran sebesar US$381,75 juta, demikian menurut dokumen internal lainnya.

Sekretaris Korporasi WIKA Mahendra Vijaya mengatakan BUMN tersebut masih memiliki kemampuan keuangan untuk menyelesaikan tugas mereka namun meminta kepada konsorsium untuk membayar atas kerja yang sudah mereka lakukan.

Menurut dokumen lain ber tanggal 18 Mei, Indonesia sedang berunding dengan China untuk mendapatkan tambahan utang sebesar US$560 juta dengan meminta bunga 2,8% untuk porsi utang dalam mata uang yuan, sementara China Development Bank (CDB) menawarkan pinjaman dengan bunga 3,46%.

Kemungkinan penundaan ini dan rincian lain yang terangkum dalam dua dokumen tersebut sebelumnya belum pernah dilaporkan.

Septian Hario Seto seorang pejabat senior di Kementerian Investasi mengatakan perundingan mengenai utang terus berlangsung dengan CBD, dengan fokus pada suku bunga pinjaman.

Dia menambahkan bahwa kereta cepat ini akan memulai uji coba dengan penumpang yang tidak membayar di pertengahan Agustus dengan penumpang  mulai membayar di bulan September dan pengerjaan stasiun yang belum rampung akan diselesaikan bulan November.

PwC menolak memberikan komentar, konsorsium dukungan China PT KCIC, Mott MacDonald, Umbra, CDB dan Kedutaan China di Jakarta tidak memberikan jawaban ketika dimintai komentar.

Penundaan dan keraguan akan proyek

Utang baru diperlukan untuk membiayai pembengkakan dana proyek sebesar US$1,2 miliar.

PT KCIC mendapatkan proyek ini di tahun 2015 setelah memenangkan tender dengan pembiayaan lebih rendah dibandingkan usulan dari Jepang dan proyek ini semula direncanakan akan selesai di tahun tahun 2019.

Namun proyek tertunda karena masalah kepemilikan lahan, juga pertanyaan mengenai dampak ekonomi dan kemudian pandemi COVID-19.

Penundaan dan pembengkakan biaya bukanlah hal yang aneh berkenaan dengan proyek kereta cepat di mana pun termasuk di negara-negara Barat.

Menurut seorang pejabatnya tahun lalu, PT KCIC memperkirakan investasi mereka akan "balik modal" dalam waktu 40 tahun, dua kali lebih lama dari perkiraan semula.

 Menurut PT KCIC, tiket satu kali jalan untuk naik kereta cepat tersebut adalah Rp 350 ibu, hampir 25 persen dari pendapatan mingguan warga Indonesia.

Perjalanan antara Jakarta Bandung ini akan dicapai dalam waktu 45 menit, lebih cepat dari perjalanan dengan mobil yang saat ini memerlukan waktu antara dua sampai tiga jam atau dengan kereta yang ada sekarang yaitu tiga jam.

Namun menurut  Sutanto Soehodho, pakar transportasi dari Universitas Indonesia, dengan terminal kereta berada di luar kota, jalur kereta cepat ini mungkin akan kesulitan untuk  menarik pengguna dari kalangan bisnis.

"Mereka mementingkan waktu dan juga kenyamanan," katanya.

"Tetapi kalau mereka harus pindah lagi, mengapa mereka mau menggunakannya?"

Seto dari Kementerian Investasi mengatakan menempatkan stasiun di tengah kota Jakarta dan Bandung akan membuat biaya pembangunan terlalu mahal.

Reuters