Protes, Puluhan Ribu Warga Australia Sebut 26 Januari Hari Invasi
Sejumlah warga Aborijin dan Selat Torres menandai tanggal 26 Januari sebagai Hari Invasi atau Invasion Day, atau Hari Bertahan Hidup, dengan puluhan ribu orang berunjuk rasa di seluruh Australia.
Sekitar 25.000 warga Aborijin dan Selat Torres dan pendukung mereka berunjuk rasa dari Gedung Parlemen di Flinders Lane di Melbourne, menyerukan kesetaraan hak dan mengakhiri Australia Day yang dirayakan pada tanggal 26 Januari.
Pengunjuk rasa menutup pusat kota Melbourne, sambil meneriakkan “selalu, akan selalu menjadi, tanah Aborijin”.
Pihak penyelenggara mengatakan, Australia Day harus dihapuskan, sementara yang lain mendukung seruan untuk mengubah tanggalnya.
Nora Young, seorang perempuan asal Yorta Yorta dan Gunditjmara, mengatakan bahwa ia mengumpulkan ingatan akan nenek moyangnya.
“Saya di sini untuk mengakui komunitas saya dan apa yang ditunjukkan oleh Australia Day -bagi saya, itulah saat orang-orang Eropa menjajah,” katanya.
Sesepuh suku Wurundjeri, Bill Nicholson, mengatakan bahwa masyarakat adat berhak mendapatkan prospek kesehatan, perumahan dan pendidikan yang sama dengan orang kulit putih.
“Kami tak menginginkan semuanya, kami hanya menginginkan apa yang penting bagi kami dan area mana yang kami inginkan agar anak-anak kami tumbuh.”
Aksi di Brisbane pecahkan rekor
Sekitar 3.000 orang berunjuk rasa di Brisbane mulai dari gedung Parlemen Queensland hingga ke Taman Musgrave melalui pusat kota. Jumlah kehadiran massa meningkat secara signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Lionel Fogarty mengatakan sekarang adalah waktunya untuk mempersatukan negara dalam memilih tanggal yang berbeda.
“Perasaannya hari ini adalah untuk bersatu dan memahami bahwa ini bukan tanggal yang sebenarnya bagi warga Australia. Ini adalah hari penghukuman bagi mereka tapi bagi kami ini adalah hari untuk melawan,” katanya.
“Saya ingin mengatakan kepada Pemerintah Australia hari ini, mengertilah apa arti berdaulat, bukan budak ekonomi yang menjalankan rakyat kami di negara ini.”
Ruby Wharton mengatakan, tahun ini ada lebih banyak kaum muda yang menghadiri aksi di Brisbane.
“Kami adalah kekuasaan, kami adalah kekuatan, kami akan melakukan demonstrasi. Hari ini bukan hari untuk menahannya, Anda menyampaikan semuanya,” ujar Wharton.
“Saya tak pernah sebangga ini untuk berdiri di sini hari ini. Unjuk rasa semakin besar dan lebih besar. Dan setiap hari ada lebih banyak orang muda. Masa depan kita.”
Perempuan Aborijin, Joy Brimble, sangat bersemangat akan aksi ini.
“Saya di sini untuk membela hak dan rakyat saya. Saya bangun pagi ini dengan motivasi berdiri di sini hari ini dan mewakili budaya saya dan siapa diri saya,” sebutnya.
Di Hobart, sebanyak 2.000 orang menghadiri aksi protes, dengan para pemimpin, politisi dan kelompok seni dan budaya Aborijin menyampaikan apa yang dipahami sebagai unjuk rasa terbesar di Hobart mengenai masalah ini.
Dengan melantunkan “Australia Day tak baik-baik saja, kami tak akan merayakan Hari Invasi”, massa berbaris melalui pusat kota Hobart ke halaman Parlemen di tepi pantai.
Unjuk rasa juga diadakan di barat laut Tasmania untuk pertama kalinya.
Dianggap hari berkabung
Sementara itu, ribuan orang berjalan kali melalui jalanan di Redfern untuk memeringati 80 tahun Hari Pertama Berkabung dan mendesak adanya sebuah perjanjian antara warga Aborijin dengan Pemerintah.
Mereka berjalan dari Taman Redfern meneriakkan “ayo buat perjanjian sekarang”.
Australia adalah satu-satunya negara Persemakmuran yang tidak memiliki perjanjian dengan penduduk asli.
Rod Little, salah satu penyelenggara Kongres Nasional Warga Pertama Australia, mengatakan bahwa orang-orang di Sydney bergabung dengan warga Australia di tempat lainnya untuk mendesak adanya sebuah perjanjian dengan Warga Pertama Australia dan untuk menentukan nasib sendiri.
“Kami telah menyampaikan masalah kedaulatan, perjanjian dan berbagai hal lain yang berdampak pada komunitas kami hari ini, tapi tidak ada yang mendengarkan.”
“Pemerintah, pemerintah yang meneruskan, tidak hanya saat ini, belum mendengarkan kata-kata kami dan bekerja sama dengan kami untuk menemukan solusi sehingga orang-orang kami bisa hidup setara di negara ini.”
“Apa yang kami katakan sekarang adalah sebuah perjanjian yang bisa melakukan semua itu.”
Sebuah demonstrasi Australia Day yang sama persis diadakan di kawasan The Block di Redfern, dengan lebih dari 3.000 orang memenuhi taman dan bergabung dengan aksi jalan kaki ke Festival Yabun yang diadakan di Taman Victoria.
Banyak poster bertuliskan “tak ada kebanggaan dalam genosida” dan “230 tahun dan kita masih di sini”.
Massa merespon lantang saat para pembicara mendesak adanya sebuah perjanjian.
Di Dewan Tanah Aborijin Metro di Elizabeth Street di Sydney, keturunan orang-orang yang pertama kali mengumumkan Hari Berkabung menghadiri sebuah peringatan terpisah.
Pada acara tersebut, Pemimpin Oposisi New South Wales (NSW), Luke Foley, menjanjikan sebuah perjanjian untuk NSW jika ia terpilih -pertama kalinya seorang pemimpin Partai Buruh atau Partai Liberal NSW melakukan hal itu.
Barbara McDonogh, cicit dari William Cooper, turut melihatnya.
Cooper adalah salah satu aktivis asli Aborijin tahun 1930-an yang pekerjaannya menanam benih-benih referendum tahun 1967.
McDonogh mengatakan bahwa ia sangat bangga terhadap Cooper, yang “memperjuangkan rakyatnya dengan damai”.
Ia mengatakan bahwa negara tersebut harus menemukan cara untuk menyelesaikan masa lalunya.
“Ini akan membutuhkan banyak diskusi untuk mencapai rekonsiliasi dan ini mungkin tidak akan terjadi dalam hidup saya.”
“Tapi itu perlu terjadi karena semua orang terbelah. Itu tidak baik, perpecahan ini. Kita perlu berada di halaman yang sama – semuanya.”