ABC

Profesor Indonesia Kenalkan Manfaat Daun Torbangun di Australia

Mungkin Anda pernah mendengar manfaat daun torbangun, nama ilmiahnya adalah Coleus ambonicus Lour, yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas air susu ibu (ASI).

Di kalangan suku Batak, Sumatera Utara, daun ini sudah dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil dan menyusui selama ratusan tahun.

Rahasia dari daun ini menjadi mendunia berkat Profesor Rizal Damanik dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, yang sudah menelitinya secara menyeluruh sejak tahun 2001.

Daun Torbangun telah dikonsumsi oleh perempuan hamil di Sumatera Utara selama ratusan tahun.
Daun Torbangun telah dikonsumsi oleh perempuan hamil di Sumatera Utara selama ratusan tahun.

Foto: Tania Natalin Simanjuntak, Detik Food

Di Australia, Profesor Rizal memperkenalkannya dalam acara First 1000 Days Australia Summit, di Brisbane, hari Kamis (19/10/2017).

Pertemuan ini menghadirkan sejumlah praktisi, pakar kesehatan, ilmuwan, pekerja sosial, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan suku Aborigin dan Torres Strait di Australia, dari mulai sebelum konsepsi, atau bertemunya sel telur dan sperma, janin, hingga bayi berusia dua tahun.

“Tanaman ini saya share dengan orang-orang Australia, karena tanaman ini juga terdapat disini [Australia],” ujarnya saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.

“Di dunia belahan lain ada juga warga yang mengkonsumsi sayur ini, tapi bukan untuk meningkatkan jumlah air susu. Sayuran ini hanya dimakan suku Batak untuk keperluan air susu.”

Profesor Rizal memberikan contoh seperti di Vietnam atau Kamboja, sayuran ini digunakan sebagai obat batuk. Sementara di India, sayuran ini dipercaya dapat mengobati gigitan ular.

Profesor Rizal sudah banyak mendapatkan pertanyaan dan ajakan berkolaborasi dari negara-negara lain untuk mengolah daun ini.

Profesor Rizal Damanik menjadi pembicara di The First 1000 Days Australia
Profesor Rizal Damanik menjadi pembicara di The First 1000 Days Australia

Foto: Al Harris

Ia mengaku tidak keberatan, namun ia masih ingin memprioritaskan ketahanan pangan dan gizi dalam skala nasional,

“Masalahnya, angka kematian ibu melahirkan [di Indonesia] itu masih tinggi, karena kekurangan zat besi dan kalsium yang banyak dikandung sayur ini,” ujar Profesor Rizal yang juga lulusan Faculty of Medicine di Monash University, Australia.

Sebaliknya, Profesor Rizal mengaku ia mempelajari penanganan warga Indigenous [warga pribumi benua Australia, atau Aborigin] soal kesehatan kehamilan dan bayi.

“Bagaimana cara pemerintah Australia menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada mereka yang mempertahankan tradisi-tradisi mereka, makanan mereka pun berbeda.”

“Ini yang saya ingin dapatkan supaya nanti bisa diterapkan kepada suku-suku asli dan terasing di negara kita,” kata Profesor Rizal yang kini menjabat Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Pentingnya Usia Seribu Hari Pertama

First Thousand Days adalah sebuah gerakan dunia dari sebuah organisasi non-profit untuk meningkatkan nutrisi dan memastikan kesehatan ibu dan anak-anak di usia 1000 hari pertama, sejak sebelum konsepsi.

Di Indonesia, Profesor Rizal menjelaskan, gerakan sudah dimulai sejak 22 Desember 2011 dan menjadi penting karena menentukan seperti apa anak yang akan dilahirkan.

“Kalau selama kehamilan, ibu yang mengandung kekurangan gizi, efeknya akan kepada janin yang sedang tumbuh.”

“Kalau sudah lahir, kemudian tidak sempurna, tidak bisa mengatakan ‘Saya tidak mau, balikkan lagi karena tidak sempurna’,” tambahnya.

Anak-anak Aborigin di Australia difoto dari bagian belakang
Suku Aborigin memiliki cara hidup yang hampir sama dengan suku terasing di Indonesia.

ABC News: James Dunlevie

Meski sudah dicanangkan selama beberapa tahun, Profesor Rizal mengatakan masih mengumpulkan data untuk melihat bagaimana hasil pencapaiannya.

“Saya kira dalam waktu tidak terlalu lama, tahun 2018, akan diluncurkan beberapa survei, baru nanti bisa dibaca.”

Ini bukan sesuatu yang mudah, tapi harus dilakukan, salah satunya adalah melalui gerakan Seribu Hari Pertama ini.

Menurutnya, warga Indonesia kini sudah semakin peduli soal gizi berimbang.

“Slogan kita sekarang sudah gizi seimbang, bukan lagi empat sehat lima sempurna.

“Salah satu yang berbeda adalah minum air putih sebanyak delapan gelas setiap hari dan menimbang berat badan, serta berolahraga.”