Prof Sofjan Iskandar Pencipta Ras Ayam Lokal Unggulan
Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat domestikasi ayam di dunia. Diperkirakan ada lebih dari 34 jenis ayam lokal di seluruh Indonesia. Namun derasnya serbuan ayam ras dari luar negeri membuat ayam-ayam asli Indonesia terpinggirkan dan bahkan beberapa sudah ada yang punah. Pakar unggas lokal yang menimba ilmu peternakan di Australia, Prof. Sofjan Iskandar adalah pakar yang berusaha melestarikan dan meningkatkan pamor ayam asli Indonesia.
Prof. Dr. Ir. Sofjan Iskandar, adalah Peneliti Utama di bidang Pakan dan Nutrisi Ternak dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi Bogor. Profesor Riset ini meraih gelar Master of Rural Science dari University of New England, Armidale, NSW Australia (1982) dan juga gelar PhD di bidang Obat-obatan hewan dan Produksi dari University of Queensland (1989). Di Indonesia Ia dikenal sebagai pakar unggas lokal yang berusaha melestarikan ayam asli Indonesia ditengah derasnya industri ayam ras.
“Di Indonesia ada 34 rumpun ayam asli nusantara yang berhasil diketahui setelah kita data dan inventarisir, jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih besar. Di Jawa barat ada ayam sentul, ayam pelung, di Kalimantan ada ayam nunukan, di Sumatera Selatan ada ayam merawang, di Sulsel ada ayam ketawa dan banyak lagi.” Paparnya kepada Australia Plus di Jakarta.
Sejak lulus S-2 di Australia pada 1984, Prof Sofjan mengatakan dirinya langsung ditugaskan untuk meneliti sumber daya unggas lokal. Ia pun mendatangi berbagai kawasan di Indonesia untuk mendata dan menginventarisir rumpun unggas asli Indonesia terutama ayam di masing-masing kawasan.
“Dalam meneliti ayam lokal selain melihat ciri khas penampilannya saya juga meneliti kekerabatan darah dengan membandingkan DNA dari masing-masing ayam lokal. Semakin jauh jarak kekerabatan darahnya maka semakin khas ayam tersebut.”
Ayam-ayam lokal yang berhasil didatanya kemudian didaftarkan ke Badan Pangan Dunia – FAO sebagai sumber daya genetika ternak khas Indonesia yang merupakan bagian dari upaya FAO dalam melestarikan ternak-ternak asli di dunia.
Namun diakui Prof Sofjan Iskandar upaya pelestarian ayam lokal di Indonesia sedikit terlambat. Sejak mulai diperkenalkannya ayam ras dari luar negeri tahun 1960-an, ayam lokal Indonesia seperti terpinggirkan.
Jika ayam ras banyak dibudidayakan dalam skala besar sebagai ayam pedaging atau petelur, ayam lokal kebanyakan hanya dipelihara secara tradisional oleh masyarakat untuk dikonsumsi sendiri ataupun sebagai hewan peliharaan untuk hobby atau kesenangan.
Karena dibiarkan, menurut Prof Sofjan Iskandar sebagian ayam lokal di Indonesia ada yang sudah punah.
Kita memang terlambat melakukan pelestarian ayam lokal. Usaha ini baru dilakukan sekitar tahun 2002. Jadi sudah ada yang punah, Kita hanya mendengar ceritanya saja di daerah ini dahulu pernah ada ayam lokal tertentu tapi sekarang sudah tidak ada lagi.”
“Tapi sekarang kita menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah agar mengeluarkan sumber daya untuk mempertahankan dan melestarikan ayam-ayam lokal di daerah mereka,”
Ciptakan ayam lokal unggulan
Saat ini ayam ras mendominasi pemenuhan kebutuhan pangan daging nasional hingga lebih dari 50%. Sementara tingkat konsumsi ayam lokal menurut data Himpunan Peternak Ayam Kampung Seluruh Indonesia tahun 2015 baru sekitar 16% saja.
Melihat ketimpangan ini, pria kelahiran Bandung, 22 Februari 1954 ini pun bertekad menciptakan rumpun ayam lokal unggulan.
“Sebelumnya tahun 2008, kita sudah punya bibit ayam kampung ungulan tapi baru untuk ayam petelur saja yaitu ayam KUB. Nah sejak 2009, kita berusaha untuk menciptakan ras ayam lokal yang unggul untuk dikonsumsi atau ayam pedaging.”
Sejak tahun 2009, Prof Sofjan berusaha menyeleksi dan memurnikan salah satu ras ayam lokal yakni ayam Sentul yang berasal dari Kabupaten Ciamis untuk dijadikan ayam lokal unggulan. Ayam sentul banyak dipelihara masyarakat sebagai penghasil daging dan telur.
Menurut Prof Sofjan Iskandar kini Balitnak sedang aktif mempromosikan agar bibit ayam Sensi hasil penelitiannya dapat tersebar ke seluruh daerah di tanah air dengan menggandeng peternak ayam lokal di daerah-daerah.
Daging ayam lokal memiliki kelebihan dibandingkan daging ayam ras/broiler. Selain rasanya yang lebih enak, daging ayam lokal juga dianggap lebih sehat karena memiliki kadar lemak yang rendah dan juga tingkat paparan residu antibiotik yang lebih rendah. Tak heran jika menurut Prof Sofjan saat ini industri ayam lokal di tanah air mulai menggeliat.
“Sekarang ayam lokal sudah mulai diminati oleh banyak kalangan konsumen, terlebih lagi orang sudah semakin sadar dengan bahaya kesehatan dari obat antibiotik yang banyak disuntikan pada ayam ras.
“Banyak peternak ayam lokal saat juga kesulitan mencari bibit ayam lokal untuk dibesarkan dan dijadikan ayam pedaging,”
Kehadiran bibit ayam lokal pedaging unggulan berupa ayam Sensi ini diharapkan dapat memuluskan target pemerintah menjadikan unggas lokal sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Dan dalam satu dekade mendatang kontribusi unggas lokal bisa didongkrak menjadi sebesar 25 persen dari total produksi unggas nasional.
Kini selain sibuk melatih para peternak didalam negeri mengenai budidaya ayam lokal unggulan Sensi, Prof Sofjan Iskandar juga sering diundang oleh para peternak unggas lokal di negara tetangga seperti Malaysia dan Philipina yang juga berminat mengembangkan budi daya ayam lokal di daerah mereka.