ABC

Produsen Australia Perlu Lebih Serius Sikapi Perubahan Iklim

Direktur perusahaan perdagangan komoditas pertanian terbesar di dunia memperingatkan produsen primer Australia untuk lebih serius menanggapi isu perubahan iklim.

Direktur Eksekutif, Olam International, Sunny Verghese dalam program Landline ABC  kalau produsen dan pengolah komoditas pertanian untuk mengambil saat ini juga melakukan tindakan untuk  menyikapi isu perubahan iklim.

"Perubahan iklim merupakan fakta yang tidak terbantahkan dan akan memberikan dampak signifikan terhadap pertanian,” katanya.

"Dampak perubahan iklim akan mempengaruhi kualitas dan ketersediaan air serta iklim jangka pendek, sehingga kemungkinan besar akan sangat  menentukan masa depan produksi pertanian, produktifitas dan pada akhirnya harga komoditas pertanian,” katanya.

Verghese pekan ini berada di Gold Coast untuk memberikan pidato pada Konferensi Kapas Australia 2014.

Perusahaan berbasis di Singapura ini beroperasi di 65 negara dan saat ini tercatat sebagai pedagang terbesar kacang mede,  dan kedua terbesar komoditas kopi dan kapas.

Olam International membuka cabang di Australia sejak 2007 dan memiliki perkebunan kapas di Queensland, dan mengelola 12 ribu hektar perkebunan almond di Victoria dan juga  memiliki saham di komoditas gandum, wol dan sejumlah komoditas penting lainnya.

Verghese mengatakan salah satu inisiatif Olam dalam  menghadapi dampak perubahan iklim adalah dengan mengurangi konsumsi air.

"Kami mentargetkan dalam proses produksi pertama dan juga fasilitas pengolahan kami akan mengurangi penggunaan air per ton produk yang kami suplai sebesar 10 persen pada tahun 2015, dan di peternakan kami sebesar 10 persen pada 2020, "katanya.
 
"Demikian pula kita dapat melacak emisi karbon dioksida yang kita hasilkan di semua komoditas kita di masing-masing negara.

"Sekali lagi kami telah menempatkan beberapa target keras bagaimana kita akan mengurangi emisi karbon yang jejak untuk setiap ton yang kami suplai pada tahun 2015 dan 2020.

"Kami melakukan langkah ini karena saya kerap bertanya kepada diri sendiri,  apa gunanya dari seluruh upaya yang membingungkan ini kalau pada akhirnya kita harus membayar mahal untuk modal alam dan meninggalkan tumpukan tagihan yang harus dibayar oleh generasi masa depan?”  katanya.

China diujung tanduk

Secara khusus Verghese menyoroti China yang disebutnya akan menghadapi tantangan lingkungan besar, karena 90 % air di negaranya diketahui sudah tercemar. Namun dia salut dengan respon pemerintah China.

"Saya tidak melihat ada pemerintah lain di belahan dunia lain yang menginvestasikan uang sangat banyak untuk mendanai riset guna mengatasi masalah ini – China sekarang sedang di ujung tanduk,” katanya.

CEO Olam mengatakan India dan China punya peluang kecil untuk mampu memasok pangan penduduknya, dan ini memberi peluang bagi Australia.

Verghese mengkritik  wacana pembangunan lumbung pangan Asia.

"Saya kira kurang tepat menyatakan Australia akan menjadi lumbung pangan dunia,” katanya.

"Namun Australia saya yakin akan menjadi produser yang paling kompetitif, Australia akan menentukan standar dalam hal efisiensi penggunaan air, praktek Agronomi dan pengembangbiakan bibit unggul, oleh karena itu  Australia akan sangat kompetitif,” tegasnya.

"Pada akhirnya Australia memang akan menjadi bagian dari solusi atas keamanan pangan dunia, tapi jelas bukan solusi. Karena Australia sendiri juga menghadapi kendala soal berapa banyak dapat menghasilkan dan berapa banyak yang dapat diekspor."