ABC

“Presiden Saja Tidak Anggap Saya Bodoh”, Kisah Angkie Yudistia Stafsus Jokowi

Nama Angkie Yudistia ramai diberitakan setelah Presiden Indonesia Joko Widodo mengumumkan 7 staf khusus (stafsus) milenial bulan lalu. Meski dikenal sebagai tunarungu yang sukses merintis kewirausahaan sosial, ia merasa terpilih sebagai stafsus karena proses seleksi.

Angkie sendiri percaya banyak cara yang bisa ditempuh jika penyandang disabilitas ingin belajar dan maju.

Perempuan 32 tahun ini mengaku ada pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah, dan juga masyarakat, Indonesia untuk mengubah stigma penyandang disabilitas.

Ia mengatakan, selama ini, beberapa pihak selalu mengaitkan isu disabilitas dengan kegiatan atau program berbasis amal. Namun pemahaman ini perlahan mulai diubah.

“Sekarang Pemerintah mulai menganggap isu disabilitas itu human-right based (berbasis hak asasi manusia).”

“Yang di mana Pemerintah berusaha agar penyandang disabilitas mempunya hak yang sama sebagai warga negara Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016,” jelas pendiri Thisable Enterprise ini kepada media ketika ditemui selepas seminar Big Ideas “Ask Me Anything” di Jakarta (10/12/2019).

Di Thisable yang didirikannya tahun 2011, Angkie memberdayakan para penyandang disabilitas dari berbagai kota di Indonesia, memberi pelatihan kerja dan mengasah keterampilan mereka.

Angkie (berdiri) saat diperkenalkan sebagai salah satu dari 7 stafsus milenial Presiden Jokowi
Angkie (berdiri) saat diperkenalkan sebagai salah satu dari 7 stafsus milenial Presiden Jokowi (21/11/2019).

Biro Pers Sekretariat Presiden.

Dari pengalamannya itu, ibu dua anak ini menilai para penyandang disabilitas sendiri harus paham betul kemampuan dan keinginan mereka.

Angkie (tengah, berhijab biru muda) ingin penyandang disabilitas dianggap sebagai teman.
Angkie (tengah, berhijab biru muda) ingin penyandang disabilitas dianggap sebagai teman.

ABC; Nurina Savitri

Dua hal itu, menurutnya, sangat penting agar para penyandang disabilitas bisa menatap masa depan layaknya orang kebanyakan.

“Banyak sekali teman-teman disabilitas yang datang ke Thisable itu mau kerja tapi enggak tahu. Padahal semua kita kasih free (gratis), upscaling training free, assessment kita free.”

“Tapi kadang-kadang, teman-teman disabilitas itu selalu menggantungkan hidupnya kepada orang, ‘terserah deh saya mau menjadi apa’, gitu. Nah itu mental block (mentalitas susah maju)-nya teman-teman disabilitas itu perlu di-upscaling (diperbaiki),” kata anggota Asia Pacific Deaf Person ini ketika berbicara di “Ask Me Anything” yang digelar di Kedutaan Besar Australia, Jakarta.

Menjadi tuli sejak kecil, Angkie yang memiliki gelar S2 ini menuturkan ia dididik dengan keras oleh sang ibunda dan tak diistimewakan lantaran keterbatasannya.

Dalam sesi tanya jawab di forum (10/12/2019) tersebut, juru bicara Presiden Jokowi bidang sosial ini mengatakan, di era masa kini, tak ada alasan bagi siapapun tanpa terkecuali untuk belajar, berkembang dan maju.

“Kalau mau sekolah sekalian, itu beasiswa banyak. Hanya sedikit saja untuk mau melakukan riset dan cari cara. Jadi somehow mesti tahu effort-nya dalam diri kita sendiri dulu.”

“Jangan bilang ‘pengen belajar tapi keburu enggak ada uang’,” tukasnya.

Pemerintah, sebut Angkie, memang berkewajiban untuk menyediakan fasilitas bagi para penyandang disabilitas. Di luar Pemerintah, berbagai organisasi dan lembaga swasta juga banyak memberi dukungan.

Meski demikian, kesuksesan penyandang disabilitas -kata Angkie -berpangkal dari upaya dan pola pikir mereka sendiri.

“Kita mau support, selama teman-teman disabilitas sudah tahu arahnya mau kemana. Ketika mau kerja, kita tahu kemampuan kerja kita ada di mana, itu akan datang, akan datang sendiri.”

“Karena kita sudah yakin, sudah tahu mau kerja di mana, goal kita apa, itu rezeki datang sendiri,”

Tanggapi tudingan privilege

Ketika ditanya mengenai tanggapannya jika disebut bodoh lantaran keterbatasannya, perempuan yang pernah berprofesi sebagai humas ini mengatakan ia memilih tetap tenang.

Dengan bergurau, Angkie menyebut kondisi tulinya justru menyelamatkannya.

“Kalau misalkan orang menganggap bodoh atau bego gitu kan, enggak denger juga orang bilang aku bodoh. Jadi emang ada positifnya juga enggak denger,” tuturnya disambut gelak tawa peserta seminar “Ask Me Anything”.

Meski demikian, ia mengaku sempat kaget jika ada yang melabelinya ‘bodoh’ dan selalu teringat pesan keluarganya untuk tidak emosional.

“Karena kenapa? kalau kita marah-marah terus ada orang yang posting gitu, kan jejak digital enggak bisa hilang. Jadi daripada kita membuat keributan, ya uda calm down (tenang) dulu aja.”

“Presiden aja enggak ngganggep bodoh aku,” utaranya, disusul tepuk tangan peseta seminar.

Kepada ABC, Angkie menolak klaim yang menyebut jika jabatan stafsus Presiden diperoleh karena ia memiliki privilege (keistimewaan).

Ia menjelaskan, posisi itu diamanatkan kepadanya setelah melewati berbagai tahap uji kelayakan.

“Kalau kita bilang privilege itu karena kita ditunjuk, karena kita dibisik, ya pasti kita dibisik, kalau ditanya siapa pembisiknya? Kita juga enggak tahu.”

“Karena kita bisa jadi staf khusus Presiden ini melalui assessment yang cukup panjang prosesnya. Bukan berarti karena privilege terus ditunjuk hari itu juga, kita harus jawab hari itu juga, enggak.” bantahnya.

“Kita melalui proses-proses assessment, kita dipanggil ke istana, kita dites, kita ada diskusi-diskusi, dan itu ada banyak, bukan cuma kita bertujuh itu, ada banyak,” ujarnya kepada ABC.

Simak berita-berita lainnya dariĀ ABC Indonesia