Praktek Polifarmasi Tingkatkan Resiko Kematian di Kalangan Lansia
Lansia yang mengkonsumsi obat untuk berbagai macam penyakit beresiko melemahkan kesehatan mereka dan meningkatkan resiko kematian, demikian hasil penelitian terbaru di Australia.
Setengah dari warga Australia berusia 65 tahun keatas setidaknya mengkonsumsi 5 macam obat berbeda pada saat yang bersamaan. Di kelompok warga berusia 75 tahun jumlah obat yang dikonsumsinya bahkan jauh lebih banyak lagi.
Inilah paradoks yang dihadapi warga ketika berusia semakin lanjut. Mereka cenderung akan lebih banyak membutuhkan beragam pengobatan untuk membuatnya bertahan hidup dan tetap sehat.
Tapi ternyata semakin banyak mereka mengkonsumsi obat, semakin besar peluang obat-obatan itu akan berdampak buruk bagi kondisi penyakit yang dideritanya atau menghalangi khasiat dari masing-masing obat yang mereka konsumsi.
Associate Professor Simon Bell, dari Pusat Penggunaan dan Keamanan Obat, Universitas Monash merupakan peneliti utama dalam penelitian ini.
"Kami menginvestigasi apa yang dinamakan polifarmasi atau menggunakan secara bersamaan sejumlah obat," katanya.
"Dan kita juga menyelidiki dampak dari mengkonsumsi obat jenis tertentu yaitu obat-obatan penenang (sedatif) dan juga obat anticholinergic.
"Kami mendapati dalam penelitian ini, bagi lansia yang mengkonsumsi beberapa jenis obat-obatan bersamaan, ada peluang sebesar 22% untuk masing-masing obat dapat meningkatkan resiko memperlemah kondisi mereka dari sehat menjadi sakit parah,"
"Dan kami juga menemukan orang-orang yang menggunakan obat penenang dan obta-obatan antikolinergik dosis tinggi juga lebih mungkin untuk mengembangkan kondisi kesehatan yang ringkih,"
Studi ini melibatkan sekitar 1.700 orang responden di Australia yang berusia 70 tahun atau lebih selama periode sembilan tahun.
Ketua peneliti Dr Danijela Gnjidic, seorang peneliti pada Fakultas Farmasi di Universitas Sydney, telah menemukan ada beberapa alasan mengapa polifarmasi menimbulkan risiko.
"Orang yang berusia lebih tua akan memiliki banyak penyakit dan karena itu mereka mengkonsumsi obat," katanya.
"Kita tahu bahwa kesehatan atau kualitas hidup kita juga ikut berubah dari waktu ke waktu,"
"Kita cenderung terekspose dengan berbagai obat-obatan dan cara tubuh kita menanggapi pengobatan ini akan berbeda dibandingkan ketika kita masih muda, yang cenderung lebih tangguh dan akan memiliki kemampuan untuk menangani obat-obatan ini,"
"Jadi selama ini kita tahu, kalau seiring dengan usia kita semakin menua cara tubuh merespon obat-obatan akan menimbulkan efek yang berbeda, yang bisa saja konsekwensinya justru memicu sejumlah konsekwensi klinis lain, termasuk membuat tubuh semakin ringkih, cacat yang kemudian akan beresiko menimbulkan kematian,"
Dr Gnjidic berharap riset semacam ini akan menuntun pada pengobatan yang lebih baik di area yang diperlukan.
"Bagi banyak warga lansia di Australia, mereka menderita berbagai kondisi medis lain yang memaksa mereka untuk mengkonsumsi obat-obatan ini," tuturnya.
"Tapi kita juga tahu kalau terkadang bisa mendapatkan alternatif pengobatan yang lebih baik dan mungkin bisa mengurangi atau menghentikan pemberian obat secara bersamaan untuk meminimalisir dampak dari masalah yang terkait dengan polifarmasi ini,"
"Dan faktanya di Australia ada riset yang masih terus berlangsung yang berusaha untuk mengenali upaya intervensi, jadi apa upaya kita untuk meminimalkan pemberian obat-obatan ini agar bisa benar-benar memperbaiki dampak klinis pada warga lanjut usia,"
Associate Professor Bell mengatakan mengevaluasi obat-obatan dapat membantu mencegah resiko kematian dan kelemahan serta dapat memperbaiki kualitas hidup diantara warga Australia yang berusia lanjut.
Pesan bagi warga lanjut usia dan yang merawatnya sangat jelas : teliti secara ruti obat-obatan yang dipergunakan dan jika lebih dari satu dokter yang merawat mereka, pastikan mereka mengetahui obat yang diresepkan oleh dokter yang lain.
Temuan dalam riset ini telah dipublikasikan di Journal of the American Geriatric Society.