ABC

Polri Akan Libatkan TNI Tangani Terorisme Setelah Peristiwa Surabaya

Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mengijnkan TNI membantu usaha menangani tindak teroris menyusul serangan bom bunuh diri di Surabaya.

Tito mengatakan polisi telah melakukan penggerebekan di 13 tempat dalam beberapa hari terakhir, menembak mati empat orang, dan menahan sembilan lainnya.

Namun dia menghendaki adanya bantuan tambahan, dan menyerukan kerjasama lebih erat dengan TNI.

Presiden Jokowi mendukung usulan memberikan kuasa kepada TNI untuk melakukan tindak pencegahan terorisme di dalam negeri.

Namun kelompok HAM mengkhawatirkan hal tersebut akan mengakibatkan pelanggaran HAM.

Sebelumnya polisi menentang usaha melibatkan militer untuk menangani kasus terorisme, namun tindakan bom bunuh di Surabaya yang terjadi di gereja dan kantor polisi membuat polisi mulai mengubah pendapat mereka.

Polisi, teroris dan warga biasa menjadi korban tewas dan juga terluka dalam insiden yang belum pernah terjadi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir.

Vigil for the victims of the church attacks in Surabaya
Warga berkumpul di Yogyakarta guna mengenang mereka yang menjadi korban ledakan bom di Surabaya.

AP: Slamet Riyadi

Polisi sekarang mengatakan dua keluarga yang terlibat dalam ledakan bom bunuh diri di gereja hari Minggu dan di Mapolrestabes Surabaya hari Senin adalah teman yang saling kenal.

Dalam kejadian di kantor polisi tersebut, empat dari lima anggota keluarga yang melakukan tindakan bunuh diri tewas, dan melukai enam warga sipil dan empat petugas polisi.

Satu-satunya yang selamat adalah seorang anak perempuan berusia delapan tahun.

‘Keluarga biasa yang tinggal di kompleks biasa”

Sementara itu ABC mendatangi beberapa keluarga yang mengetahui riwayat kehidupan keluarga Dita Oepriarto yang melakukan ledakan bom bunuh diri bersama lima anggota keluarganya, istrinya Puji Kuswati dan empat anak mereka.

Ratih Yunanto, yang tinggal terpisah dua rumah darin keluarga tersebut mengatakan keluarga Dita selalu baik terhadap dirinya yang beragama Kristen.

Dia mengatakan sering pergi bersama Puji Kuswati ke pasar dan mereka sering saling berbagi makanan dan buah-buahan.

“Sulit dipercsaya bahwa dia melakuikan tindakan seperti itu terhadap orang Kristen.” kata Ratih.

“Mereka mengunjungi saya ketika saya melahirkan atau ketika anak-anak sakit.”

Ratih mengatakan melihat keluarga mereka ketika anak perempuannya naik sepeda bersama anak-anak lain di depan rumah keluarga Dita hari Sabtu sore, sehari sebelum kejadian.

Putra tertua keluarga tersebut, kata Ratih, terlihat pulang ke rumah dari kegiatan sekolah mengenakan baju batik.

Puji Kuswati dan keempat anaknya tewas dalam ledakan bom bunuh diri yang mereka lakukan
Puji Kuswati dan keempat anaknya tewas dalam ledakan bom bunuh diri yang mereka lakukan.

Supplied

Keluarga Dita juga terkejut dengan tindakan sadis yang terjadi

Dendri Oemiarti, adik perempuan Dita Oepriarto masih sangat terkejut hari Senin setelah kejadian, dan mengatakan orang tua mereka juga masih tidak percaya anaknya terlibat.

“Apa yang dilakukannya membuat kami sangat terpukul.” kata Dendri dengan air mata berlinang.

“Apa yang membuatnya mau melakukan hal tersebut? Saya tidak mengerti, saya tidak mengerti apa yang membuat kakak saya yang baik itu melakukan hal yang sadis ini.”

Oemiarti mengatakan dia sangat marah ketika pertama kali mendengar adanya ledakam bom di gereja, dan mendengar anak-anak yang melakukan tindakan tersebut.

“Saya pingsan ketika saudara perempuan saya, Dina mengatakan bahwa serangan itu dilakukan oleh kakak kami sendiri.” katanya.

Terakhir kali Dendri bertemu dengan kakaknya Dita dan keluarganya adalah di bulan Ramadan 2017.

Dia mengatakan mereka adalah keluarga yang sibuk dan banyak bertemu setahun sekali, dan biasanya tidak berbicara mengenai agama.

A Muslim woman weeps during the wake of a bombing victim
Salah seorang korban ledakan bom di Surabaya Sri Pudji Astutik dimakamkan.

AP: Achmad Ibrahim

Tetangga sebelah rumah Dita, Ali Akbar mengatakan bahwa ketika dia mengingat lagi ada hal yang aneh ketika keluarga tersebut melakukan sholat Subuh hari Minggu.

Biasanya setelah sholat, anak-anak akan mencium tangan ayah mereka namun pagi itu, anak-anak dan Dita berpelukan dalam waktu yang lama.

“Mereka berpelukan seperti akan berpisah.” kata Akbar.

“Namun saat itu kami tidak merasa curiga, karena mereka adalah keluarga yang kami kenal dan kami anggap normal.”

Beberapa jam kemudian Dita Oepriarto dan keluarga serta 12 orang lainnya tewas.

ABC/AP/Reuters