ABC

Politisi Australia Ini Bahkan Tak Mau Memilih Dirinya Sendiri

Sulit dipercaya Ben Buckley sudah berusia 82 tahun. Politisi yang terpilih jadi councillor pada Pemkot East Gippsland di Victoria, Australia, ini terkenal karena prinsipnya untuk tidak mau memilih dalam Pemilu.

Mungkin dia satu-satunya politisi di sana, bahkan di dunia, yang tidak mau memilih bahkan untuk dirinya sendiri.

Tapi dia selalu saja terpilih mewakili konstituennya dalam jajaran Pemkot setempat, atau biasa disebut councillor.

Karirnya sebagai politisi lokal bahkan membentang lama, sekitar empat dekade. Dia sudah berkali-kali terpilih, sempat dipecat, namun terpilih kembali.

Saat ini dia bahkan baru saja kembali bertugas sebagai councillor setelah mendapat skorsing. Pasalnya, dia dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran kerahasiaan.

Dalam pemilu lokal East Gippsland di tahun 2016, perolehan suara Ben Buckley jauh melampaui calon-calon lainnya, sekitar 9 persen dari keseluruhan suara sah.

Namun terlepas dari popularitasnya itu, Ben tetap dipandang sebagai sosok yang suka memecah-belah.

Mereka yang anti padanya melihatnya sebagai orang cerewet dengan pandangan-pandangan aneh yang tentunya akan lebih baik jika dia diam saja.

Sementara para pendukungnya menganggap Ben sebagai politisi berpikiran bebas. Suatu karakter anti kemapanan yang begitu populer di kawasan pedalaman Australia.

Politisi yang tidak memilih

Bagi Ben Buckley, menolak untuk memilih merupakan keputusan pribadi dan sudah jadi prinsip hidupnya.

“Saya ingin bisa memilih. Tapi, saya tak bisa melakukannya karena hal itu ilegal. Dan sistem yang mendukungnya pun korup,” katanya kepada ABC.

Memilih dalam pemilu dia anggap ilegal karena menurutnya kewajiban itu jadi suatu pemaksaan.

Ketika ditanya lebih jauh, Ben dengan sigap meraih tas kain tempatnya biasa menyimpan peta penerbangan yang sering dilakukannya.

Dia mengambil sebuah buku tua warna hijau dari dalam tas. Itulah buku konstitusi Australia.

“Jika saya memilih artinya saya menerima pemaksaan. Pelaku pemaksaan telah melakukan kejahatan, yaitu para petugas pemilu, karena dia telah memaksaku memilih,” jelasnya berdalih.

“Mereka bisa beralasan hal itu tak sepenuhnya benar. Yang harus Anda lakukan hanyalah mendaftarkan diri (sebagai pemilih). Tapi Anda dipaksa untuk mengekspresikan pendapat. Itu tindak kejahatan,” tambahnya.

Alih-alih memberikan suara dalam pemilu, Ben lebih memilih membayar denda. Meski tak selalu. Misalnya pada Pemilu Australia 2016, dia menolak memilih sehingga berakhir di pengadilan.

Pasalnya, menurut UU di Australia, setiap warga negara yang memenuhi syarat, diwajibkan memilih dalam pemilu. Jika ingkar, maka akan dijatuhi denda uang.

Itulah yang dialami Ben, karena dia tidak mampu menunjukkan alasan yang sah mengapa tak memberikan suaranya. Dendanya 100 dolar, ditambah 79 dolar biaya perkara. Ben menolak melunasinya.

Surat peringatan denda itu hanya dia tempel ke dinding dapurnya. Dia, katanya, menunggu petugas KPU mengambil tindakan – hal yang sampai kini belum terjadi.

Sikapnya ini sebenarnya membuat Ben kesulitan meminta masyarakat untuk memilihnya dalam pemilu. Toh dia bahkan tak akan memilih dirinya sendiri.

Sejumlah warga setempat mengaku sudah “muak” memilih Ben Buckley.

Salah satu di antaranya menyatakan, “Ben cocok untuk daerah ini. Tapi mengapa saya harus memilihnya jika dia sendiri tak akan memilih dirinya?”

Ben Buckley leaves the Omeo Magistrates Court, in Victoria's high country.
Ben Buckley sudah jadi politisi di Victoria selama empat dekade.

ABC Gippsland: Melinda Ogden

Banyak mengabdi ke masyarakat

Namun tampaknya, riyawat hidupnya yang penuh dengan pengabdian pada masyarakat bisa menjelaskan mengapa pemilih di daerah itu tetap memilih namanya setiap kali pemilu.

Ben Buckley yang berlatar-belakang petani, pernah jadi pilot pertanian di Benambra, perbatasan NSW-Victoria. Sebelum terjun dalam politik, dia sangat tertarik dengan sepakbola khas Australia.

Saat pertama kali tiba di Benambra, dia bergabung dengan klub bola lokal. Pertama sebagai pemain, kemudian menjadi ketua klub. Sampai hari ini, dia masih jadi wasit.

Tapi Ben Buckley juga merupakan kontributor utama pemadam kebakaran setempat.

Benambra menjadi tempat operasi pemadaman menggunakan pesawat pertama di Victoria. Perusahaan milik Buckley, Alpine Aviation, memainkan peran sentral.

Ben bukan hanya ikut memadamkan api, tetapi juga mengangkut kru lainnya ke lapangan. Bahkan, bersama keluarganya, membuka rumahnya sebagai penampungan bagi mereka selamat dari kebakaran.

Dalam salah satu bencana, di depan pagar rumahnya, dia pasang tulisan: “Pusat Pengungsi Benambra”.

Menurut penuturan presenter ABC di Gippsland, Jonathon Kendall, setiap kali Ben mengudara di radio lokal, banyak penelepon menyatakan dukungan untuknya.

Salah satu alasannya, tampaknya, karena Pemkot East Gippsland kini diketahui sebagai salah satu Pemkot paling tertutup di negara bagian Victoria.

Investigasi kelompok media Fairfax menyebutkan hampir 42 persen rapat Pemkot East Gippsland diadakan tertutup antara 2016 dan 2017.

Hal itu memicu kemarahan Ben. Dia ingin publik mengetahui apa yang terjadi dalam rapat.

Hal itulah yang membuat dia diskorsing tahun lalu, karena membocorkan suatu program senilai 16.000 dolar yang ditutup-tutupi pemkot.

Dia salah satu politisi yang secara fundamental menganggap peran pemerintah harusnya diminimalisir.

“Pemerintah seharusnya hanya melakukan apa yang orang tak bisa lakukan untuk diri mereka sendiri,” katanya.

Sentimen seperti ini telah tertanam daam kesadaran masyarakat Australia selama beberapa dekade.

Ben Buckley mengatakan tak akan berhenti berjuang – meski kanker prostat menyerangnya. Juga kondisi jantung dan patah tulang kaki kanannya akibat pendaratan buruk setelah terjun payung.

Ketika disinggung soal-soal itu, Ben terkekeh. “Itu semua membuatku lebih kuat,” katanya.

“Dan jika mereka memasukkanku ke penjara, maka anakku tak perlu repot-repot lagi membawakan makan malam,” tambahnya.

Kini Ben masih di sana, di rumahnya.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.