Polisi Dan TNI Dituding Praktekan Homofobia Terbuka Di Masyarakat
Aparat militer dan kepolisian Indonesia dituding mempraktekan homofobia yang direstui negara setelah secara terbuka memperingatkan “risiko” praktik LGBT dan menyamakan LGBT dengan pelaku kejahatan pedofilia ‘Child Grooming’.
Tudingan ini mencuat setelah baru-baru ini, Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI melalui akun Twitter resminya yang sudah terverifikasi yakni @Puspen_TNI mengunggah sebuah komik strip berisi soal Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
Komik strip itu menampilkan tiga tokoh yakni dua remaja masing-masing bernama Abeng dan Meilan, serta seorang bernama Binsa. @Puspen_TNI mengunggahnya pada Jumat (2/8), pukul 12.28 WIB.
Unggahan yang sekarang sudah dihapus itu menguraikan sejumlah “risiko” yang dipersepsikan dari praktek LGBT, termasuk penyebaran penyakit menular seksual seperti HIV / AIDS.
Komik strip tersebut langsung memicu debat di internet, dimana “LGBT” sempat menjadi tren di Twitter selama akhir pekan di Indonesia yang tercatat memiliki 25 juta akun internet aktif.
ABC telah menghubungi Twitter untuk mengklarifikasi, apakah unggahan itu dihapus oleh Twitter karena dianggap melanggar pedoman penggunanya, namun belum menerima tanggapan sampai artikel ini ditayangkan.
Pengacara LBH Jakarta, Naila Riski Zakia mengatakan sikap militer Indonesia yang anti LGBT ini bukan hal baru.
"Sejak 2016, Militer Indonesia telah memiliki agenda propaganda anti-LGBT, mereka ingin orang-orang percaya bahwa Indonesia sedang menghadapi musuh baru." kata Naila Riski Zakia.
Sedangkan Lini Zurlia, juru kampanye kelompok advokasi LGBT ASEAN SOGIE Caucus mengatakan unggahan komik LGBT oleh Humas TNI tersebut adalah bentuk pengalihan isu.
“Komentar terakhir ini dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian dan pengawasan publik dari politisasi dalam proses pembentukan Kabinet Jokowi-Ma’ruf.”
Cuitan otoritas aparat keamanan yang bernada homofobia ini sebelumnya juga pernah diungkapkan oleh kepolisian Indonesia.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra, dalam konferensi pers di Jakarta pada hari Sabtu (3/8/2019) mengatakan menjadi LGBT adalah “kondisi darurat” dan sebuah “penyakit” yang perlu dicegah oleh masyarakat, ia menyamakan LGBT dengan pelaku pedofilia yang melakukan ‘grooming’ pada anak-anak.
"Cara kita dapat melindungi anak-anak kita dari menjadi korban ‘child grooming’ atau dari menjadi penderita LGBT adalah dengan menanamkan iman dan pengabdian pada anak-anak sejak usia dini," seperti dikutip dari situs Tirto.
Homofobia yang direstui negara telah menjadi hal biasa di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, di tengah tren yang oleh pengamat sebut sebagai tren meningkat pesatnya konservatisme agama.
Meskipun Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengatakan kepada CNN dalam sebuah wawancara kalau Muslim di Indonesia mempraktikkan “Islam yang toleran dan moderat”.
"Islam di Indonesia modern, itu pemikiran maju," kata Presiden Joko Widodo.
Namun pegiat HAM sebaliknya justru banyak mengecam Presiden Jokowi selama masa kampanye pemilu lalu karena telah memilih KH Ma’ruf Amin – yang sebelumnya berpendapat bahwa homoseksualitas harus dikriminalisasi – sebagai Wakil Presidennya.
Phelim Kine, direktur penelitian di Physicians for Human Rights, mengatakan komentar Presiden Jokowi tentang toleransi adalah “delusi” mengingat Indonesia adalah “mimpi buruk bagi minoritas agama dan orang-orang LGBT”.
LGBT Indonesia dilihat sebagai ‘musuh baru’
Awal tahun ini, seniman komik @Alpantuni menimbulkan kontroversi dengan menggambarkan perjuangan kaum Muslim gay di Indonesia.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada 2016 mengatakan seruan untuk hak-hak LGBT merupakan “perang proksi” terhadap Indonesia, yang menjadi ancaman lebih besar bagi keamanan nasional daripada senjata nuklir.
Provinsi Aceh, yang menerapkan interpretasi ketat terhadap hukum syariah, saat ini menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan aturan homoseksualitas sebagai perbuatan ilegal.
Namun, pemerintah daerah lain di Indonesia semakin banyak yang menerapkan kebijakan diskriminatif yang menargetkan orang-orang LGBT.
Sejumlah pengamat berspekulasi bahwa operasi penggerebekan terhadap sejumlah spa gay dan rumah pribadi di Jakarta pada 2016 dan 2017 dilakukan untuk menunjukkan bahwa polisi telah bersikap “adil” dalam melakukan penegakan hukum di tanah air, sementara secara bersamaan menyelidiki kasus Rizieq Shihab di bawah undang-undang anti-pornografi Indonesia yang ketat.
Penggerebekan oleh polisi ini terkadang dilakukan bersama anggota FPI yang awalnya melaporkan dugaan pesta seks gay.
Presiden Joko Widodo sendiri kemudian mengatakan “tidak ada ruang” untuk gerakan LGBT di Indonesia.
Mahkamah Konstitusi Indonesia menolak petisi untuk mengkriminalisasi seks di luar nikah termasuk hubungan sesama jenis pada tahun 2017.
Tetapi perubahan yang diusulkan pada KUHP Indonesia masih diperdebatkan oleh Parlemen dapat berpotensi melarang gay selama masa jabatan kedua Widodo.
"Rezim Jokowi tidak serius dalam menangani masalah hak asasi manusia," kata Zakia.
Zurlia mengatakan bahwa kelompok-kelompok LGBT “sudah bersiap untuk yang terburuk.”
Disunting dari artikel berbahasa Inggris dari situs ABC Australia disini.