ABC

PN Jakpus Perintahkan Australia Mediasi dengan 115 Warga RI

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah memerintahkan Pemerintah Australia untuk melakukan mediasi dalam kasus yang melibatkan 115 warga Indonesia yang mengaku sebagai remaja saat mereka ditahan dalam penjara orang dewasa dan pusat detensi di Australia.

Pengacara Lisa Hiariej yang mewakili penggugat menuntut ganti rugi senilai $ 103 juta atau Rp 1 triliun lebih dari Pemerintah Australia untuk kliennya yang dia sebutkan berusia di bawah 18 tahun ketika mereka divonis bersalah melakukan penyelundupan manusia dan ditahan sebagai orang dewasa.

Disebutkan bahwa di antara kelompok tersebut, 31 orang ditahan dalam penjara orang dewasa di Sydney, Melbourne, Perth dan Brisbane serta 84 lainnya ditahan dalam pusat detensi saat seharusnya mereka ini dipulangkan ke Indonesia.

“Saya harap Pemerintah Australia akan mempertimbangkan bahwa anak-anak ini dari kalangan miskin dan kurang beruntung,” kata Hiariej kepada ABC di luar ruang sidang.

“Melalui mediasi, Pemerintah Australia dapat menunjukkan hatinya untuk membantu anak-anak ini,” tambahnya.

Pengadilan mulai menyidangkan kasus tersebut pada bulan Februari 2017, namun baru pada hari Selasa (19/9/2017) Pemerintah Australia mengirim perwakilan hukumnya untuk pertama kalinya.

Pemerintah Australia tidak hadir pada dua persidangan sebelumnya dan berpendapat bahwa sebagai negara yang berdaulat, Australia tidak tunduk pada yurisdiksi pengadilan Indonesia.

“Mediasi ini merupakan kewajiban yang menjadi bagian dari proses peradilan di Indonesia,” kata pengacara Pemerintah Australia, Togi Pangaribuan.

“Tapi bukan berarti kita tidak akan mempersoalkan yurisdiksi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini,” tambahnya.

Judges in an Indonesian court speak to a lawyer from the bench.
Pengacara yang mewakili 115 warga RI, Lisa Hiariej, menuntut ganti rugi senilai $103 juta atau Rp 1 triliun lebih dari Pemerintah Australia.

ABC News: Ari Wu

Lisa Hiariej berpendapat bahwa para remaja Indonesia itu juga merupakan korban penyelundupan manusia dan layak mendapat kompensasi bagi waktu yang mereka habiskan di balik jeruji besi dengan para narapidana dewasa.

Jika berhasil, uang ganti rugi itu akan dibagi di antara penggugat, tergantung pada lamanya waktu ditahan. Namun bahkan jika dibagi rata pun, mereka masing-masing hanya akan menerima sekitar $ 900 atau sekitar Rp 9 juta.

“Uang tersebut akan memberi mereka kesempatan mendapatkan pendidikan yang memadai, mereka bisa menyelesaikan sekolah menengah dan dapat melanjutkan kuliah,” kata Hiariej.

Pada saat pemenjaraan mereka, Kepolisian Federal Australia menggunakan sebuah x-ray pergelangan tangan yang kontroversial dan sekarang dianggap tidak akurat dalam menentukan usia seseorang.

Pada bulan Juli 2017, pengadilan Australia Barat memutuskan bahwa Ali Jasmin dari Indonesia merupakan korban ketidakadilan setelah diadili dan kemudian dipenjara sebagai orang dewasa saat dia baru berusia 13 tahun.

Dia menghabiskan hampir tiga tahun dalam penjara dengan pengamanan maksimum di Hakea Prison di Perth. Sampai saat ini dia belum menerima kompensasi apapun.

Jika mediasi di PN Jakpus gagal, majelis hakim yang terdiri dari tiga hakim yang memimpin persidangan akan kembali bersidang untuk menentukan apakah mereka memiliki yurisdiksi yang dipersyaratkan.

“Setelah mediasi, apabila gagal atau berhasil, Anda tetap berkewajiban untuk menghadiri persidangan. Anda sebaiknya jangan gagal dalam mediasi dan meninggalkan persidangan,” kata Hakim Ibnu Basuki Widodo memperingatkan para pengacara.

Lisa Hiariej telah menangani kasus ini selama lima tahun terakhir.

Para pihak memiliki waktu satu bulan untuk mediasi dan dapat diperpanjang sampai 40 hari jika diperlukan.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari berita ABC News.