ABC

PM Turnbull Dikritik Pendahulunya Terkait Pernikahan Sesama Jenis

Mantan Perdana Menteri Australia, John Howard, telah mengkritik penanganan plebisit pernikahan sesama jenis yang dilakukan Pemerintahan Malcolm Turnbull. Howard meminta rincian dari rancangan undang-undang apapun yang akan dikeluarkan sebelum pemungutan suara tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Howard mengatakan bahwa Pemerintahan Turnbull telah bersikap “cuci tangan” dari tanggung jawabnya untuk melindungi kebebasan beragama jika plebisit tersebut berakhir dengan suara mayoritas mendukung atau ‘Ya’.

Malcolm Turnbull telah berulang kali mengatakan bahwa Parlemen akan mengubah Undang-Undang Perkawinan sebelum akhir tahun jika ada mayoritas suara ‘Ya’, namun belum memberikan rincian lebih lanjut.

Senator Partai Liberal, Dean Smith, dan sejumlah anggota Parlemen telah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) anggota pribadi (RUU yang diusulkan oleh legislator tanpa mewakili eksekutif -biasanya berlaku pada sistem pemerintahan Parlementer), namun belum dikonfirmasi apakah ini adalah RUU yang akan diberlakukan.

Howard mengatakan bahwa Pemerintahan Turnbull perlu menjelaskan langkah-langkah apa yang akan diambil untuk melindungi hak-hak orang tua, kebebasan berbicara dan kebebasan beragama.

Baca juga:

Bagaimana Cara Berhemat di Australia

Ia berpendapat, akan ada tekanan yang luar biasa untuk membuat undang-undang dengan cepat mengingat Perdana Menteri telah menetapkan tenggat waktu, yang hanya menyisakan “sedikit kesempatan” untuk memperdebatkan perlindungan tersebut.

"Kemungkinan besar, mereka yang mengajukan masalah itu akan dicemooh habis-habisan, dan dituduh berusaha untuk menggagalkan keputusan rakyat," kata Howard.

“Sejauh ini, tanggapan Pemerintah adalah melepaskan tanggung jawabnya, hanya dengan menyatakan bahwa pihak mereka akan memfasilitasi RUU anggota pribadi tersebut.”

Howard juga mengkritik mereka yang mengkampanyekan pilihan ‘Ya’ yang menolak kekhawatiran tentang kebebasan beragama atau dijuluki “petunjuk menyesatkan”, dengan mengatakan bahwa ada “kekhawatiran yang sah”.

“Sangat tidak jujur untuk menegaskan bahwa perubahan sebesar ini terhadap institusi sosial fundamental tidak memiliki konsekuensi,” sebut Howard.

“Justru karena Parlemen harus mencerminkan kehendak rakyat bahwa rakyat berhak mengetahui apa, jika ada, yang Pemerintah akan lakukan di bidang perlindungan sebelum mereka memilih. Jika tidak, orang tidak akan diberi tahu sepenuhnya kapan mereka memilih.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterbitkan: 16:00 WIB 14/09/2017 oleh Nurina Savitri.