ABC

PM Abbott ke Afghanistan Umumkan Penarikan Tentara Australia

Dalam sebuah kunjungan diam-diam ke Afghanistan, Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengumumkan berakhirnya perang Australia di negara tersebut dan rencana penarikan tentaranya akhir tahun ini.

Perang tersebut merupakan perang terlama yang pernah dialami Australia. 

Konflik ini awalnya merupakan misi untuk memburu organisasi Al Qaeda pada tahun 2001, namun lama kelamaan berubah menjadi perang melawan pihak Taliban, dan bahkan menjadi usaha pembinaan negara (nation building) yang rumit dan berbahaya. 

Abbott dalam kunjungannya sempat berbicara dalam sebuah acara yang dihadiri sejumlah pemimpin Afghanistan dan anggota militer Australia  dan negara-negara lain. 

"Perang terlama Australia tengah berakhir," ucap Abbott dalam acara tersebut. " Bukan dengan kemenangan maupun kekalahan. Melainkan dengan, harapan kami, Afghanistan yang lebih baik bagi keberadaan kami di sini." 

Lebih dari 20 ribu warga Australia telah bekerja di Afghanistan – sebanyak 260 terluka dan 40 tewas dalam tugas. Perang ini juga telah menghabiskan lebih dari 7,5 miliar dollar setara Rp 75 triliun. 

Prajurit Australia dijadwalkan akan meninggalkan wilayah Tarin Kot hari Natal mendatang, dan markas militer tersebut akan dihadiahkan kepada Afghanistan. Selian itu, Australia juga telah membangun lebih dari 200 sekolah, klinik dan jalan. 

Menurut Menteri Dalam Negeri Afghanistan, Mohammad Omar Daudzai, sumbangan tersebut tidak akan disia-siakan. 

Pihak oposisi juga diundang dalam acara tersebut, sebagai cara menunjukkan dukungan terhadap perang Afghanistan dari kedua belah pihak. 

Pemimpin pihak oposisi, Bill Shorten, diberi kesempatan berbicara pada para prajurit. 

Ini adalah kunjungan bi-partisan (melibatkan baik pemerintah dan oposisi) pertama ke markas tersebut. 

Purnawirawan John Cantwell, yang dahulu menjabat komandan pasukan Australia di Afghanistan hingga 2010, mengatakan keterlibatan Australia dalam perang tersebut merupakan tindakan yang benar.

"Intinya adalah, kita melakukan tindakan yang tepat dengan cara pergi ke sana setelah terjadi peristiwa di New York dan Washington, agar membuat Taliban tidak mendukung Al Qaeda," ucapnya pada ABC.  "Usaha itu sukses. Sayangnya, kemudian kita kehilangan fokus dan pergi ke Irak. Itu jelas keputusan yang salah." 

Meskipun para prajurit tidak lagi menempati Tarin Kot setelah hari Natal nanti, sekitar 300 hingga 400 perlatih tetap berada di Afghanistan, tepatnya di Kandahar dan Kabul. 

Pendanaan sebesar 36 juta dollar untuk propinsi Uruzgan tetap berlanjut, untuk mendidik anak-anak dan memberi layanan kesehatan dan pelatihan seputar persalinan. 

Namun, tetap ada ketidakpastian di daerah termiskin di Afghanistan tersebut. Korupsi dan kekerasan tetap melanda, dan sulit bagi militer Afghanistan untuk menjaga perdamaian. 

Sebuah tulisan di bangunan untuk prajurit yang tewas di markas Tarin Kot berbunyi, "Yang telah melihat akhir perang hanyalah mereka yang tewas." Kalimat tersebut begitu pantas terdengar di Tarin Kot.