ABC

Petani Timor Leste Manfaatkan Pengalaman Kerja di Perkebunan Australia

Pekerja musiman dari Timor Leste mengatakan bahwa mereka telah menggunakan pengalaman panen mangga untuk belajar dari para petani kebun di Wilayah Utara Australia (NT) demi memperbaiki perkebunan di negara mereka sendiri.

Tahun ini Tou’s Garden, sebuah perkebunan mangga di luar Darwin, mengontrak 38 pekerja melalui Program Pekerja Musiman Pemerintah Australia [SWP].

Ini adalah tahun kedua perkebunan itu melibatkan pekerja melalui program tersebut mengingat mereka telah berjuang untuk menemukan cukup banyak tenaga kerja lokal.

Kembali untuk tahun kedua, pemimpin tim, Calisto Dossantos Dezesus, mengatakan bahwa ini adalah kesempatan bagus bagi rekan senegaranya untuk belajar dan mengembangkan keahlian baru.

“Kami ingin memperbaiki bahasa Inggris kami dan kami perlu mempelajari lebih lanjut tentang budaya lain, bagaimana kehidupan di Australia dan kami juga ingin belajar dan mengalami bagaimana menggunakan teknologi modern,” katanya.

“Kami juga ingin menghasilkan sejumlah uang sehingga kami bisa membawanya kembali ke rumah dan memperbaiki kehidupan kami [karena] terkadang kami tak menemukan pekerjaan di negara kami sendiri dan itu menyulitkan kami untuk memperbaiki kehidupan keluarga kami.”

Pekerja menimba pengalaman

Aspek terbaik SWP dari sudut pandang petani Australia adalah bahwa para pekerja bisa kembali dari tahun ke tahun untuk musim panen.

Kebun Tou terbuka untuk para pekerja lewat Program Pekerja Musiman tahun ini untuk membantu panen mangga.
Kebun Tou terbuka untuk para pekerja lewat Program Pekerja Musiman tahun ini untuk membantu panen mangga.

ABC Rural: Lydia Burton

Saat ini, para petani kebun di Australia sangat bergantung pada turis backpacker (berbujet rendah) sebagai sumber utama tenaga kerja karena musim mangga hanya bertahan beberapa bulan.

Petani kebun bernama Tou Saramat Ruchkaew mengatakan, dengan meminta para pekerja untuk kembali, waktu dan uang yang diinvestasikan untuk melatih pekerja musiman itu sepadan.

Menurut Tou, manfaat lain dari para pekerja Timor Leste adalah mereka dikondisikan untuk menangani kondisi cuaca yang panas dan lembab dan seringkali familiar dengan buah yang dipanen.

“Mereka tak memiliki alergi mangga seperti backpacker – setiap kali mereka [backpackers] melihat getah mangga mereka bereaksi, jadi kami harus secara permanen memanggil dokter untuk alergi mangga, [sedangkan dengan] orang Timor Leste, kami belum pernah mengalami itu,” kata Tou.

Calisto memimpin tim pekerja Timor Leste sebagai bagian dari Program Pekerja Musiman
Calisto memimpin tim pekerja Timor Leste sebagai bagian dari Program Pekerja Musiman untuk membantu panen mangga di Wilayah Utara Australia (NT).

ABC Rural: Lydia Burton

Bawa pulang keahlian baru

Sementara para pekerja musiman datang ke Australia dengan berbagai keahlian, beberapa di antaranya memiliki pengalaman bekerja di bidang perkebunan di negara asalnya.

“Saya memiliki perkebunan buah di kampung halaman sehingga kami memiliki sedikit pengalaman bagaimana bekerja di perkebunan, terutama di perkebunan mangga,” kata Calisto.

“Tapi kami tak punya yang seperti ini, kami punya pohon mangga maksimal seluas satu hektar jadi di sini sangat besar untuk kami.”

“Tapi itu bagus untuk kami, kami bisa belajar pengalaman baru dan kami bisa mencoba dan memperbaiki perkebunan mangga kami di Timor Leste jika kami mendapatkan uang di sini.”

Calisto mengatakan bahwa ia menanam mangga Kensington Pride di kebunnya dan itulah satu-satunya varietas yang ia kenal di Timor Leste.”

“Kami tak memiliki mangga R2E2 atau Nam Doc Mai -jenis buah ini adalah buah baru untuk kami,” sebutnya.

Sebagai bagian dari SWP, ini adalah semacam paparan yang diharapkan Calisto dan timnya selama berada di NT sehingga mereka bisa membawa pengetahuan ini kembali untuk memperbaiki perkebunan di Timor Leste.

“Kami ingin menanam benih mangga yang tak kami miliki di Timor Leste jika kami diizinkan mengambil beberapa bibit dari sini di Australia untuk dibawa pulang ke Timor Leste,” katanya.

“Jadi saya mencoba dan mempraktekkan semua yang saya dapatkan di sini dan membawa pulang ke rumah untuk mencoba dan memperbaiki kampung halaman saya.”

Sebanyak 16 dari 38 pekerja kembali ke NT untuk panen mangga kedua mereka.
Sebanyak 16 dari 38 pekerja kembali ke NT untuk panen mangga kedua mereka.

ABC Rural: Lydia Burton

Tou mengatakan bahwa berbagi keahlian dan pengetahuan merupakan bagian penting dari SWP.

“Mudah-mudahan mereka bisa membawa kembali keahlian dan pengetahuan baru mereka ke negara mereka sendiri untuk memperbaiki kehidupan keluarga mereka dan uang yang mereka hasilkan berarti mereka mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka, mampu menyediakan kehidupan yang layak bagi keluarga mereka,” katanya.

“Yang terpenting, saya berharap bahwa kesempatan untuk melihat bagaimana negara Barat mengelola perkebunan bisa membuat mereka ingin membawanya kembali ke negara mereka dan menerapkannya.”

Melamar jadi pekerja musiman masih jadi isu

Sementara manfaat SWP telah disorot di perkebunan Acacia Hills tahun ini, Tou mengatakan bahwa program tersebut masih memiliki sejumlah isu yang menyulitkan petani kebun untuk terlibat.

“Warga Timor Leste adalah orang-orang yang fantastis untuk diajak kerja bersama dan tingkat pengawasannya sangat tinggi. Mereka menghargai uangnya, mereka menghargai kesempatannya dan kami menghargai komitmen mereka untuk kembali dan mereka berusaha sangat keras,” ujarnya.

“Tapi ada masalah dan hambatan besar yang harus dilakukan pebisnis untuk membawa mereka [pekerja] ke sini.”

Tou mengatakan bahwa ia telah memohon kepada Pemerintah untuk membuat proses aplikasi bagi para pekerja menjadi lebih sederhana.

“Tak ada petani yang saya ajak kerjasama punya keinginan untuk memanfaatkan siapapun,” sebutnya.

“Kami ingin memberi mereka apa yang bisa kami berikan karena pekerja yang bahagia menimbulkan hasil yang bahagia untuk semua orang, jadi kami di sini untuk menjalankan bisnis kami, tidak memanfaatkan siapapun.”

“Jadi tolong ini adalah langkah yang sangat penting bagi seorang pemilik kebun untuk membuat pekerja mereka kembali.”

“Level birokrasinya sungguh tak tertahankan. Kami harus membayar staf penuh waktu untuk mengelola program ini.”

“Bagi kami, kami cukup mampu untuk melakukannya, tapi petani kecil yang baru memulai, mereka tak mungkin bisa melakukannya.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.