ABC

Petani Australia Desak Pemerintah Sepakati Perdagangan Bebas Dengan RI

Petani Australia mendesak perdana menteri baru negara itu, Scott Morrison, untuk menyepakati perdagangan bebas dengan Indonesia. Dia akan mengunjungi di Jakarta yang sekaligus menjadi kunjungan luar negeri pertamanya sebagai PM Australia.

PM Morrison yang menggantikan Malcolm Turnbull dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Kesepakatan perdagangan bebas kedua negara telah dibicarakan selama 8 tahun terakhir.

Dari pihak Australia, ekspor gandum mencakup sekitar separuh dari perdagangan dengan Indonesia. Kalangan petani berharap hal ini dapat diperluas di bawah kesepakatan perdagangan (FTA).

“Untuk sektor biji-bijian, mungkin ini hal paling penting yang kami miliki untuk beberapa waktu,” kata Andrew Weidemann, seorang petani gandum dari negara bagian Victoria.

“Ini penting terutama karena kita bersaing dengan negara-negara penghasil gandum lainnya,” katanya.

Ekspor ternak, gula, daging sapi dan kapas merupakan lima komoditi pertanian utama Australia yang diekspor ke Indonesia.

Jika ditandatangani, ini akan menjadi perjanjian perdagangan keempat yang dicapai Australia di Asia, menyusul Korea Selatan, Jepang dan China.

Senator Simon Birmingham yang menjabat Menteri Perdagangan telah bertolak ke Jakarta kemarin.

PM Morrison sebelumnya mengatakan dengan melakukan kunjungan luar negeri pertama sebagai Perdana Menteri ke Indonesia, pihaknya ingin menegaskan pentingnya hubungan kedua negara.

Australia dan China menandatangani FTA pada Desember 2015 dan ekspor pertanian Australia meningkat 10 persen – lebih dari $ 1 miliar – di tahun berikutnya.

Lebih dari 20 persen ekspor hasil pertanian Australia dikirim ke China dengan nilai $ 11 miliar.

Perkiraan ekonomi menunjukkan Indonesia berkemungkinan menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat dunia.

Namun sampai saat ini, Indonesia belum menjadi salah satu dari 10 mitra dagang utama Australia.

Petani ingin lebih banyak akses ke Asia

Ketua Federasi Petani Nasional Fiona Simson mengatakan FTA menetapkan syarat-syarat perdagangan namun tidak menjamin akses pasar.

“Yang penting bukan membangun pasar, tetapi apa yang terjadi setelah itu,” katanya.

Kalangan petani menghendaki perluasan akses pasar Asia, terutama setelah hubungan Australia- China mengalami ketegangan belakangan ini.

“Kami mengekspor 70 persen dari produksi, sehingga kami menginginkan pasar lebih banyak,” kata Simson.

“Bagaimana bisa menghasilkan produk dan mengirimkan produk ke pasar baru sama pentingnya dengan membangun pasar baru itu sendiri,” ujarnya.

Oposisi optimistik dengan Indonesia

Juru bicara oposisi urusan Perdagangan dan Investasi Jason Clare mengatakan selama ini perdagangan dengan Indonesia “sangat diremehkan”.

“Australia dan Indonesia seperti tetangga yang nyaris tidak saling tegur,” katanya.

“Kita tidak berbicara satu sama lain, atau bekerja sama sebagaimana seharusnya,” tambahnya.

“Jika perjanjian ini bisa mengubah hal itu, meningkatkan perdagangan, pekerjaan dan menyatukan kedua negara, maka hal itu bagus,” ujar Clare.

“Namun kita harus menunggu bagaimana detailnya,” katanya.

Clare mengungkapkan para eksportir Australia saat ini kesulitan mengirim anggur dan daging sapi ke China dalam beberapa bulan terakhir.

Dia menuding Pemerintah Australia telah “mengacaukan” hubungan antara kedua negara.

“Pemerintah Australia harus menata ulang hubungan itu dan membangunnya lebih kuat dengan Pemerintah China sehingga perusahaan-perusahaan Australia tidak menderita kesulitan,” katanya.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.