ABC

Perusahaan Peternakan di Indonesia Mulai Impor Kerbau dari Australia Utara

Sebuah perusahaan penggemukan ternak di Indonesia, yang 80 persen dimiliki oleh Consolidated Pastoral Company (CPC) kembali memulai impor kerbau dari Northern Territory setelah terhenti beberapa tahun.

Seperti banyak importir di Indonesia, peternakan Juang Jaya Abdi Alam (JJAA) di Lampung dahulu pernah mendatangkan kerbau dari Australia, namun hal itu berhenti pada tahun 2011 karena berbagai alasan.

Menurut CEO CPC, Troy Setter, perubahan aturan impor kerbau untuk penggemukan telah memungkinkan JJAA untuk melakukan ujicoba pengiriman hampir 200 ekor kerbau.

“JJAA mencari berbagai alternatif dalam mengembangkan kembali jumlah ternak, akibat masalah perizinan dan perlambatan di pasar beberapa tahun terakhir,” katanya kepada ABC.

“Australia dan Indonesia dua atau tiga tahun lalu menegosiasi perubahan protokol untuk ternak kerbau, dan sudah ada sedikit perubahan dalam 12 bulan terakhir,” jelasnya.

“Protokol itu yang sekarang bisa kita pergunakan untuk mengimpor kerbau. Kami telah mendatangkan hampir 200 ekor kerbau dari Darwin ke Indonesia sebagai percobaan, yang sejauh ini sangat bagus,” kata Troy Setter.

Mengapa kerbau?

CPC merupakan produsen terbesar daging sapi di Australia yang dimiliki pribadi dan sahamnya tidak dijual ke publik. Perusahaan ini mengendalikan sekitar 360.000 ekor ternak sapi, tersebar di 16 peternakan di lahan 5,6 juta hektar lebih.

CPC mengelola ternak sapi, bukan kerbau.

Menurut Setter, minat perusahaan ini dalam perdagangan kerbau didorong oleh sejumlah faktor.

“Kami memiliki aset yang baik di Indonesia yang sebelumnya pernah menggemukkan kerbau Australia dan memiliki kandang dan infrastruktur untuk memelihara kerbau,” katanya.

“Kami juga bekerjasama cukup erat di Australia Utara dengan beberapa komunitas adat dan pihak pengelola tanah, yang mendatangi kami dan mengatakan adanya pasar untuk kerbau akan sangat membantu kelangsungan ekonomi dan sosial mereka,” tutur Setter.

"Jadi kami pikir ada potensi untuk saling menguntungkan, baik untuk pemilik tradisional yang memiliki kerbau, dan juga bagi kami yang memiliki penggemukan di Indonesia dengan basis pelanggan kecil yang menghendaki daging kerbau segar," katanya.

Kerbau-kerbau untuk impor pertama JJAA ini sebagian besar bersumber dari sebuah peternakan dekat Kota Darwin, tetapi sebagian lainnya merupakan kerbau liar.

Setter mengatakan kerbau-kerbau ini akan diperlakukan menurut standar kesejahteraan hewan ESCAS yang biasa dan kemungkinan besar akan melalui proses stunning (dibuat tidak sadar terlebih dahulu – red.) sebelum disembelih.

“Ini masih sangat dini, jadi kami hanya ingin menguji pasar serta sistem produksi untuk 200 ekor kerbau ini, selanjutnya membuat penilaian dari sana,” katanya.

“Beberapa tahun silam Indonesia merupakan pasar yang bagus bagi ribuan ekor kerbau pertahun dari Australia Utara. Saya tak melihat alasan mengapa tidak bisa seperti itu lagi,” ujar Setter.

Menurut laporan media di Indonesia, Kementerian Pertanian RI telah merekomendasikan tiga importir untuk diizinkan mengimpor hingga 2.400 ekor kerbau penggemukan tahun 2017 ini.

Diterbitkan Selasa 11 April 2017 Pukul 11.00 AEST oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.