ABC

Perjuangan Bocah Papua Nugini Obati Kelainan Tulang Langka

Edward Kennedy menggunakan kruk, berjalan selangkah demi langkah saat memasuki ruang fisioterapi di Rumah Sakit Swasta St Vincent, Melbourne, untuk sesi terapi keduanya. Ia baru saja menjalani operasi untuk memperbaiki gangguan tulang langka yang dideritanya.

Edward mengalami ‘displasia spondyloepiphyseal’, atau lebih umum dikenal sebagai dwarfisme (kekerdilan), yang menyebabkan kerusakan di lututnya dan memaksanya untuk berjalan dengan terhuyung-huyung.

“Semakin ia dewasa, gangguan tulang yang dideritanya memburuk dan kondisi ini bisa membuatnya sulit untuk berjalan,” kata ahli bedah ortopedi, Leo Donnan.

Setelah mendengar tentang sistem dan fasilitas kesehatan di Papua Nugini, sebuah perusahaan jasa wisata menyelenggarakan perjalanan ke negara-negara Pasifik dengan para dokter Australia.

Dokter Bedah
Para dokter bedah dan fisioterapis di Melbourne menyumbangkan waktu mereka untuk menolong anak-anak dari Asia-Pasifik.

ABC News: Stephanie Boltje

Satu tim yang terdiri dari 10 orang, sekitar empat kali setahun, merawat penduduk lokal di seluruh negara Pasifik, untuk mengobati berbagai penyakit seperti malaria dan TBC, serta kondisi muskuloskeletal.

“Kami menerapkan tiga aturan utama saat kami berkunjung ke sana, yang pertama adalah bahwa kami mengajar dan membimbing dan melatih di tiap kesempatan sehingga apa yang kami coba lakukan adalah meningkatkan kemampuan warga,” kata manajer program kesehatan dari organisasi ‘No Roads’, Stewart Kreltszheim.

“Yang kedua adalah bahwa kami bekerja dengan obat yang dimiliki warga, jadi kami tak datang dengan solusi jangka pendek. Dan ketiga adalah bahwa kami merawat warga berdasarkan peraturan yang berlaku di negara tempat kami berada,” jelasnya.

Mereka bertemu Edward pada tahun 2014, di desa terpencil Buna, Provinsi Oro, Papua Nugini (PNG).

Para dokter mengkhawatirkan kondisi Edward, sehingga No Roads bekerja sama dengan yayasan ‘Children First Foundation’ membawa Edward dan -sekelompok anak-anak lain dari PNG -ke Australia untuk menjalani operasi.

“Satu-satunya rumah sakit tersier di Papua Nugini, di negara dengan tujuh juta orang, berada di Port Moresby dan itu tak punya kapasitas ortopedi anak yang dibutuhkan Edward,” kata Stewart.

Edward
Edward, 10 tahun, berharap suatu hari ia menjadi pemain sepak bola.

ABC News: Stephanie Boltje

Praktisi medis Australia sumbangkan waktu

Anak laki-laki berusia 10 tahun ini adalah salah satu dari sekitar 20 anak dari seluruh Asia dan Pasifik yang dibawa yayasan ‘Children First Foundation’ ke Australia tiap tahunnya. Tujuannya adalah agar anak-anak itu mendapat perawatan yang mengubah hidup dan menyelamatkan jiwa mereka.

“Kami sudah mendapat kapasitas untuk menjangkau daerah-daerah terpencil ini dan melakukan pekerjaan ini di lapangan, tapi yayasan ‘Children First Foundation’ memiliki kapasitas untuk memiliki jaringan di Australia, akses ke dokter dan fasilitas kesehatan dan ini benar-benar bekerja dengan sangat baik,” ujar Stewart.

Tapi itu tak sesederhana naik pesawat; butuh dua tahun mengorganisir segala sesuatunya, mulai dari akte lahir hingga mendapat visa Australia.

Ketika masa pengobatan tiba, ibu Edward jatuh sakit dan itu artinya si laki-laki cilik ini harus bepergian sendiri ke Australia, di mana ia hidup tanpa keluarga selama berbulan-bulan.

"Ibu dan ayah dari Edward dan masyarakat setempat kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan perasaan mereka, mereka begitu banyak bersyukur," ungkap Stewart.

Edward telah menjalani dua operasi di Melbourne untuk memperbaiki kondisi yang disebut sebagai “lutut menyamping” (windswept knees); satu kaki bergerak ke dalam dan satu lainnya bergerak ke luar.

“Ada informasi teknis yang tak tersedia di tempat-tempat seperti Papua Nugini dan mereka tak memiliki infrastruktur untuk memantau anak-anak ini dan menempatkan implan ini di tempat yang benar,” kata Associate Professor Leo.

Edward menggunakan beberapa kata untuk menggambarkan pengalamannya di Melbourne, tapi impian sejatinya adalah untuk berlari “dengan sangat cepat” suatu hari nanti -seperti Usain Bolt, dan menjadi pemain sepakbola.

Ia berlatih olahraga ini dengan teman-teman barunya dari seluruh wilayah Pasifik di kota Kilmore, pinggiran negara bagian Victoria, di sebuah rumah perawatan yang menjaga mereka 24 jam non-stop.

Edward
Edward memamerkan kemampuannya.

ABC News: Stephanie Boltje

Edward mengatakan, kakinya masih terasa seperti dulu, tapi tim medis di balik pemulihannya mengatakan, ia telah mengalami kemajuan yang cepat sejak operasi pertama pada tahun 2015.

“Kami telah menggunakan berbagai teknik pertumbuhan terpandu agar ia bisa memperbaiki kerusakannya sendiri seiring ia tumbuh dewasa,” kata Associate Professor Leo, yang merupakan salah satu dari kelompok profesional medis di Australia, yang rela menyumbangkan waktu mereka.

Edward telah ditanami implan dan selama di PNG, ia akan dipantau melalui foto-foto untuk menentukan kapan implan itu harus dilepas.

“Itu adalah operasi kecil, seperti pasang behel di gigi Anda, dan kami bisa mengarahkan pertumbuhannya dengan cara yang benar,” kata Associate Professor Leo.

Ia telah menyumbangkan waktunya selama sekitar 15 tahun, dari rekonstruksi kompleks untuk anak-anak yang memiliki gangguan parah hingga operasi yang relatif sederhana seperti Edward.

“Pada dasarnya kami belajar banyak dari hal ini … Saya bersekolah ketika pendidikan tinggi masih gratis, kami dilatih dalam sistem rumah sakit dan kami berada dalam posisi yang sangat istimewa dan ini adalah salah satu cara untuk berbagi,” utaranya.

Edward
Edward datang ke Melbourne dua kali dalam dua tahun ini untuk pembedahan.

ABC News: Stephanie Boltje

Prof Leo mengaku, “Mereka adalah anak-anak yang luar biasa untuk dirawat, mereka termotivasi, mereka sangat berterima kasih dan Anda bisa melakukannya;. kami punya kesempatan, mereka tidak.”

Semakin kuat secara bertahap

Dalam sesi fisioterapi, senyum lebar Edward mengembang di saat ia bercanda dengan sang terapis, berlatih dengan barbel dan berputar di alat yang telah disediakan.

“Ia telah mengalami pemulihan yang luar biasa,” kata Pauline MacLeod, salah satu fisioterapis yang menghabiskan waktu makan siangnya untuk merawat anak-anak itu.

"Bagi seorang anak kecil berusia10 tahun, untuk menggunakan kursi roda selama enam minggu adalah hal yang paling sulit baginya, tapi sekarang ia telah membaik, ia melompat, berputar dan benar-benar menunjukkan kemajuan,” terang Pauline.

“Ia telah berubah dari yang tadinya cemas karena tak menggunakan kursi roda pada Rabu lalu, hingga tak mau melihat kruknya pekan ini dan ke depannya akan semakin kuat,” tutur Pauline.

Edward
Edward menunjukkan kemajuan bertahap hingga mampu berjalan tanpa kruk.

ABC News: Stephanie Boltje

Dan transformasi yang dialami Edward -seperti halnya anak-anak lain yang datang ke Australia untuk perawatan medis -tak hanya soal fisik.

“Ia sebentar lagi mampu berjalan dan soal kepribadian ia benar-benar telah berubah,” kata manajer rumah perawatan, Pat Weldon.

“Ia jauh lebih bahagia, dulunya ia sangat cemberut ketika pertama kali datang, mungkin gugup dan semakin ia terbiasa dengan kami, semakin bahagia-lah ia,” ungkapnya.

"Ada masalah besar pada masing-masing anak, dan ada tim besar di belakang tiap anak dan kemudian pada akhirnya, semua anak-anak ini  akan pulang ke rumah dengan bahagia dan dalam kondisi sehat dan mereka membaik," kata Pat.

Edward diperkirakan tinggal di Melbourne hingga Januari 2017 dan akan memerlukan pembedahan lebih banyak di tahun-tahun mendatang.

“Kami telah melihat ini sebelumnya, ketika semua operasi selesai ia akan berjalan normal dan mungkin anda tak akan tahu bedanya jika anda tak tahu ceritanya,” utara Pat.

Stewart menambahkan: “Setiap kali ia datang ke Australia, saya anggap dan berharap bahwa hasil akhirnya ia akan menjadi anak kecil yang sehat, menjalani gaya hidup normal yang sehat, bermain sepak bola atau footy atau rugby dan berlarian di sekolah dan ia akan tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang kuat yang bisa berkontribusi dalam komunitasnya.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterbitkan dan diperbarui: 21:00 WIB 28/12/2016 oleh Nurina Savitri.