ABC

Peristiwa ‘Black Armada’ Bukti Dukungan Warga Australia di Awal Kemerdekaan RI

Pekerja pelabuhan di Australia pernah menunjukkan dukungannya bagi kemerdekaan Indonesia dalam peristiwa ‘black armada’. Mereka memboikot tugas bongkar muat untuk kapal Belanda. Cuplikan sejarah inilah yang diangkat kembali dalam Pameran Sejarah RI-Australia di Sydney.

Kapal SS Moreton Bay merupakan salah satu kapal Belanda yang menjadi sasaran boikot pekerja pelabuhan Australia dalam peristiwa 'Black Armada' pada 24 September 1945.
Kapal SS Moreton Bay merupakan salah satu kapal Belanda yang menjadi sasaran boikot pekerja pelabuhan Australia dalam peristiwa ‘Black Armada’ pada 24 September 1945.

 

Pameran bertajuk 'Black Armada' yang diselenggarakan di Museum Kelautan Nasional Australia  – Australian National Maritime Museum (ANMM) di Sydney ini dibuka mulai tanggal 20 Agustus 2015 kemarin dan akan berlangsung hingga 6 bulan mendatang.

“Semangat kerjasama dan persahabatan antara Indonesia dan Australia seperti terlihat pada masa-masa awal perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dalam menghadapi agresi Belanda tahun 1945-1949, perlu terus dipupuk dan ditonjolkan, termasuk kepada kalangan generasi muda di kedua negara,” demikian kata Duta Besar RI untuk Australia  Nadjib Riphat Kesoema ketika membuka pameran ini (20/8) lalu.
 
Pembukaan pameran ini dihadiri dari 100 orang dari berbagai latar belakang, mulai dari Kepala Museum Maritim Australia, Peter Dexter, diplomat asing, pebisnis, akademisi, sejarawan hingga masyarakat umum ini.
 
Pameran ini sendiri bertujuan memberikan gambaran mengenai kedekatan Indonesia dan Australia pada awal berdirinya negara Indonesia.
 
Hal tersebut antara lain ditunjukkan oleh dukungan para pekerja pelabuhan Australia pada bulan September 1945 yang memboikot kapal-kapal Belanda yang akan mengangkut amunisi dan tentaranya kembali ke Indonesia. Peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan 'Black Armada'.  
 

Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema ketika menyampaikan pidato dalam pembukaan pameran Black Armada Exhibition di Museum Maritim Nasional Australia (ANMM) di Sydney, 20/8 lalu.
Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema ketika menyampaikan pidato dalam pembukaan pameran Black Armada Exhibition di Museum Maritim Nasional Australia (ANMM) di Sydney, 20/8 lalu.

 

Peristiwa ‘Black Armada’ ini sendiri berawal ketika sejumlah buruh pelabuhan asal Indonesia di pemukiman Woolloomooloo, Sydney mendengar kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia melalui warta berita pada siaran radio gelombang pendek 

Keesokan harinya, salah seorang buruh di Kapal Belanda bernama Tukliwon yang berusia 20 tahun menyampaikan kabar kemerdekaan Indonesia dari Belanda
itu pada rekan-rekannya sesama buruh pelabuhan di Australia yang berjanji akan memberikan dukungan.
 
Beberapa hari kemudian Tukliwon dan sejumlah rekannya sesama buruh di kapal ferry milik Belanda diminta untuk kembali berlayar menuju Jawa, Indonesia,
Namun karena mendukung keduanya menolak perintah tersebut demi mendukung kemerdekaan tanah air mereka.
 
Aksi mereka ini langsung memicu dukungan dari serikat pekerja pelabuhan Australia yang langsung memerintahkan anggotanya untuk mengembargo seluruh kapal yang membawa amunisi dan material lain yang akan digunakan untuk menyerang Pemerintah Indonesia.
 
Pada 24 September 1945, terjadilah boikot besar-besaran terhadap kapal-kapal milik Belanda di Pelabuhan Brisbane dan Sydney, sebelum akhirnya menyebar ke Melbourne dan Fremantle. Aksi boikot ini dengan cepat juga mendapat dukungan dari asosiasi pekerja pelabuhan yang lain mulai dari tukan masak, teknisi mesin, tukang cat kapal, tukang kayu, dan lain-lain.
 
Akibat aksi ini  lebih dari 400 armada kapal milik Belanda yang berlabuh di Australia tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Indonesia, karena tidak ada pekerja pelabuhan yang membantu memasukan barang ke geladak, menyiapkan bahan bakar dan lain-lain. Dan secara signifikan melumpuhkan kekuatan militer Belanda.
 
Aksi boikot oleh pekerja pelabuhan Australia ini semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada 28 September 1945. Pekerja pelabuhan di Sydney menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor kapal Belanda dan juga kantor diplomatik Belanda dan memasang spanduk besar berisi desakan agar Belanda meninggalkan Indonesia – 'hands Off Indonesia'.
 
Perintah ini dikuatkan dengan seruang langsung kepada anggota serikat pekerja pelabuhan Australia agar tidak memberikan tumpangan pada tentara dan pekerja Belanda, tidak mengangkat amunisi dan barang-barang lain seperti makanan dan lainnya ke kapal Belanda. Dan semua yang berkaitan dengan
Belanda merupakan barang terlarang yang harus diembargo.
 
Dan Sebaliknya, sebulan kemudian pada Oktober 1945, Australia memfasilitasi kembalinya lebih dari 1400 para tawanan perang Belanda asal Indonesia yang berada di Australia, ke tanah air dengan menggunakan kapal kargo Australia, Esperance Bay dari pelabuhan Sydney. 
 
Dukungan dan simpati Australia terhadap perjuangan Indonesia juga diwujudkan dengan terus menekan dan mengutuk agresi Belanda.
 
KI-KA : Kepala Dewan ANMM, Peter Dexter, kurator pameran, Stephen Gapps, Dubes RI untuk Indonesia, Nadjib Riphat Kesoema dan Direktur dan CEO ANMM, Kevin Sumption dalam acara pembukaan Pameran Black Armada Exhibition di Sydney.
KI-KA : Kepala Dewan ANMM, Peter Dexter, kurator pameran, Stephen Gapps, Dubes RI untuk Indonesia, Nadjib Riphat Kesoema dan Direktur dan CEO ANMM, Kevin Sumption dalam acara pembukaan Pameran Black Armada Exhibition di Sydney.
 
 
Aksi dukungan heroik dari serikat pekerja pelabuhan Australia pada peristiwa ‘Black Armada’ di awal kemerdekaan Indonesia ini nyaris terlupakan oleh masyarakat di kedua negara. 
 
Oleh karena itu penyelenggaraan pameran ini diharapkan dapat menyegarkan kembali ingatan warga kedua bangsa akan semangat kerjasama dan persahabatan yang telah ditunjukan oleh sesama pekerja pelabuhan Indonesia dan Australia pada tahun 1945-an tersebut.
 
Menurut Dubes RI, kini kerjasama kedua negara lebih dari sekedar sejarah Black Armada. Indonesia dan Australia bahkan terus membangun kemitraan yang dapat mengatasi berbagai tantangan modern, baik dalam konteks bilateral, regional maupun global.
 
Dubes RI mengakui bahwa antara Indonesia dan Australia memang memiliki banyak perbedaan latar belakang dan sejarah. Namun, justru karena adanya perbedaan itulah, kedua negara perlu terus melakukan dialog secara konstruktif agar lebih saling memahami dan menghargai serta saling percaya.
 
Ditambahkan oleh Dubes RI bahwa potensi kerjasama kedua negara sangat besar di berbagai sektor, termasuk bidang ekonomi mengingat perekonomian Indonesia dan Australia sama-sama tumbuh pesat.
 
Dubes RI, NAdjib Riphat Kesoema bersama Arthur Lock dan Anthony Liem dari Indonesian Australian Association.
Dubes RI, NAdjib Riphat Kesoema bersama Arthur Lock dan Anthony Liem dari Indonesian Australian Association.
 
Pameran ini merupakan kerjasama antara ANMM dengan KBRI Canberra, Kedubes Australia di Jakarta dan KJRI Sydney. Selama berlangsungnya pembukaan pameran, juga dipertunjukkan musik gamelan Jawa dari KJRI Sydney.
 
Pameran serupa akan diselenggarakan di Museum Benteng Vredeburg  Yogyakarta yang rencananya akan dibuka pada tanggal 31 Agustus 2015.