ABC

Peretasan dan Jejaring Sosial Jadi Medan Perang Jelang Pemilu 2019

Hacker, atau peretas, dengan menggunakan alamat protokol dari China dan Rusia telah menyerang pusat data pemilih dengan tujuan mengganggu jalannya proses pemilihan presiden mendatang, seperti yang diungkapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ketua KPU Pusat, Arief Budiman mengatakan, serangan yang terjadi hampir setiap jam ke KPU adalah upaya untuk memanipulasi dan memodifikasi konten, termasuk menciptakan pemilih siluman.

Seperti yang dikutip dari Bloomberg, Arief Budiman mengatakan belum jelas apakah motivasi serangan ini untuk mengacaukan jalannya pemilihan umum atau untuk membantu memenangkan salah satu kandidat.

Capres Jokowi dan Prabowo Subianto dalam Debat Capres Kedua (17/2).
Pemilihan presiden dengan kandidat Joko Widodo dan Prabowo Subianto terancam dengan serangan peretasan.

AP: Achmad Ibrahim

Namun pengamat dari Lowy Institute di Australia mengatakan, tidaklah jelas apa yang menjadi ketertarikan Rusia dan China terhadap pemilu di Indonesia dan berbeda alasannya dengan tuduhan keterlibatan Rusia pada pilpres di Amerika Serikat yang dimenangkan oleh Donald Trump.

“Saya rasa berbeda situasi dan konteksnya, selain itu banyak organisasi di dunia yang juga menjadi korban serangan peretasan sehingga tidak hanya Indonesia,” ujar Ben Bland, peneliti sekaligus Direktur Southeast Asia Project di Lowy Institute.

Tidak hanya itu, Ben juga mempertanyakan seberapa banyak orang Rusia dan China yang memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.

Sebelumnya Arief mengatakan bahwa serangan dari Rusia dan China itu bukan sebagai institusi negara, melainkan individual, bahkan bisa jadi orang Indonesia sendiri dengan menggunakan protokol internet internasional.

Sebagai penyelenggara, KPU juga mengatakan serangan peretasan pada sistem data pemilih sudah terjadi sejak Pemilu 2014 dan pihaknya memastikan serangan tidak akan mengganggu proses pemilu pada bulan April mendatang.

Rusia telah membantah keterlibatannya dan lewat juru bicaranya mengatakan negaranya tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri. Hal yang sama juga telah dinyatakan oleh Kementerian Luar Negeri China.

Meski mendapat sorotan, masalah peretasan ini tidak perlu menjadi kekhawatiran besar warga, karena masalah lain seperti membeli suara dan identitas ganda masih membayangi pemilu mendatang.

Berita palsu meraih sejuta orang per pekan

Sejumlah orang sedang memperhatikan layar monitor
Sejumlah media di Indonesia berkolaborasi untuk memeriksa kebenaran klaim yang dilontarkan kedua calon presiden saat debat berlangsung.

Twitter: @cekfaktacom

Sementara itu kantor berita Reuters melaporkan sejumlah ‘buzzer’, konsultan media sosial, dan pengamat menyebutkan adanya operasi dalam media sosial yang menyebarkan propaganda kedua kandidat presiden, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Meski kedua tim pemenangan membantah menggunakan ‘buzzer’ atau menyebarkan berita-berita palsu untuk menyerang lawannya, laporan tersebut menemukan adanya buzzer yang menyediakan akun-akun untuk melayani kepentingan politik.

“Medan perang kita adalah media sosial, konten yang kita buat jelang pemilu dapat meraih setidaknya satu juta orang setiap pekan,” ujar pemilik akun atas nama Janda kepada Reuters.

Janda dilaporkan memiliki 2.000 pengikut palsu di akun Twitternya yang berterima kasih kepada pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo yang telah meningkatkan kehidupannya sebagai seorang ibu muda.

Tiga buzzer lainnya mengakui mengendalikan ratusan akun media sosial yang juga telah dipersonalisasi mengatasnamakan masing-masing kandidat, satu di antaranya membantah menyebarkan berita palsu dan dua lainnya mengatakan tidak peduli dengan akurasi konten yang mereka buat.

Sejumlah pengamat dan praktisi telah meminta masyarakat Indonesia lebih berhati-hati saat menerima informasi yang sifatnya menyerang kedua kandidat, termasuk jika ada klaim dari keduanya yang bertolak belakang dengan fakta dengan mengecek kebenarannya.

Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.