ABC

Perempuan Lampung Baru Jadi Desainer Australia di Usia 50 Tahun

Baru di usia 50 tahun, Umi Sudibyo yang berasal dari Lampung memutuskan untuk mengejar impiannya sejak lama, yakni menjadi seorang desainer.

Ia baru saja menyelesaikan gelar advanced diploma bidang fashion design and merchandising di Kangan Institute, Melbourne.

Lewat jaringan gurunya, salah satu hasil tugas akhir Umi sudah dipamerkan di ajang bergengsi tahunan yang merayakan kreativitas di industri fesyen, Melbourne Fashion Week 2018 yang berlangsung antara 31 Agustus sampai 7 September.

Melbourne Fashion Week termasuk salah satu ajang fesyen besar di Australia.

Sebuah gaun dengan kerudung
Pengalaman kehidupannya di Australia Umi tuangkan dalam karya adi busana.

Foto: ABC News, Erwin Renaldi

Adi busana dari koleksinya ‘Almost Naked’, bersama dengan karya perancang berbakat Australia lainnya dipajang di Bourke St, jantung kota Melbourne.

“Lewat koleksi ini saya mengungkap cerita dan pengalaman sendiri,” ujar Umi kepada Erwin Renaldi dari ABC Melbourne.

Ada tiga rancangan dalam koleksinya ini yang masing-masing menggunakan dua jenis garmen, yakni inner dan outter, seperti pakaian yang kebanyakan dipakai Muslimah.

Bagian inner, bermotifkan rotasi seperti sebuah cyclone atau badai untuk menggambarkan pergulatan dalam kehidupan dari pernikahan pertamanya.

Sementara bagian outer terbuat dari plastik yang menyerupai ubur-ubur dengan bentuk gelembung-gelembung seperti buah tanaman casuarina.

Tanaman casuarina adalah tanaman khas benua Australia, yang namanya seringkali dijadikan nama tempat-tempat di Darwin.

“Saat saya hidup sendirian dengan dua anak, saya panik dan harus mencari kerja, tapi yang pertama kali di benak saya adalah harus bisa berbahasa Inggris,” akunya.

“Kemudian saya lihat ada kursus Bahasa Inggris gratis bagi migran di Casuarina Plaza, dari situlah saya berubah untuk terus belajar dan mencari kerja.”

Empat patung dengan gaun-gaun beragam warna.
Karya Umi dari koleksiny 'Almost Naked' (paling kiri) dipajang di Bourke St, pusat kota Melbourne, Australia.

Foto: ABC News, Erwin Renaldi

Tekadnya untuk bekerja keras di negeri asing tidak lepas demi memenuhi tanggung jawabnya untuk membesarkan anak-anaknya seorang diri saat itu.

Upayanya membuahkan hasil. Umi yang sekarang terdengar fasih berbahasa Inggris dengan logat Australia, pernah bekerja di berbagai bidang. Mulai menjadi seorang penerjemah hingga konsultan pajak.

Terakhir kali di Darwin, Umi menjadi pengajar untuk jenjang VET, atau setingkat dengan pelatihan dan kejuruan di Charles Darwin University, sebelum akhirnya memutuskan pindah ke Melbourne agar bisa dekat dengan anak-anaknya.

Menjadi siswa paling tua di kelas

Seorang perempuan memakai kerudung sedang tersenyum
Umi Sudibyo bercita-cita untuk memiliki yayasan bagi para perempuan.

Foto: Koleksi pribadi

Salah satu anaknya pernah mengatakan saatnya bagi Umi untuk mengejar mimpi dan keinginan yang belum tercapainya.

“Saya dari dulu senang menjahit, karena ayah saya yang sekarang usianya sudah 80-an juga tidak pernah lepas dari menjahit, saya pun ingin seperti dia menjahit sampai pensiun,” jelas Umi.

Selama 2,5 tahun ia kembali duduk di bangku kuliah untuk mempelajari seluk beluk seoal fesyen, bersama murid-murid yang rata-rata berusia 20-an .

Ia mengaku satu-satunya tantangan yang ia hadapi adalah masalah teknologi, termasuk penggunaan Instagram, yang baru ia pelajari saat kuliah.

“Saya lahir di era mesin ketik, sementara teman-teman sekelas adalah digital native, jadi bisa dibilang saya gaptek [gagap teknologi] tapi untungnya saya termasuk fast learner [mudah belajar sesuatu dengan cepat],” tambahnya.

Justru yang paling menyenangkan baginya adalah keakraban bersama guru-gurunya, yang kebanyakan seusianya sehingga menganggap dirinya sebagai teman.

Ingin membuat yayasan perempuan

Setelah bertemu dengan para pakar dan praktisi fesyen di Australia, Umi menemukan adanya kebutuhan untuk baju-baju yang lebih tertutup bagi perempuan di Australia.

“Para perempuan dewasa dan profesional lebih nyaman jika menggunakan pakain yang tertutup,” ujarnya.

Meski Umi mengatakan masih belum tahu tantangan untuk mengembangkan baju-baju ‘Muslimah’ di Australia, ia merasa optimis dengan masa depan baju-baju bergaya tertutup.

Foto empat orang duduk di sofa rumah
Umi berserta suami dan kedua anaknya.

Foto: Koleksi pribadi

“Tidak harus baju Muslim, tapi ‘modest fashion’ akan meraup hingga 30% pangsa fesyen dunia di tahun 2020 nanti.”

Umi sendiri sudah menggunakan kerudung selama lebih dari 25 tahun, sejak anak pertamanya lahir di Australia.

Impian Umi selanjutnya adalah ingin mendirikan sebuah yayasan untuk memberdayakan perempuan-perempuan di Australia.

Ia ingin membantu para perempuan, khususnya korban-korban kekerasan rumah tangga, agar mereka tidak selalu ketergantungan pada suaminya.