Perempuan Desa di Australia Soroti Skema Cuti Persalinan
Perempuan di pedesaan dan daerah pedalaman Australia mengkhawatirkan nasib mereka yang kemungkinan tak akan mendapat manfaat dari skema cuti persalinan yang baru.
Para ibu yang masuk kriteria ini harus bekerja 10 bulan berturut-turut selama 13 bulan sebelum kelahiran atau pengadopsian anak mereka, dan dalam 10 bulan itu mereka harus bekerja setidaknya selama 330 jam.
Sementara pemerintah menyebut bahwa wiraswasta dan pekerja musiman dapat mendaftarkan diri dalam skema ini, Ketua Perempuan Agrikultur Australia (AWiA), Liz Brennan, mengungkapkan, karakter usaha di daerah, seperti pertanian, justru membuat para perempuan ini harus berjuang untuk mendapat manfaat atau merealisasikan hak mereka.
“Seringkali di pertanian atau usaha kecil di daerah, sang pemilik atau mitra atau mereka yang terlibat di bisnis, tidak mempertimbangkan banyaknya jam kerja tanpa tanggungan yang diajukan. Jadi contohnya, di kondisi pertanian atau usaha kecil daerah, ada sejumlah jam kerja tak terhitung, yang berkontribusi pada usaha kecil tersebut, yang tak dibayar,” ujarnya.
Para anggota dan non-anggota AWiA melakukan telekonferensi dengan Departemen Sosial atas undangan instansi pemerintah tersebut.
Liz menuturkan, sorotan utama para perempuan desa, baik yang bekerja di pertanian atau usaha kecil daerah, adalah tentang bagaimana skema itu mengkompensasi mereka atas puluhan jam tanpa tanggungan yang diisi dengan bekerja.
“Isu ini bukan tentang kehilangan pendapatan tapi lebih kepada penggantian biaya perekrutan staf untuk melakukan kerja tanpa tanggungan itu,” tegasnya.
Liz mengutarakan, organisasinya bekerja untuk memberikan solusi terhadap sejumlah masalah yang dialami para perempuan di seluruh Australia.
“Kami juga memberi beberapa rekomendasi kunci tentang bagaimana daerah-daerah di Australia bisa memastikan bahwa solusi apapun yang dikembangkan dan kebijakan apapun yang diformulasikan, harus mempertimbangkan tantangan-tantangan yang ada dari hidup di pedalaman Australia,” urainya.