ABC

Perdagangan Ilegal Komodo Dari Indonesia, Harganya Rp 500 Juta di Luar Negeri

Kepolisian daerah (Polda) Jawa Timur mengungkap jaringan penyelundup satwa liar yang diduga telah menjual sebanyak 41 ekor satwa komodo ke luar negeri.

Praktek perdagangan illegal satwa komodo ini terungkap dari hasil operasi yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur yang berhasil meringkus 5 orang tersangka.

Komplotan ini mengaku telah melakukan praktek perniagaan satwa yang dilindungi sejak tahun 2016 dan telah menjual 41 ekor komodo ke luar negeri.

“Perdagangan komodo ini lingkupnya internasional, satu ekor Komodo bisa dijual dengan harga Rp 500 juta,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur Kombes Akhmad Yusep Gunawan kepada wartawan hari Rabu (27/3/2019).

Lebih lanjut Kombes Akhmad Yusep Gunawan mengatakan ke-41 ekor komodo itu didapatkan dua orang tersangka, ED dan EB yang sampai sekarang masih dikejar polisi yang dibeli dengan harga antara Rp 6 juta hingga Rp 8 juta.

Komodo-komodo tersebut diambil tersangka ED dan EB dari hasil berburu secara ilegal di Pulau Rinca Flores yang berada di kawasan Taman Nasional Pulau Komodo Nusa Tenggara Timur (NTT).

Satwa bernama latin Varanus komodoensis itu kemudian dipasarkan kembali melalui media sosial dan telah diperdagangkan ke sedikitnya tiga negara yang terindikasi di pasar hewan Thailand dan perorangan di Vietnam.

“Yang jelas dikirim di tiga negara di wilayah Asia Tenggara melalui Singapura,” kata Kombes Akhmad Yusep Gunawan.

Komodo dragon
Komodo dijual seharga Rp 500 juta per ekor ke pasar luar negeri.

Adam Fagen: Flickr

Dari operasi yang digelar, Polda Jawa Timur juga berhasil mengamankan enam ekor bayi komodo yang diambil dari rumah salah seorang tersangka di Surabaya dan sejumlah satwa dilindungi lainnya.

Menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, Nandang Prihadi, keenam bayi komodo yang berukuran sekitar 1 meter tersebut dalam kondisi baik dan kini dirawat di kandang transit BKSDA Jawa Timur.

“Kami sudah melakukan analisis morfologi dan diduga bayi komodo itu berasal dari Flores Utara. Namun untuk memastikannya, kami telah mengambil sampel darah untuk dilakukan analisis DNA.”

“Nanti kalau hasilnya sudah keluar dan dipastikan dari mana asal komodo itu, kami akan segera lepas liarkan kembali ke habitatnya,” kata Dr. Nandang Prihadi.

Pengamanan di Pulau Komodo dipertanyakan

Pulau Komodo adalah rumah bagi hewan purba Komodo
Pulau Komodo dan taman nasional yang mengelilinginya menjadi kawasan yang menarik pariwisata.

ABC: George Roberts

Sementara itu menanggapi pengungkapan ini, direktur lembaga advokasi satwa liar, Profauna, Rosek Nursahid mendesak aparat berwenang mengusut tuntas kasus ini serta membongkar jaringan penjualan hewan yang dilindungi ini sampai ke akarnya.

Profauna juga berharap proses hukum kasus ini nantinya juga akan mempertimbangkan aspek kerugian sosial dan wisata yang dihasilkan dari pencurian dan perdagangan satwa Komodo.

“Komodo ini hanya ada di Indonesia, dan telah menjadi sumber eco-tourism terkenal dari Indonesia. Orang kalau mau lihat Komodo harus datang ke Indonesia.” katanya.

"Kalau Komodo di alam liar terancam karena diburu dan diperdagangkan itu berarti mengancam masa depan pariwisata ke kawasan itu dan itu efek kerugiannya jauh lebih luas dibanding hanya menghitung nilai satwa yang telah berhasil dijual dalam keadaan hidup." katanya.

Desakan senada juga diungkapkan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur, Umbu Wulang Tanaamahu yang menyoroti lemahnya pengamanan di kawasan Taman Nasional Pulau Komodo sehingga bisa terjadi perburuan liar Komodo dan satwa khas lain di kawasan konservasi tersebut.

"Kami sudah lama menyuarakan kekhawatiran soal lemahnya pengaman di Pulau Komodo. Banyak laporan masuk ke kami soal ada kapal nelayan yang memuat kulit komodo, ada juga yang membawa rusa dari pulau Komodo yang rantai makanan komodo maupun burung-burung dari savanna di NTT," katanya.

Walhi menilai salah satu kelemahan yang membuat pengamaan di kawasan Taman Nasional Pulau Komodo sangat rentan adalah tidak dilibatkannya masyarakat sekitar dalam menjaga kelestarian kawasan tersebut.

“Pulau Komodo itu sangat luas, tapi pengamanannya hanya diserahkan kepada petugas taman nasional saja, belum melibatkan masyarakat sekitar.”

“Harusnya mereka juga dilibatkan dan diberdayakan. Sehingga secara ekonomi mereka berdaya dan tidak menjadi sasaran cukong-cukong yang bisa merayu mereka untuk berburu hewan liar di Pulau Komodo.” tambahnya.

Umbu Wulang juga mengatakan kondisi ini diperburuk dengan lemahnya penegakan hukum dimana proses hukum terhadap pelaku pencurian di Pulau Komodo tidak pernah menimbulkan efek jera.

“Kita cuma dengar ada pencuri satwa di pulau Komodo yang tertangkap, tapi proses hukumnya tenggelam begitu saja, kita gak pernah dengar ada hukuman yang membuat jera.” tegasnya.

Lihat berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini