Peraturan Baru Taksi dan Uber di New South Wales, Australia
Manish Shresthi adalah pengemudi Uber yang sengaja menempelkan khusus, agar warga tahu bahwa mobilnya bukanlah mobil pribadi biasa.
“Sejujurnya, saya sedikit takut untuk menempelkan stiker Uber, mungkin saja pengemudi Uber lainnya akan marah kepada saya,” ujar Manish.
Bukan rahasia lagi jika ada perselisihan terbuka antara pengendara Uber dan taksi biasa.
Seperti yang dialami Norman Schill, pengemudi Uber lainnya di negara bagian New South Wales, yang mengaku pernah mendapatkan makian dari sejumlah sopir taksi biasa.
Keduanya mengaku jika senang dengan pekerjaan mereka sebagai sopir Uber, dengan pendapatan rata-rata $21, atau sekitar Rp 200 ribu, per jam.
Tapi kini mereka khawatir bagaimana kelanjutan dari nasib mereka, karena akan ada perubahan soal Uber yang akan mulai berlaku tahun depan.
Beberapa perubahan diantaranya adalah persyaratan agar pengemudi Uber memiliki asuransi dari pihak ketiga, bukan dari Uber.
“Wah, saya tidak tahu soal itu,” kata Manish.
Mulai bulan Febuari 2018, para penumpang Uber juga akan dikenakan biaya tambahan senilai $1, atau sekitar Rp 10 ribu, yang uangnya akan dikontribusikan kepada paket kompensi senilai $250 juta, atau sekitar Rp 2,5 trilun, untuk sopir taksi biasa.
Menurut Michael Jools, dari Asosiasi Sopir Taksi di Sydney, perubahan ini juga akan berdampak pada sopir biasa.
Misalnya saja, biaya tol di Sydney Harbour Bridge yang biasanya dikenakan kepada penumpang, kini akan dibayar oleh sopir taksi.
Tarif layanan kendaraan sharing, seperti Uber, bisa lebih murah 25 persen dibandingkan tarif taksi biasa di jam normal.
Tapi sekarang, perusahaan taksi bisa menentukan tarif sendiri untuk pemesanan lewat online dan aplikasi.
Michael juga menambahkan masih ada ketimpangan yang besar dalam hal asuransi.
“Pengemudi Uber atau mobil Uber membayar $800, sekitar Rp 8 juta, sementara pengemudi taksi biasa membayar $6.500, sekitar Rp 65 juta.”
“Sebagai pembanding, di negara bagian Victoria… pemerintahnya mengetahui ketidakadilan dalam hal biaya, biaya jaringan, dan asuransi.”
“Di seluruh Australia, pada dasarnya, biaya mencapai $50 ribu, sekitar Rp 500 juta, per tahun untuk dapat biaya operasi pelayanan taksi.
Menurut Dr Rohan Miller, dosen di School of Marketing and Digital di University of Sydney, semua pihak perlu berkontribusi agar industri layanan untuk penumpang bisa berkembang.
“Perubahan ini akan menjadi penghalang bagi mereka yang ingin jadi pengemudi Uber atau membuat mereka mempertimbangkannya,” ujar Dr Miller.
“Saya rasa ini adalah upaya untuk menambah kredibilitas bagi industri Uber, akan ada banyak tambahan biaya, akan berujung pada profesionalitas yang lebih.”
Sebagai sopir taksi biasa, Michael berharap bisa beradaptasi dengan perubahan dan menawarkan sistem dan teknologi yang bisa bekerja bagi sopir taksi.
Laporannya dari program PM milik Radio ABC bisa Anda dengar lewat tautan berikut.