ABC

Perang Dagang AS-China Meningkat, Pertumbuhan Ekonomi Global Memburuk

Menurut perkiraan ekonomi terbaru yang dikeluarkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), proyeksi perlambatan global bisa terbukti lebih buruk lagi jika ketegangan perdagangan AS-China meningkat. Laporan itu juga memeringatkan, rumah tangga Australia bisa menghadapi kenaikan suku bunga dalam waktu dua tahun -tetapi hanya jika pertumbuhan upah meningkat.

OECD turut memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Australia akan melambat, dari 3,1 persen tahun ini menjadi 2,9 persen tahun depan, dan 2,6 persen pada 2020.

Lembaga itu juga memprediksi pertumbuhan global lebih lambat karena ketidakpastian dan ketidakstabilan yang lebih besar, khususnya perang perdagangan AS-China.

Pertumbuhan ekonomi global, sebut laporan itu, akan menurun dari 3,7 persen menjadi 3,5 persen pada 2019 dan 2020.

Meskipun pertumbuhannya lamban, upah akan meningkat dan tingkat pengangguran Australia akan turun. Ini akan menghasilkan “pengetatan kebijakan moneter” – dengan kata lain, kenaikan suku bunga – dalam dua tahun, kata laporan itu.

Ketika harga rumah terus jatuh di kota-kota besar dan keuangan semakin ketat, orang Australia akan mengurangi pengeluaran. Dalam kondisi ini, “hutang yang tinggi dari rumah tangga tetap merupakan risiko”.

Pertumbuhan upah seharusnya berlanjut

Laporan itu menunjukkan perlambatan dramatis di China dan / atau koreksi tajam harga rumah bisa mengurangi kekayaan dan konsumsi rumah tangga dan berdampak pada sektor konstruksi.

Ketika ditanya apakah suku bunga yang lebih tinggi akan semakin memperburuk keadaan, kepala ekonom OECD, Laurence Boone, mengatakan organisasi itu hanya memperkirakan perubahan suku bunga jika ekonomi Australia bisa bertahan.

“Perekonomian Australia baik-baik saja,” katanya.

“Ini melambat tetapi berjalan dengan baik dan kami tentu tidak mengambil kebijakan moneter untuk memperburuk perlambatan.”

Suku bunga Bank Sentral Australia saat ini mencapai 1,5 persen.

Tarif dagang AS-China lemahkan pertumbuhan global

Laporan itu menyebutkan dua faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan: ketegangan perdagangan AS-China – yang telah meradang di bawah Presiden AS Donald Trump – dan ketidakpastian geopolitik.

Pertumbuhan di Amerika Serikat diproyeksikan melambat dari hampir 3 persen sekarang, menjadi lebih dari 2 persen pada tahun 2020. Dan tingkat pertumbuhan China saat ini diharapkan melambat perlahan hingga 6 persen pada tahun 2020.

Namun laporan itu menunjukkan “dampak buruk dari tarif akan naik secara signifikan” jika Amerika Serikat menaikkan tarif impor komoditi dagang senilai $ 200 miliar (atau setara Rp 2 kuadriliun) dari China menjadi 25 persen pada Januari tahun depan, dengan tindakan pembalasan yang diambil oleh China.

Ini akan hampir menggandakan dampak pada PDB (Produk Domestik Bruto) di Amerika Serikat dan China pada 2020 dan 2021, dengan perdagangan dunia menurun lebih dari 0,6 persen, kata laporan itu.

Dalam lingkungan perdagangan yang genting seperti ini, pembuat kebijakan global harus siaga dan siap bertindak.

Pemimpin dunia didesak perbaiki kepercayaan diri

Mengingat suku bunga sudah rendah di negara maju seperti Amerika Serikat, ada ruang terbatas untuk menggunakan kebijakan moneter untuk bertindak. Ini berarti pemerintah harus menggulirkan stimulus fiskal.

Boone, mantan kepala ekonom untuk asuransi global AXA dan penasihat ekonomi senior untuk mantan presiden Prancis, Francois Hollande, mengatakan sudah waktunya bagi pemerintah untuk “memulihkan kepercayaan dan kerja sama”.

“Itu berarti pertama-tama, duduk di meja perundingan, dalam sistem berbasis aturan internasional, untuk benar-benar membahas langkah-langkah tarif dan non-tarif untuk perdagangan,” katanya.

“Ini juga berarti mendiskusikan dan mengupayakan kemungkinan kerja sama fiskal jika penurunan lebih parah daripada yang kami proyeksikan.”

Tangani ketidaksetaraan

Laporan itu mengatakan, pemulihan sejak krisis keuangan global tidak menyebabkan perbaikan nyata dalam standar hidup bagi banyak orang, dan itu telah memicu ketidakpuasan warga.

Boone mengatakan globalisasi dan digitalisasi, meski menuai manfaat bagi banyak orang dan mengangkat jutaan orang dari kemiskinan, juga meningkatkan ketidaksetaraan.

“Kini, kami perlu untuk memfokuskan kembali kebijakan pada hal ini, dan itu berarti meningkatkan keterampilan, itu berarti menargetkan belanja sosial ke (golongan) yang kurang mampu.”

“Ini juga berarti melihat ke perusahaan – sebagian kecil perusahaan – yang memperoleh banyak manfaat dari digitalisasi, tanpa, mungkin, berbagi cukup baik dengan para pekerja.”

Dalam konteks Australia, laporan tersebut menunjukkan bahwa meski upaya untuk mengembalikan anggaran federal ke surplus adalah penting, “prioritas untuk memerangi ketidaktercakupan sosial-ekonomi – misalnya melalui reformasi pendidikan dan dukungan yang ditingkatkan untuk pencari kerja – harus dipertahankan”.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.