ABC

Penulis Biografi Politik Sukarno Prof. John David Legge Meninggal Dunia di Melbourne

Pakar studi Indonesia yang juga penulis biografi politik Presiden Sukarno, Professor John David Legge, meninggal dunia dengan tenang dalam usia 94 tahun di Rumah Sakit Cabrini, Melbourne, Kamis (4/2/2016).

Kabar duka ini disampaikan oleh Dekan Fakultas Arts Universitas Monash Professor Raelene Frances melalui email yang kemudian disebarkan dalam mailing list pemerhati Indonesia di Australia.

Prof John David Legge sedianya akan berusia 95 tahun pada Mei mendatang, dan telah lebih dari 50 tahun mengabdikan diri pada Monash University khususnya pada studi masalah-masalah Indonesia.

Prof John David Legge, penulis biografi politik Sukarno.
Prof John David Legge, penulis biografi politik Sukarno.

Selama masa pengabdiannya itu, Prof. Legge juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Arts Monash University dari 1977 hingga 1986. Dia memimpin Pusat Studi Asia Tenggara di kampusnya itu selama 22 tahun dari 1964 hingga 1986.

Namun minat utamanya adalah pada sejarah Indonesia. Prof Legge meneliti isu-isu pemerintahan lokal di Indonesia, serta menulis biografi politik Presiden Sukarno yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Sinar Harapan tahun 1985.

Karya Prof Legge lainnya adalah Intellectuals and Nationalism in Indonesia (1988) yang menguraikan peranan kaum intelektual bagi pembentukan negara Republik Indonesia.

Menurut Prof Raelene Frances, Prof Legge sangat berjasa dalam membangun reputasi Monash University sebagai pusat studi Asia Tenggara khususnya studi Indonesia.

Di tahun 1988 Prof Legge mendapatkan penghargaan Officer of the Order of Australia karena "jasa-jasanya di bidang pendidikan, khususnya dalam bidang studi Asia dan hubungan internasional".

Hingga beberapa tahun terakhir Prof John Legge masih dimintai nasehat oleh pihak Monash University dan masih terlibat dalam Yayasan Herb Feith Foundation hingga tahun 2013.

"Jasa-jasanya sangat besar bagi Monash University, bagi dunia pendidikan dan hubungan internasional. Kami berduka dan merasa kehilangan," demikian disampaikan Prof Raelene Frances.