ABC

Pentingnya Lingkungan Positif Untuk Jadi Lebih Produktif

Setelah meneyelesaikan pendidikannya di Melbourne, Australia, Miranti Daniar kembali ke Indonesia. Sudah setahun lamanya ia menjalankan kehidupannya di Jakarta. Namun, ia merasa belum bisa cukup produktif. Ia merasa lingkungan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi energi kehidupan manusia.

Miranti Daniar
Miranti Daniar
Sejak pulang dari Melbourne awal tahun 2015, entah mengapa saya merasa energi saya banyak sekali terserap dan lumayan terasa ‘babak belur’ untuk kembali adjustment, atau menyesuaikan dengan Indonesia. .

Selain perubahan signifikan dalam hidup saya dengan kehadiran anak kami R, saya mencoba untuk berpikir apa saja yang sudah saya lewati sepanjang tahun 2015.

Saya hidup di Melbourne hanya dua tahun.

Saya pindah dari kota kelahiran saya Jakarta yang cukup ruwet ke the most livable city in the world, atau kota paling layak huni di dunia.

Tidak perlu bertanya apakah saya betah di Melbourne, sudah pasti iya. Jika ditanya apakah saya ingin kembali kesana saat ini?

Mungkin tidak. Tapi kalau ditanya apakah rindu? Jawabannya ya.

Saya kangen langit birunya, udara bersihnya, public transportation-nya, taman, coffee shops-nya atau pemandangan menuju kota-kota kecil di Victoria.

Jika ditanya apa satu hal yang paling saya rindukan dari Melbourne, saya akan jawab, kualitas hidup disana.

Percayakah Anda kalau kita adalah hasil produk dari lingkungan kita berada?

Perjalanan menuju Yarra Valley, 27 September 2013. Foto: Miranti Daniar.
Perjalanan menuju Yarra Valley, 27 September 2013. Foto: Miranti Daniar.

Pernah merasakan saat kita berada di sekeliling orang-orang yang optimis dan positif, lalu secara tidak sadar kita ikut terbawa antusiasime dan pemikiran positif dari orang-orang tersebut? Sebaliknya, pernah merasa gelisah dan tidak enak hati, saat keluarga atau rekan kerja marah-marah?

Di Melbourne saya hidup serba bercukupan, tapi tidak mewah. Kami tinggal di shared house, menempati lantai bawah dengan 1 kamar yang kami namai ‘197 little palace’.

We live happily dengan tidak ada pembantu. Semuanya mengurus bersama suami saya dengan metode bagi tugas. Biasanya saya bagian beres-beres rumah dan cuci piring, sementara suami bagian menyuci baju dan membawa cucian ke dryer atau tempat pengeringan.

Untuk urusan makanan, siapa saja yang sempet memasak. Kalau pun tidak sempat, kita bisa berjalan sejauh 15 menit untuk mencari tempat makan. Atau bisa juga naik tram  sekitar 10 menit ke pusat kota Melbourne.

Kami punya teman-teman yang cukup beragam, tetapi kami semua sama-sama berstatus sebagai pelajar, perantau, atau paling tidak memiliki minat yang sama. 

Life was so simple but when I think about it now, we had created so many things in only 2 years. (Hidup terasa sederhana, namun melihat kembali ke belakang, kami sudah melakukan banyak hanya dalam waktu dua tahun).

Waktu yang sebentar, tetapi saya memiliki banyak kegiatan dan menghasilkan sesuatu.

Saat di Melbourne, saya adalah salah satu pendiri Saman Melbourne, membuat acara Saman69 di Federation Square, yang awalnya hanya hasil mengobrol di sebuah restoran bernama Trunk, menulis untuk MelbourneBite, menjadi host sejumlah acara dan kegiatan di 197 Little Palace.

Tarian Saman dengan 69 penari. Foto: Miranti Daniar.
Tarian Saman dengan 69 penari. Foto: Miranti Daniar.

Diantara kesibukan tersebut, tetap masih ada waktu untuk jalan-jalan dan berkumpul, baik di coffee shops, musium, pameran atau sekedar di State Library.

Rasanya saya dan suami sudah menjajaki hampir seluruh Melbourne dan sebagian besar negara bagian Victoria.

Dalam waktu sempit di tengah saya kuliah dengan banyaknya tugas yang tak terkira dan bekerja paruh waktu, belum lagi suami saya yang jadwalnya padat, termasuk memiliki kewajiban rutin untuk ikut mengurus rumah tangga, belanja, dan memasak, tapi setelah dipikir-pikir, kok kami masih punya energi dan semangat untuk berbuat banyak hal?

When i think about it now, I guess the underlying reasons were because we lived in a positive environment. (Setelah saya berpikir lagi sekarang, dugaan saya adalah karena kami hidup di sebuah lingkungan yang positif)

You are the average of the five people you spend the most time with – Jim Rohn

Setiap hari kami tidak harus menghadapi kemacetan, menahan kesal karena ada yang menyerobot antrian, polusi, tidak nyamannya transportasi publik, marah-marah karena ketidakjelasan suatu prosedur atau pusing memikirkan asisten rumah tangga yang minta ini dan itu.

Me and my husband also don’t come from a ‘perfect’ family. (Saya dan suami saya juga tidak berasal dari keluarga yang 'sempurna'). Pulang ke Jakarta kami kembali terseret dalam berbagai ‘masalah’ keluarga. Ini telah menghabiskan banyak energi dan menguras tenaga kami berdua.

Lewat tulisan ini saya tidak bermaksud untuk membandingkan Jakarta dan Melbourne, don’t get me wrong, I do love my country.

Tapi ini tentang bagaimana suatu lingkungan baik itu dari sisi lingkungan maupun manusianya, ternyata sangat mempengaruhi kita sebagai individu. 

Sudah 1 tahun kami pulang, tapi semua niat dan cita-cita yang kami rencanakan saat di Melbourne belum ada yang kejadian. It is so much harder to become a positive person in a relatively negative environment. (Rasanya lebih susah menjadi pribadi yang positif, di sebuah lingkungan yang negatif).

Lalu kalau lingkungan negatif begitu mempengaruhi energi seseeorang, kapan dong suatu kota seperti Jakarta bisa ‘naik kelas’ menjadi kota seperti Melbourne dan mendorong penduduknya menjadi produktif?

Isn’t it like chicken and egg? (Apakah ini seperti ayam dan telur?).

This,  I personally believe in.  To be able to create or to be productive, a person needs a positive environment. Energy does contagious and it affects our way of thinking and then, our behavior. The question now is, if we are living in an environment with so much negative energy, are we strong and bold enough to consciously filter and select our surroundings? 

(Inilah hal yang saya percayai secara pribadi. Untuk menjadi seseorang yang kreatif atau produktif, kita memerlukan lingkungan yang positif. Energi itu menjalar, dan  bisa mempengaruhi pemikiran dan tindakan kita. Pertanyaannya sekarang adalah bila kita hidup dalam lingkungan yang memiliki energi negatif, apakah kita cukup kuat dan berani untuk secara sadar menyaring dan memilih lingkungan kita?)

Ini akan jadi tantangan bagi saya dan suami di tahun 2016. Semoga kami bisa kembali berkarya dan berkontribusi. Bismillahirohmanirohim.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi yang ditulis Miranti Daniar. Miranti adalah Master of Information System dari University of Melbourne. Ia mendapatkan beasiswa Australian Awards selama 2 tahun. Saat ini Miranti bekerja sebagai E-commerce manager di sebuah perusahaan FMCG dan sedang membangun bisnis sosial di bidang digital media dan marketing. Miranti bisa dihubungi di mirantidaniar@gmail.com. Tulisan ini diambil dan disunting dari blognya, dengan postingan berjudul Be (with) Positive (people).