ABC

Pengusaha Indonesia dan Australia Kerjasama Bangun Pusat Pelatihan Kuliner

Merespon kurangnya tenaga kerja profesional bidang kuliner dan perhotelan, pengusaha Indonesia dan Australia berkolaborasi mendirikan pusat pelatihan dan sertifikasi. Kerjasama swasta ini diharapkan mencetak tenaga bersertifikasi yang mampu bersaing di Asia Pasifik.

Menurut Rencana Aksi Jangka Menengah Ekonomi Kreatif 2015–2019 yang diterbitkan Pemerintah Indonesia, industri perdagangan, perhotelan, restoran, dan kreatif telah menyumbang sekitar 18,35% dalam pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia antara tahun 2010–2013.

Sayangnya, tenaga kerja dalam sektor industri tersebut belum semuanya berkategori profesional.

“Saat ini ada banyak tenaga kerja di industri kuliner Indonesia, tetapi hanya sedikit yang terlatih dan bersertifikat profesional,” kata Andrew Nugroho, Direktur AIPRO, Pusat Pelatihan dan Serifikasi Kuliner dan Perhotelan.

Menteri Andrew Robb (menunduk), Andrew Nugroho-Direktur PT. Top Food Indonesia (kedua dari kiri), dan  Walter Gilmore-CEO Careers Australia (pojok kiri) dalam acara penandatanganan kemitraan bersama Pusat AIPRO, antara Careers Australia dengan Es Teler 77. (Foto: Nurina Savitri)
Menteri Andrew Robb (menunduk), Andrew Nugroho-Direktur PT. Top Food Indonesia (kedua dari kiri), dan Walter Gilmore-CEO Careers Australia (pojok kiri) dalam acara penandatanganan kemitraan bersama Pusat AIPRO, antara Careers Australia dengan Es Teler 77. (Foto: Nurina Savitri)

Latar belakang itulah yang menggugah Andrew beserta mitranya, Walter Gilmore dari Careers Australia, untuk bekerja sama mendirikan AIPRO pada tahun 2015 ini.

“Saya kebetulan bertemu Walter, dia melihat fasilitas perusahaan saya dan merasa coock, lalu kami punya visi yang sama, ya akhirnya kami buat ‘joint venture’ ini,” cerita Andrew yang juga pemilik waralaba Es Teler 77 ini kepada Australia Plus di Jakarta.

Ketika ditemui dalam Pekan Bisnis Indonesia-Australia pertengahan November lalu, Walter Gilmore- CEO Careers Australia, menuturkan hal serupa.

“Saya pernah tinggal di Indonesia selama 3 tahun, Andrew pernah tinggal di Australia selama 3 tahun, kami kebetulan bertemu jauh sebelum kerjasama ini terjalin dan merasa saling bisa melengkapi kemampuan masing-masing, maka terjadilah ini,” jelasnya.

Lebih lanjut pria Australia berambut putih ini menuturkan, “Selain karena fakta di lapangan, ide kerjasama ini berasal dari potensi kami di bidang perhotelan. Di Australia, kami mengadakan pelatihan bidang perhotelan di Melbourne, di Perth, di Gold Coast, bahkan kami juga melakukan hal serupa di Malaysia dan Filipina.”

“Kebetulan kami mencari mitra baru, mengapa tak sekalian mendirikan pusat pelatihan di Indonesia?,” sambungnya.

Siswa Program Profesional sedang praktek memasak di Pusat Pelatihan AIPRO, Tangerang. (Foto: aiprotraining.com)
Siswa Program Profesional sedang praktek memasak di Pusat Pelatihan AIPRO, Tangerang. (Foto: aiprotraining.com)

Kerjasama ini diharapkan mampu mempererat hubungan kedua negara lewat pertukaran pengetahuan.

“Siswa di Australia bisa datang dan ikut pelatihan di Jakarta, dan siswa di Jakarta-pun bisa datang dan ikut pelatihan di Australia, bahkan ada fasilitas ‘video conference’ di masing-masing pusat pelatihan, jadi siswa di Jakarta tahu apa yang terjadi di Australia dan sebaliknya,” utara Walter.

Saat ini, AIPRO telah menampung 10 siswa yang mengikuti pelatihan dengan kurikulum Australia. Ke depannya, pusat pelatihan ini menargetkan 50-100 siswa per tahun.

“Semua kurikulum dari Careers Australia, kami hanya menjalankan saja di sini. Dan untuk pengajar, kami memakai pengajar lokal namun bersertifikasi Australia,” terang Andrew.

“Ya, untuk pengajar asalnya memang dari dua negara, tapi semua pengawasan dilakukan oleh pengajar dari Australia. Kami bahkan punya program ‘pelatihan untuk pengajar’," tambah Walter ketika dikonfirmasi mengenai tenaga pendidik.

Kualifikasi yang telah digenggam siswa nantinya tak hanya bisa dipakai di Indonesia dan Australia, tapi juga di seluruh kawasan Asia-Pasifik, ujarnya.

Walau pusat pelatihan ini tak menjamin para siswanya untuk mendapatkan kerja di Australia, Walter tak menampik adanya peluang besar.

“Bedanya dengan universitas tradisional, kami punya koneksi yang lebih baik dengan jaringan hotel bintang 5, restoran papan atas, jadi ketika siswa lulus mereka memiliki peluang lebih baik untuk terhubung dengan industri ini,” jelasnya.

Lagipula, saat ini Australia mengurangi defisit 50.000 tenaga kerja bidang kuliner dan perhotelan, kata Walter.

“Jadi kesempatan itu ada, meski jujur saja tak ada jaminan,” pungkasnya.