Wanita muslim yang mengenakan burka atau busana muslim yang menutupi seluruh tubuh dan wajahnya ketika berkunjung ke Gedung Parlemen Federal akan dtempatkan di ruang terpisah yang dilapisi kaca.
Juru bicara Parlemen Federal Bronwyn Bishop dan Presiden Senat Stephen Parry telah menyetujui aturan internal baru dalam protokoler di parlemen federal Australia yang berlaku bagi siapa saja yang menggunakan penutup wajah.
Departemen Layanan Parlemen (DPS) mengatakan "Orang-orang yang menggunakan penutup wajah jika hendak memasuki ruang atau galeri apapun di gedung parlemen dan senat maka akan ditempatkan diruang tertutup. Aturan ini bertujuan untuk memastikan orang yang menutupi wajahnya dapat tetap memasuki gedung parlemen tanpa harus diidentifikasi terlebih dahulu."
Ruangan tertutup itu biasanya digunakan untuk tempat duduk pelajar yang berkunjung ke parlemen.
Presiden Senat Stephen Parry di parlemen mengatakan bahwa aturan ini adalah "tindakan manajemen dalam kaitannya dengan .. kontrol dari ruang publik".
"Jika ada kejadian atau seseorang keluar dari ruang khusus itu, maka akan lebih mudah diawasi dari waktu ke waktu dan bisa diidentifikasi dengan cepat dan mudah," katanya.
"Atau jika mereka diminta untuk dimeninggalkan ruangan, kita perly tahu siapa orang tersebut sehingga mereka tidak dapat kembali ke dalam ruangan, menyamar atau sebaliknya."
Senator dari Partai Buruh, Penny Wong mempertanyakan mengapa senator tidak mengkonsultasikan terlebih dahulu aturan ini, sementara pimpinan Partai Hijau Christine Milne mengatakan aturan ini "mengerikan".
"Pengunjung yang menggunakan penutup wajah akan ditempatkan di ruangan yang biasanya disediakan untuk para pelajar yang berkunjung didalam ruang kaca, dimana anggota parlemen tidak perlu melihat atau mendengar mereka," katanya.
Anggota parlemen independen, Andrew Wilkie menilai aturan itu sebagai bentuk aturan 'pemisahan agama' dan dikatakannya kalau aturan ini 'sangat salah.
"Keputusan pemerintah mengisolasikan diruang khusus wanita yang mengenakan burqa ketika mengamati kegiatan di parlemen tidak memiliki manfaat keamanan sama sekali," katanya.
DPS menjelaskan aturan itu akan diterapkan dalam waktu dekat.
Pengawasan keamanan yang baru juga Kontrol keamanan baru juga menetapkan bahwa siapa pun yang menerima ijin untuk memasuki wilayah pribadi di Gedung Parlemen harus menunjukkan ID berfoto.
"Prosedur ini diberlakukan untuk memastikan bahwa upaya pengamanan oleh DPS mampu menangani isu terkait agama dan budaya secara sensitif dan tepat," katanya.
Senator Parry mengatakan "jika orang memiliki kepekaan budaya atau agama dalam kaitannya dengan masalah penutup wajah ini mereka akan diberikan privasi dan sensitivitas yang diperlukan dalam kaitannya dengan kebutuhan identifikasi".
"Gedung parlemen merupakan bangunan publik, semua orang yang berada didalamnya harus merasa aman," kata Perry dalam program ABC News 24.
'Tidak boleh ada yang diperlakukan seperti warga negara kelas dua'
Komisi Diskriminasi Rasia, Tim Soutphommasane mengkritik aturan baru ini lewat kicauannya di Twitter : "Tidak ada seorang pun yang boleh diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, apalagi di dalam gedung perwakilan mereka sendiri,"
"Mereka yang mengunjungi gedung parlemen akan memahami peraturan harus melewati pos pemeriksaan keamanan,: katanya.
"Orang diwajibkan melewati pintu pelacak logam dan seluruh barang-barang pribadinya di sinar X,"
Sebelumnya Dr Soutphommasane menggambarkan desakan pelarangan penggunaan burqa ini membingungkan, dan merupakan bentuk serangan terhadap warga muslim yang justru dapat memicu propaganda kelompok ekstrim.
Pendapat ini juga didukung oleh sejumlah akademisi yang menilai aturan pelarangan burqa dan niqab akan memecah belah masyarakat Australia.
Dr Soutphommasane mengatakan sejauh ini tidak ada bukti penggunaan burqa mewakili ancaman keamanan khusus, dan karenanya pelarangan penggunannya hanya akan menciptakan ketegangan budaya dan kepercayaan sosial.