Pengungsi Kesulitan Air Bersih Di Pusat Evakuasi Gunung Agung
Otoritas gawat darurat di Bali kesulitan menyediakan air bersih dan kenyamanan bagi ribuan pengungsi dari desa-desa di dekat Gunung Agung yang berpotensi akan meletus untuk pertama kalinya dalam kurun waktu lebih dari setengah abad.
Ribuan penduduk desa di Bali telah berlindung di pusat olahraga, balai desa dan rumah kerabat mereka setelah status siaga gunung berapi itu naik ke tingkat tertinggi pada Jumat (22/9/2017) menyusul terjadinya “peningkatan yang luar biasa” dalam aktivitas seismik.
Sekitar 15.000 orang berlindung di pusat evakuasi di Propinsi Bali karena gunung api utama di pulau tersebut berpotensi meletus.
Telah terjadi sedikit penurunan jumlah gempa tremor yang mengguncang Gunung Agung, namun pihak berwenang masih mendesak semua penduduk setempat untuk pindah dari zona berbahaya menuju ke tempat penampungan yang didirikan di desa-desa terdekat.
Di pusat evakuasi Klungkung di selatan Gunung Agung, TNI menyiapkan nasi untuk 3.500 penduduk desa yang telah pindah ke lokasi tersebut. Para pengungsi ditempatkan di tenda dan balai olahraga setempat, dan tidur di tempat-tempat tidur dan di lantai di kamp tersebut.
Penduduk setempat mengatakan mereka kekurangan air bersih dan tidak tersedia cukup fasilitas toilet di lokasi pengungsian, yang merupakan salah satu dari dua pusat evakuasi utama.
Banyak dari warga yang pengungsi sudah berusia lanjut dan menderita stres karena pindah dari tempat tinggal mereka dan kemungkinan terjadinya letusan. Gunung Agung terakhir meletus pada tahun 1963 dan menewaskan 1.100 orang.
Banyak pengungsi khawatir dengan ternak yang terpaksa mereka tinggalkan.
“Saya khawatir,” kata Ketut Sudi.
Seorang warga desa lainnya, Made Suda mengatakan bahwa ia pergi mengungsi pada malam hari Bersama 25 anggota keluarganya untuk tinggal di pusat olahraga Klungkung.
“Saya merasakan kesedihan dan ketakutan, merasa sedih karena meninggalkan desa dan meninggalkan empat ekor sapi saya karena desa itu sudah kosong. Semua orang telah dievakuasi,” katanya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan warga tidak boleh berada dalam jarak 9 kilometer dari kawah atau berada dalam jarak 12 kilometer ke utara, timur laut, tenggara dan selatan-barat daya, di mana aliran lahar atau awan abu putih panas yang cepat dari letusan bisa menjangkau kawasan tersebut.
Waskita Sutadewa, juru bicara BNPB di Kabupaten Karangasem, sekitar Gunung Agung, mengatakan hampir 11.300 penduduk desa telah dievakuasi secara resmi.
Dia mengatakan bahwa jumlah pengungsi yang sebenarnya mungkin dua atau tiga kali lipat, karena banyak orang telah secara sukarela meninggalkan rumah mereka.
Kepala organisasi yang bertanggung jawab untuk memantau gunung berapi tersebut mengatakan bahwa pada hari Sabtu (23/9/2017) terjadi lebih sedikit gempa dibandingkan hari-hari sebelumnya.
“Jumlah gempa telah berkurang, tapi bisa naik lagi, trennya meningkat, jadi kami masih berpikir gunung api ini akan meletus,” kata Kasbani, kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Dia memperkirakan bahwa letusan apapun akan cukup kuat getarannya – antara 2 sampai 5 pada indeks ledakan vulkanik. Dia mengatakan bahwa ledakan pada tahun 1884 di Krakatau di Selat Sunda besarannya ‘6’ dalam skala yang sama.
Warga resah
Pejabat setempat mengatakan bahwa saat ini kondisi relative aman bagi penduduk yang tinggal di bagian lain di Propinsi Bali, termasuk daerah yang populer bagi turis Australia.
Bandara internasional Ngurah Rai Bali tetap terbuka, dengan otoritas penerbangan mengatakan bahwa dalam kasus letusan besar mereka akan mengalihkan pesawat ke lima bandara regional, termasuk kota-kota di Surabaya dan Yogjakarta di Jawa.
Pesawat yang sudah berada di darat di Bali akan ditutup untuk melindungi mesin dari abu vulkanik.
Pada Jumat (22/9/2017) malam, tingkat siaga untuk Gunung Agung telah dinaikkan ke Level 4 – level tertinggi. Polisi dan tentara ditugaskan untuk memindahkan penduduk desa yang menolak untuk mengungsi.
“Saya harap letusannya tidak terlalu besar dan semoga tidak banyak rumah yang hancur,”kata Wayan Yuniartini, yang meninggalkan desanya pada Jumat malam bersama anggota keluarganya.
“Saya sangat khawatir.
Di pusat pengungsian utama di Desa Klungkung, seorang pengungsi Ni Nyoman Duduk mengatakan bahwa dia sangat ketakutan saat disuruh meninggalkan rumahnya pada Jumat malam (22/9/2017).
“Saya panik, sangat panik dan sangat takut, saat mereka meminta saya untuk mengungsi, apa yang bisa saya lakukan.
“Saya berlari secepat mungkin, saya disuruh ‘lari, pergi pergi’, saya terkejut, dan harus lari, mematuhi pemerintah.”
Dalam letusan terakhirnya pada tahun 1963, Gunung Agung memutahkan abu vulkanik setinggi 3.031 meter dengan daerah jangkauan mencapai radius 10 kilometer dan tetap aktif selama sekitar satu tahun.
Gunung Agung yang terletak 72 kilometer ke arah timur laut dari pusat kawasan wisata di Bali, Kuta, termasuk di antara lebih dari 120 gunung api aktif di Indonesia.
Indonesia sangat rentan dengan pergolakan seismik karena lokasinya di “Cincin Api” Pasifik, sebuah busur gunung berapi dan garis sesar yang mengelilingi Lembah Pasifik.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.