ABC

Pengungsi Ini Bantu Sesama Pengungsi Belajar Bahasa Inggris

Setelah melarikan diri dari Irak sebagai pengungsi, Burhan Zangana memulai perjalanan yang berisiko ke Australia dan menjadi warga negara pada tahun 1997. Ketika Burhan pertama kali tiba, ia terkejut mendapati aksen Australia.

Dia pun berjuang memahami percakapan sehari-hari. Sepuluh tahun kemudian, Burhan membantu pengungsi baru lainnya yang, seperti dirinya, telah menemukan rumah baru di kota Wollongong.

Tumbuh di Irak, Burhan belajar bahasa Inggris dasar sejak kelas 5 SD. Namun, ia menggambarkan pelatihan yang ia ikuti saat itu sebagai “bahasa Inggris gaya lama” -dengan ungkapan seperti “how do you do?” (bagaimana kabarmu?) -yang tak umum digunakan saat ini.

Ada juga kekhasan dalam cara ia mendapat pengajaran di Irak: para guru akan menekankan huruf ‘r’, bahkan jika ada pada akhir kata-kata seperti ‘summer’ (musim panas) atau ‘grammar’ (tata bahasa). Selain itu, ada juga suara diam ‘gh’ yang biasa terdengar pada kata-kata seperti ‘thought’ (pendapat) atau ‘daughter’ (anak perempuan), ketika diucapkan.

Terlepas dari aturan seputar pengucapan, Burhan mengatakan, “kejutan” terbesar tentang berbicara bahasa Inggris di Australia adalah “aksennya” – “tak terdengar seperti bahasa Inggris.”

Awal tinggal di Australia, Burhan ingat ia pernah mengunjungi teman-teman yang tinggal di Bathurst, di pedalaman New South Wales. “Dari sepuluh kata, saya mungkin hanya bisa menangkap dua – jika saya beruntung, tiga atau empat.”

Suatu ketika, saat Burhan berada di luar negeri -yakni di Polandia, ia mengobrol dengan dua warga Australia dari Queensland yang berkata kepadanya, “Oh, Anda memiliki aksen Australia … Senang mendengar seseorang berbicara dengan aksen itu.”

Burhan
Burhan melintasi perbatasan dari Turki ke Yunani setelah 3 hari berjalan kaki. Kelompok ini ditahan pada malam hari setelah foto ini diambil. Burhan adalah orang ke-6 dari kiri.

Supplied: Burhan Zangana

Burhan datang ke Australia dengan visa pengungsi pada tahun 1995. Dua tahun sebelumnya, ia melarikan diri dari Irak dan segera menjadi orang tanpa kewarganegaraan karena ia pergi tanpa paspor.

Malam pertama, Burhan dan teman-temannya mencoba menyeberangi perbatasan Turki, ia mengatakan “Kami disergap dan enam teman saya meninggal. Dan kemudian saya mencoba lagi pada malam setelahnya, dan kemudian saya sampai di Turki.” Dari Turki, butuh empat perjalanan untuk mencapai Yunani. Dari Yunani, ia mengajukan permohonan visa pengungsi.

Sesampainya di bandara Sydney adalah pertama kalinya Burhan mengatakan bahwa ia merasa aman. Meski demikian, memulihkan diri dari perjalanan berbahaya dan traumatis yang dialaminya adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu.

“Pelan-pelan ingatan anda kembali kepada Anda, perlahan Anda melihat cahaya. Dan begitu Anda melihat cahaya dan hal positif, Anda bisa membuat perubahan pada diri Anda dan lingkungan sekitar Anda,” ungkap Burhan.

Pandangan positif ini mendorong Burhan untuk belajar dan memahami bahasa dan budaya Inggris. Dan sekarang, ia ingin menggunakan pengalamannya untuk membantu pengungsi lainnya menghadapi tantangan serupa.

Burhan dan Sharon Bird
Burhan dan Sharon Bird, Anggota Dewan dari Cunningham. Ia dinominasikan untuk penghargaan 'Citizen of the Year' (Warga Negara Tahun Ini) Kota Wollongong pada bulan Januari 2017.

Supplied: Burhan Zangana

Burhan secara rutin membantu pengungsi berbahasa Arab di wilayah Wollongong dan membantu mereka menerjemahkan informasi yang berguna, sehingga mereka bisa memahami layanan lokal.

Ia sering menawarkan pengalamannya sendiri sebagai bentuk dorongan bagi para pengungsi lainnya, berjuang dengan bahasa Inggris di Australia.

“Beberapa dari mereka mengatakan ‘Saya telah berada di sini selama beberapa bulan dan saya tak belajar apapun’. Saya akan mengatakan ‘tidak, Anda sedang belajar, Anda mengumpulkan kata-kata.'”

“Itu tak terjadi dalam sehari, itu tak terjadi dalam dua atau tiga bulan. Butuh waktu, “jelas Burhan.

Diterjemahkan Jumat 23 Juni 2017 oleh Nurina Savitri dari artikel ABC News.