ABC

Pengguna Medsos Kecam Pembunuhan Backpacker Perempuan di Ekuador

Pembunuhan dua gadis asal Argentina yang bepergian backpacking (bepergian dengan bujet minim) ke wilayah Amerika Selatan telah mendorong perempuan dari seluruh dunia untuk membela perjalanan solo yang dilakukan oleh kaum perempuan.

Maria Coni dan Marina Menegazzo, masing-masing 22 dan 21 tahun, ditemukan tewas di wilayah pantai Pasifik Ekuador pada bulan Februari dan dua pria kemudian dituduh melakukan pembunuhan tersebut, kata Pemerintah Ekuador.

Dua perempuan ‘backpacker’ itu sudah kehabisan uang saat bepergian dan berhubungan dengan seorang teman yang kemudian mengatur tempat bagi mereka untuk tinggal dengan dua orang pria, jelas jaksa Ekuador, Eduardo Gallardo Roda.

Menurut pihak berwenang, kedua pria lantas menyerang dua gadis itu secara seksual dan kemudian membunuh keduanya sebelum membuang mayat mereka.

Menyusul tragedi itu, banyak pihak menyalahkan para gadis karena bepergian tanpa ditemani oleh seorang pria dan bahkan mempertanyakan orang tua mereka karena membiarkan mereka melakukan perjalanan secara independen.

Salah satu pendapat yang paling kontroversial dilontarkan oleh psikiater Argentina, Hugo Marietan, yang mengatakan, gadis-gadis itu "mengambil resiko" dan melabeli mereka "kambing hitam".

"Ada sejumlah bagian di dunia yang tak siap untuk kebebasan perempuan secara penuh," unggahnya di Twitter.

Ia lanjut menulis, "Perempuan, Anda juga bertanggung jawab untuk kelestarian Anda. Apakah Anda mempraktekkan teori feminis di saat-saat terakhir itu?. Saya tak ingin lebih banyak perempuan hancur oleh psikopat."

Ia kemudian mengatakan, dirinya langsung menyalahkan para pembunuh tapi niatnya adalah agar para perempuan mengurus diri mereka.

"Saya fokus pada pencegahan," sebutnya.

Dalam menanggapi komentar yang bernada menyalahkan korban, seorang perempuan dari Paraguay menulis di Facebook dari perspektif dua gadis yang telah meregang nyawa itu. Unggahan tersebut lantas tersebar luas.

"Lebih buruk daripada kematian adalah penghinaan yang mengikutinya. Orang mulai mengajukan pertanyaan tak berguna, 'pakaian apa yang Anda kenakan?', 'Kamu masuk ke wilayah yang berbahaya, apa yang kamu harapkan?,” tulis Guadalupe Acosta.

"Melakukan apa yang ingin saya lakukan, tak ingin tinggal diam di rumah, untuk menginvestasikan uang saya sendiri dalam mimpi saya. Untuk hal itu, saya dihukum," tambahnya.

Kecaman Guadalupe atas cara banyak orang menyerang dua perempuan itu, kini, telah memicu respon luas di media sosial dengan tanda pagar #Viajosola -bahasa Spanyol untuk "saya bepergian sendiri".

Para perempuan dari seluruh dunia mulai mengunggah foto-foto diri mereka dalam perjalanan solo, untuk mengadvokasi petualangan luar negeri solo yang tak perlu takut dilakukan atau dikhawatirkan para perempuan.

"Saya selalu bepergian sendiri, tak ada yang salah dengan itu. Ini BUKANLAH undangan untuk merampok, memperkosa atau membunuh. Tidak di antara manusia waras. #Viajosola," tulis salah satu pengguna Twitter.

"#Viajasola karena saya independen, dengan haus akan petualangan & itu dunia KAMI! Tak hanya untuk laki-laki!" tulis pengguna Twitter lainnya.

"#Viajosola Karena saya menolak untuk duduk di rumah dan menunggu teman perjalanan laki-laki untuk bergabung dengan saya. Berhentilah menyalahkan perempuan!" unggah Chantal dari London.